Perlu dipahami oleh masyarakat Indonesia bahwa sampai hari ini belum ada kantong plastik yang ramah lingkungan bila bersentuhan dengan tanah. Jadi apa yang dikampanyekan oleh kelompok tertentu selama ini bahwa ada plastik ramah lingkungan versi tanah itu bisa dipastikan adalah berita bohong atau hoax.
Justru kantong plastik yang di klaim sebagai ramah lingkungan yang berbahan oxo itu, tidak bisa didaur ulang bersama kantong plastik konvensional. Bisa ditelisik di TPA, pemulung tidak mengambil atau mengabaikan kantong plastik yang diduga ramah lingkungan itu.
Disimpulkan bahwa makna dan arah ramah lingkungan dalam regulasi persampahan adalah kurangi sampah dengan kelola sampah di sumber timbulannya. Baik itu sampah organik maupun sampah anorganik. Semua sampah harus dikelola di kawasannya dengan melibatkan full masyarakat dengan orientasi ekonomi.
Petunjuk dan amanat regulasi persampahan, khususnya pada Pasal 13 dan 45 UUPS sangat jelas mengarahkan pemilahan dan pengelolaan di sumber timbulan. Serta pada Pasal 44 UUPS mengarahkan pengelolaan residu sampah di TPA, dan pasal-pasal ini wajib dilaksanakan sejak tahun 2009, setahun setelah UUPS diundangkan.
Pasal-pasal ini merupakan basic circular economy atau basic keberadaan kelembagaan bank sampah disetiap wilayah desa atau kelurahan. Sekaligus pembuktian bahwa sampah itu adalah investasi. Bila pasal-pasal tersebut tidak dijalankan. Maka sepanjang masa, sampah terus menjadi beban rakyat dan pemerintah.
Pemerintah dan pemerintah daerah mutlak bergandengan dengan pengelola bank sampah disetiap kawasan. Bank sampahlah yang menjadi ujung tombak pemerintah dan pemda dalam melaksanakan tata kelola sampah atau waste management. Bank sampah adalah subyek dalam pengelolaan sampah, bukan dijadikan obyek permainan oleh oknum penguasa dan pengusaha.
Surabaya, 3 September 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H