Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Mudik Cerdik Pilihan

Suka Duka "Tidak" Mudik Lebaran

2 Juni 2019   05:15 Diperbarui: 2 Juni 2019   07:58 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Lebaran Jakarta Sepi. Sumber: Liputan6.Com

Berlebaran di Ibu kota, hampir sama saja suasananya pada hari-hari biasa. Silaturahmi atau saling kunjung mengunjungi antar rumah tetangga sangat susah dirasakan. Terkecuali anak-anak yang banyak berkelompok mendatangi rumah ke rumah hanya untuk mengejar amplop atau menerima angpau atau uang lebaran.

Keluarga Tidak Ada Tradisi Mudik

Sebenarnya dalam tradisi keluarga kami, sejak orang tua masih hidup mengajarkan agar tidak berparadigma pada "mudik lebaran" tapi "mudik sesuai kesempatan" yang ada dalam kurun waktu 12 bulan dalam setahunnya. 

Orang tua kami memberi contoh langsung. Pasca lebaran baru kami dibawa bersilaturahim di kampung-kampung. Mengunjungi sanak-saudara. Saat lebaran kami banyak istirahat di rumah dan menerima tamu-tamu tetangga dan sahabat lainnya.

Begitu juga dalam tradisi nyekar ke makam "kuburan" keluarga. Tidak pada hari-hari tertentu seperti nyekar menghadapi lebaran atau sesudah lebaran. Tapi melakukan nyekar sesuai kesempatan saja, sama seperti saat lebaran dengan tidak adanya tradisi mudik.

Itulah paradigma berpikir dan bertindak di keluarga kami dari Bugis. Tapi ini bukan umum terjadi di Suku Bugis. Sepertinya jarang terjadi seperti pola berlebaran tanpa mudik ini. Memang langka. Tapi kami merasakan "suka" dan manfaat lebih banyak dengan tradisi "tidak" mudik saat lebaran tersebut.

Namun kami merasakan sebuah tindakan positif bila tidak ikuti tradisi mudik tersebut yang berlaku secara umum. Artinya ada kebebasan perasaan saat masa menjelang lebaran. Tidak ada rasa kurang enak di kampung bila tidak mudik. Karena memang sudah menjadi kebiasaan saja.

Memang diakui bahwa tradisi mudik mempunyai nilai-nilai positif. Tapi kenyataannya banyak meninggalkan beban atau kesan negatif juga di banding positifnya. Itu pemikiran subyektif yang ada di keluarga kami. Memang hal ini merupakan sebuah perbedaan besar dibanding kebiasan orang banyak di Indonesia. Kami merasakan banyak positifnya untuk tidak mudik saat lebaran.

Banyak yang memaksakan diri dalam menghadapi mudik lebaran. Harus menyiapkan macam-macam untuk persiapan pulang kampung, hanya semata hendak dikatakan berhasil di rantau. Umumnya kondisi "merasa berhasil" ini terjadi dalam suasana keinginan untuk mudik.

Ada yang memaksakan diri untuk mudik. Padahal itu terjadi beberapa hari saja, sehingga banyak yang terpaksa mengambil utang. Paksa diri beli kendaraan baru atau rental demi nampak atau hendak dikatakan berhasil di rantau oleh keluarga atau sahabat di kampung halaman.

Saya terlahir pada sebuah kampung di Kabupaten Bone - Tanah Bugis - Provinsi Sulawesi Selatan dan istri lahir dan bekerja di Jakarta - Tanah Betawi - ibu kota NKRI. Praktisnya kami hingga saat ini atau berdomisili di Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Mudik Cerdik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun