Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

"Kurang Malu" Penyebab Indonesia Darurat Sampah

12 September 2019   09:30 Diperbarui: 12 September 2019   09:53 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: TPS dan Bank Sampah Terminal Purabaya Surabaya (9/09). Sumber: Dokpri.

Rasulullah bersabda, "Rasa malu adalah kebaikan seluruhnya atau rasa malu seluruhnya adalah kebaikan" (HR. Muslim).

Tidak hentinya oknum pemerintah dan pemda bersama mitra-mitra lembaga swadaya, perusahaan melakukan strategi yang membalikkan fakta. Namun kami tidak akan lelah dan mundur secentipun untuk tetap konsisten dan selalu mengingatkan semua. Agar dalam pengelolaan sampah kembali pada rel aselinya sesuai regulasi persampahan.

Mari ketahui bahwa kekuatan rasa malu itu berbanding lurus dengan sehat atau tidaknya hati seseorang. Berkurangnya rasa malu merupakan pertanda dari matinya hati dan ruh orang tersebut. Rasa malu itu hanya mendatangkan kebaikan. Begitupun sebaliknya akan tercipta keburukan bila rasa malu itu telah tiada dan sengaja ditiadakan.

Semakin sehat suatu hati maka akan makin sempurna rasa malunya. Hakikat rasa malu adalah suatu akhlak atau perbuatan yang mendorong untuk meninggalkan hal-hal yang buruk dan kurang memperhatikan haknya orang yang memiliki hak. Apakah masih ada rasa malu mengambil hak-hak rakyat.

Gerakan Formalitas Kelola Sampah

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam waktu dekat (15/09) akan meluncurkan Gerakan Nasional Pilah Sampah dari Rumah, dengan Tema Merdeka dari Sampah Plastik. Gerakan seperti ini sama saja Gerakan Menghadap ke Laut yang dilakonkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Semua gerakan itu dipastikan hanya berorientasi proyek anggaran bukan pada orientasi program.

Ironis memang pemerintah kita cq: KLHK sebagai leading sector persampahan di Indonesia, hanya bisa menciptakan program pencitraan dan tidak mampu berbuat stratejik untuk menciptakan sebuah program berkelanjutan berbasis regulasi. Dipastikan gerakan-gerakan spontan itu hanya bersifat sementara.

Harusnya KLHK mendorong pemerintah daerah (pemda) dengan sebuah regulasi khusus untuk menjalankan secara fokus dalam mengaplikasi Pasal 13, 44 dan 45 UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Pasal 13 dan 45 sebagai basic "pemilahan" dan pula adalah Hak Rakyat (publik) dan sekaligus menjalankan Pasal 44 yang merupakan kewajiban pemerintah dan pemda untuk menjalankannya.

Kenapa KLHK seperti gamang alias berpura-pura masa bodoh untuk mendorong pelaksanaan pasal tersebut atau adakah permainan antara pusat dan daerah yang terjadi disana ?. Sehingga hak-hak yang menjadi milik rakyat melalui regulasi tersebut juga akan dimakan mentah oleh oknum tertentu dari penguasa dan pengusaha.

Sangat nampak bahwa KLHK sejak bermasalahnya sebuah kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) pada bulan Februari 2016 dan sampai sekarang dana KPB-KPTG belum dipertanggung jawabkan. Sebuah tindakan paradox yang dilakukan KLHK

Kemana dana KPB di parkir yang telah dipetik dari rakyat (baca: konsumen) melalui retail dan pasar modern. Siapa yang menikmati dana panas tersebut. Diduga terjadi unsur gratifikasi akibat penyalahgunaan wewenang. Tapi jangan euforia dulu, karena dana-dana tersebut niscaya harus muncul dan disalurkan pada yang berhak.

Sejak 2015, Kementerian LHK hanya berputar dan stag pada solusi yang sangat tidak mendidik. Malah diduga akan menciptakan resistensi yang sangat besar di kemudian hari. Misalnya "dipaksakan" beberapa gagasan seperti Cukai Kantong Plastik, Aspal mix Plastik sampai pada endorse pelarangan Kantong Plastik di seluruh Indonesia.

Sekarang akan dimunculkan sebuah gerakan memilah sampah di rumah yang dipastikan hanya bisa menghasilkan gaung atau pencitraan tanpa makna. Gerakan ini sangat berpotensi menjadi pintu terjadinya pemubadziran "korupsi" dana APBN/ D dan dana-dana lainnya di daerah setelah nantinya di launching oleh KLHK.

Sangat memalukan kemampuan daya dukung ilmu pengetahuan dan wawasan para elit-elit negeri ini dalam memanage persampahan. Kelihatan dalam penciptaan gagasan-gagasan tanpa analisa dan kajian berdasar regulasi dan fakta empiris yang ada dan telah terjadi. Rasa malu itu hilang ditelan sampah demi mengaburkan masalah substansif yaitu KPB sekaligus hanya menciptakan gaung tanpa bunyi.

Terpaksa Terus Berbeda

Kalau sekiranya saya tidak mengambil langkah berbeda dari yang umum, lalu bagaimana nasib bangsa ke depan bila pembiaran ini tetap dilakukan. Tanpa merasa bersalah ? Pilihan untuk mengawal regulasi persampahan ini setelah menyaksikan ketidakadilan oleh beberapa kelompok elit dalam pemerintahan serta dunia usaha.

Sikap berbeda tetap penulis tunjukkan karena semata menginginkan perubahan dan juga tidak mau terjadi pada diri yang hina dina ini, bahwa kelak anak cucu, misalnya pada 20 tahun ke depan. membuka sejarah tahun 2000-2020, dan mereka menemukan fakta tertulis bahwa kakeknya yang nota bene bergaul di tingkat nasional tapi berpikir tingkat dusun serta berpikir subyektif yang seharusnya obyektif.

Sungguh ironis dan memalukan. Terlebih pada pertanggungjawaban pada Tuhan Ymk yang telah memberi ilmu dan wawasan. Hanya karena ingin mengikuti syahwat kekuasaan dan materi. Sehingga harga diri terjual habis.

Gerakan pilah sampah yang diciptakan KLHK itu bukanlah langkah spektakuler. Tapi langkah yang mematikan langkah sendiri (senjata makan tuan dan puan). Sehingga bisa diduga membuktikan bahwa benar ada terjadi gratifikasi atas kebijakan keliru dan bernafsu atas KPB.

Karena kenapa tanpa rasa malu dan berdosa mengabaikan perintah regulasi dengan euforia menciptakan langkah pencitraan untuk mengaburkan masalah pokok dari pengelolaan sampah Indonesia. Menjual dogma ramah lingkungan yang diputar balik pemaknaannya yang mis regulasi.

Semua dilakukan oleh oknum penguasa dan pengusaha, demi mengubur masa lalu, yaitu kegelisahan dan ketakutan terbongkarnya dugaan manipulasi kebijakan KPB. Maka rela memutus rasa takut dan urat malunya, itu yang terjadi dalam pengelolaan sampah selama ini. Sehingga Indonesia masih tetap saja darurat sampah.

Pasuruan, 12 September 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun