Akibat sikap kritis dan vokal, maka penulis sepertinya tidak punya tempat di pemerintah dan pemda. Malah KLHK membentuk Dewan Pengarah dan Pertimbangan Persampahan Nasional, dengan merekrut hampir semua asosiasi, lintas menteri, lsm dll. Diduga keras hanya untuk menahan laju koreksi dari KPB. Faktanya dewan pengarah tersebut juga lumpuh ditelan issu plastik. Harusnya dibubarkan oleh Menteri LHK.
Sungguh tidak mengerti alam pikiran oknum lintas kementerian yang seakan dijadikan musuh besar. Solusi yang diberikan secara resmi tertulis dan terjilid rapi tentang KPB dan solusi darurat sampah Indonesia, semua diabaikan tanpa alasan yang kuat.Â
Tapi parahnya, PSLB3 KLHK dan lintas menteri yang seakan mendukung KLHK juga sama sekali tidak memiliki solusi stratejik untuk menyelesaikan masalah sampah. Hanya membuat dan menciptakan solusi tanpa follow up, hanya menjadi wacana saja sekaligus pencitraan.
Paling lucu dan memuakkan tindakan KLHK yang mengendorse dan mendukung pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk menerbitkan kebijakan larangan penggunaan kantong plastik, ps-foam dan sedotan plastik. sebenarnya ini merupakan solusi bunuh diri.
Sampai ahirnya Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) bersama beberapa perusahaan memohon ke Mahkamah Agung (MA) untuk diadakan uji materi terhadap Peraturan Gubernur Bali No. 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.
Sulit rasanya penulis menerima secara logika akan kebencian yang dimunculkan oleh oknum-oknum pemerintah bila berdasar pada pemikiran profesional untuk menyelesaikan masalah sampah plastik dan sampah lainnya. Kecuali karena mungkin merasa kamilah menjadi penghalang rencana mereka.
Terkecuali nalar bisa menerimanya bila memang benar-benar terjadi kemufakatan jahat atas dana KPB yang ingin dilenyapkan untuk selanjutnya dinikmati oleh kelompok tertentu di republik ini.
Pertanyaannya kenapa dan dimana sekarang peran lembaga perlindungan konsumen tidak turun arena untuk membela konsumen. Malah diduga terjadi dukungan terhadap kebijakan KLHK menyuruh APRINDO menjual kantong plastik melalui beberapa kali surat edaran Dirjen PSLB3 KLHK. Serta dilain sisi melarang penggunaan kantong plastik.
Sangat sependapat para elit bila memberi cap pada kami sebagai orang yang vokal. Tapi tidak menerima bila dijustifikasi sebagai orang yang suka menyalahkan kebijakan pemerintah pusat dan daerah. Meluruskan ya ? Termasuk meluruskan arah eksistensi bank sampah yang keliru besar. Tanpa disadari oleh semua pihak.
Paling mengherankan KLHK ingin merevisi Permen LH No. 13 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse dan Recycle melalui Bank Sampah. Maksud dari revisi yang terbaca dalam draf revisi, akan memberi ruang pendirian Bank Sampah Induk (BSI).Â
Benar-benar konyol rencana ini, karena BSI sangat kental menjadi alat monopoli bisnis oknum penguasa dan pengusaha. BSI ini sangat jelas keliru dan bertentangan dengan regulasi yang mengamanatkan bank sampah dalam menjalankan fungsi ekonomi melalui wadah koperasi. BSI bukan lembaga bisnis dan tidak bankcable.