Kalau kebijakan perundangan tentang sampah mau dirubah atau tambah kurang alias revisi. Sangat susah rasanya para elit-elit KLHK itu berbuat. Karena motifnya sudah keluar dari rel. Bukan pada niat memperbaiki tapi diduga hanya punya niat membumikan KPB dan menghancurkan industri daur ulang plastik dengan berbagai cara.
Hehehe enak saja Bro and Sis. Janganlah semakin aneh karena banyak yang ingin membela pelaku-pelaku KPB dan sepertinya ingin menjadi pahlawan disiang bolong. Banyak komponen yang mendompleng pada issu plastik. Pemda tingkat 1 dan 2 ikut ramai menerbitkan pelarangan kantong plastik dan lainnya.
Jadi untuk membackup masalah KPB dengan menerbitkan kebijakan baru itu terbaca alibinya. Hanya untuk menutup dugaan kasus KPB. Semakin yakin diduga bahwa dana-dana KPB sudah masuk ke ranah korupsi - gratifikasi - pada oknum-oknum tertentu yang menjadi aktor kebijakan tersebut.
Beberapa varian solusi kebijakan yang diwacanakan dan ditempuh oleh pemerintah sejak tahun 2016 antara lain; PPn DUP, Cukai Plastik, Aspal Mix Plastik. Semua gagal total karena memang motifnya hanya menutup misteri KPB.
Proyek Aspal Mix Plastik yang sepertinya sudah #diduga menjadi bancakan korupsi di Kementerian PUPR. Sampai pada munculnya SNI plastik yang juga diduga abal-abal, Dana Insentif Daerah (DID) dengan melibatkan Kementerian Keuangan untuk memberi insentif kepada daerah yang melaksanakan pelarangan kantong plastik. Semua varian solusi tumpul karena motivnya kepada pemberian dukungan atau pemanfaatan sebagai peluang proyek atas kegagalan KPB.
Termasuk terbitnya Perpres 18 Tahun 2016 Tentang PLTSa tahap I, Perpres 97 Tahun 2017 Tentang Jaktranas Sampah, Perpres 35 Tahun 2018 Tentang PLTSa tahap II (perpres reinkarnasi), Perpres 83 Tahun 2018 tentang Sampah Laut, semua perpres ini tumpul (coba baca saja batang tubuh semua perpres tsb). Belum lagi atas kekeliruan dan kealpaan memasukkan Menteri Pertanian dan Menteri ESDM. Jelas ini semua terjadi karena "stres" dalam penyusunannya. Karena lagi-lagi tentu akan menutupi Misteri KPB yang semakin terdesak dan mati akal.
Paling mencengankan terjadinya skenario pencabutan tanpa dasar kuat atas Permendagri 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Sampah oleh Menteri Dalam Negeri pada tqhun 2016. lalu muncul rencana revisi Permen LH 13 Tahun 2012 (sudah dibahas sejak 2016 sampai sekarang).Â
Bagi yang bisa baca dan analisa substansi regulasi sampah, pasti bisa analisa motifnya semua bahwa hanya untuk menutup pundi-pundi dana KPB dan melemahkan pengelolaan sampah. Entah siapa yang menikmati dana-dana KPB yang menjadi siluman sampai sekarang.
Tapi aktor dan aktris isu plastik berhasil mengalihkan perhatian para pengurus asosiasi, lembaga swadaya atau stakeholder lainnya. Sampai mengalihkan masalah dan wacana ke substansi "ramah lingkungan" yang melahirkan kebijakan larangan penggunaan plastik sekali pakai (PSP) khusus pada kantong plastik, sedotan plastik dan PS-Foam atau Styrofoam.
Baca Juga: Asrul Bicara Bank Sampah di MetroTV
Agar jangan terpancing issu plastik. Maka dimana saja menjadi narasumber. Baik yang diadakan oleh lintas menteri, pemda, asosiasi dll. Senantiasa selalu mengingatkan bahwa issu plastik ini hanya menjadi penutup misteri KPB.Â
Tapi stakeholder persampahan sepertinya tidak percaya analisa itu. Rendah benar analisa dan pikiran kita tersebut, sampai tidak bisa membaca alibi-alibi yang muncul atau memang sengaja ?
Padahal masalah plastik yang dijadikan momok tersebut solusinya hanya satu yaitu selesaikan masalah KPB. Solusinya sesuai Standar Operasional Prosedure (SOP) yang telah saya berikan pada awal tahun 2017. Karena sesungguhnya hanya menyelesaikan misteri KPB, maka terjadi solusi yang sesungguhnya dan akan menyelesaikan masalah sampah plastik dan sampah secara umum di Indonesia.