Kemana dana KPB di parkir yang telah dipetik dari rakyat (baca: konsumen) melalui retail dan pasar modern. Siapa yang menikmati dana panas tersebut. Diduga terjadi unsur gratifikasi akibat penyalahgunaan wewenang. Tapi jangan euforia dulu, karena dana-dana tersebut niscaya harus muncul dan disalurkan pada yang berhak.
Sejak 2015, Kementerian LHK hanya berputar dan stag pada solusi yang sangat tidak mendidik. Malah diduga akan menciptakan resistensi yang sangat besar di kemudian hari. Misalnya "dipaksakan" beberapa gagasan seperti Cukai Kantong Plastik, Aspal mix Plastik sampai pada endorse pelarangan Kantong Plastik di seluruh Indonesia.
Sekarang akan dimunculkan sebuah gerakan memilah sampah di rumah yang dipastikan hanya bisa menghasilkan gaung atau pencitraan tanpa makna. Gerakan ini sangat berpotensi menjadi pintu terjadinya pemubadziran "korupsi" dana APBN/ D dan dana-dana lainnya di daerah setelah nantinya di launching oleh KLHK.
Sangat memalukan kemampuan daya dukung ilmu pengetahuan dan wawasan para elit-elit negeri ini dalam memanage persampahan. Kelihatan dalam penciptaan gagasan-gagasan tanpa analisa dan kajian berdasar regulasi dan fakta empiris yang ada dan telah terjadi. Rasa malu itu hilang ditelan sampah demi mengaburkan masalah substansif yaitu KPB sekaligus hanya menciptakan gaung tanpa bunyi.
Terpaksa Terus Berbeda
Kalau sekiranya saya tidak mengambil langkah berbeda dari yang umum, lalu bagaimana nasib bangsa ke depan bila pembiaran ini tetap dilakukan. Tanpa merasa bersalah ? Pilihan untuk mengawal regulasi persampahan ini setelah menyaksikan ketidakadilan oleh beberapa kelompok elit dalam pemerintahan serta dunia usaha.
Sikap berbeda tetap penulis tunjukkan karena semata menginginkan perubahan dan juga tidak mau terjadi pada diri yang hina dina ini, bahwa kelak anak cucu, misalnya pada 20 tahun ke depan. membuka sejarah tahun 2000-2020, dan mereka menemukan fakta tertulis bahwa kakeknya yang nota bene bergaul di tingkat nasional tapi berpikir tingkat dusun serta berpikir subyektif yang seharusnya obyektif.
Sungguh ironis dan memalukan. Terlebih pada pertanggungjawaban pada Tuhan Ymk yang telah memberi ilmu dan wawasan. Hanya karena ingin mengikuti syahwat kekuasaan dan materi. Sehingga harga diri terjual habis.
Gerakan pilah sampah yang diciptakan KLHK itu bukanlah langkah spektakuler. Tapi langkah yang mematikan langkah sendiri (senjata makan tuan dan puan). Sehingga bisa diduga membuktikan bahwa benar ada terjadi gratifikasi atas kebijakan keliru dan bernafsu atas KPB.
Karena kenapa tanpa rasa malu dan berdosa mengabaikan perintah regulasi dengan euforia menciptakan langkah pencitraan untuk mengaburkan masalah pokok dari pengelolaan sampah Indonesia. Menjual dogma ramah lingkungan yang diputar balik pemaknaannya yang mis regulasi.
Semua dilakukan oleh oknum penguasa dan pengusaha, demi mengubur masa lalu, yaitu kegelisahan dan ketakutan terbongkarnya dugaan manipulasi kebijakan KPB. Maka rela memutus rasa takut dan urat malunya, itu yang terjadi dalam pengelolaan sampah selama ini. Sehingga Indonesia masih tetap saja darurat sampah.