Bumi oleh Allah Swt. menyebutkannya dalam salah satu ayat Alquran surat An-Naba`ayat 6, "Bukankah Kami menjadikan bumi sebagai hamparan?"Â makna hamparan dalam ayat tersebut adalah mempersiapkan sesuatu agar layak digunakan dan dimanfaatkan.Â
Bumi bukan untuk dinikmati lalu dicampakkan. Keberadaannya untuk manusia nikmati tapi sekaligus harus memeliharanya. Bumi sekaligus menjadi musuh, bila manusia ingkar sebagai khalifah. Coba flashback, adakah solusi manusia berhasil diatas dustanya. Allah Swt menjaga semuanya, sekalipun itu sampah tetap terjaga, karena semua manfaat. Â
Bukan pula sampah secara langsung dibenturkan oleh manusia bersama segala sumber daya bumi. Semuanya haruslah diawali serangkaian persiapan-persiapan oleh manusia sendiri sebagai penjaga, pengawal dan penghuni. Persiapan itu mulai dari primer sampai ke masalah sekunder.Â
"Jika sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi." (QS. Al-A'raf: 96). Bumi yang luas ini tentu belum pernah kita jelajahi semuanya, berapa luasnya daratan, belum luasnya lautan, ditambah langit, subhanallah.Â
Nikmat apa yang manusia ingkari. Kecuali harus bersyukur dan memanfaatkannya dengan baik. Itulah sebaik-baiknya syukur. Syukur tentu harus dinyatakan dengan perilaku, bukan hanya kata bersambung kata, ahirnya dusta terhadap bumi.Â
Introspeksi Manusia Terhadap Bumi.Â
Bumi tempat manusia bermukim diciptakan oleh Tuhan Ymk semua untuk manusia. Ya manusia sebagai pemanfaat bumi beserta segala isinya yang sangat beragam dan unlimited.Â
Peringatan Hari Bumi hakikatnya juga mengingatkan kita untuk senantiasa mempelajari, memahami, memanfaatkan, dan memelihara apa yang ada dan berkaitan dengan bumi.
Janganlah dengan alasan penyelamatan bumi (baca: lingkungan), tapi tetap memelihara kebohongan dan pembodohan publik dalam mengelola sampah. Tentu pula termasuk didalamnya untuk memikirkan kelangsungan hidup bumi itu sendiri.Â
Bagaimana sumber daya bumi yang terbatas ini bisa menjamin kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya yang saling ketergantungan. Hal ini sering tidak disadari sebagai manusia.Â
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Dr. Siti Nurbaya Bakar pada Pekan Bumi dan Konsultasi Nasional Lingkungan Hidup (KNLH) 2018, di Lapangan Merdeka Medan, Sumatera Utara, Minggu (22/4/18) mengatakan bahwa untuk bisa menjaga bumi dengan baik, salah satu syarat yang harus dilakukan adalah membersihkannya dari sampah.Â
Benar dan sangat sepakat dengan Ibu Menteri LHK. Maka sangat dibutuhkan keseriusan dalam mengelola dan mengolah sampah. Jangan biarkan bumi menerima sampah secara langsung. Ingat bahwa sampah dihasilkan oleh manusia. Sementara manusia mengambil manfaat dari bumi untuk ahirnya dijadikan sampah pula.Â
Manusia sungguh hina dan celaka bila membiarkan atau mencampakkan (baca: membuang) sampah itu ke bumi secara langsung tanpa mengelolanya terlebih dahulu.Â
Kenapa sampah bervariasi masa terurainya di Bumi. Karena disana tersimpan makna pembelajaran dan manfaat bagi manusia. Demi masa, manusia diminta berfikir oleh Maha Pencipta. Sebuah tanda zaman untuk diketahui agar manfaat.Â
Bila manusia gunakan akal dan baca kondisi itu, pasti "masa terurai plastik" dll tersebut, tidak dijadikan alasan pembenar untuk menolak kehadirannya. Tapi justru dijadikan sebuah peluang untuk mengetahui manfaat barang tersebut setelah jadi sampah. Artinya, ada manfaat "bahan baku" pada produk "daur ulang" berikutnya.
Sampah merupakan ciptaan Allah Swt yang di produksi melalui manusia. Sangat jelas Tuhan Ymk, masih menyimpan manfaat dalam sampah itu untuk manusia sendiri, agar manusia itu berpikir dan beriman.Â
Maka sebagai manusia yang bijak, berilmu dan beragama, tentu harus memahami bahwa bumi ini akan menangis bila dibenturkan dengan sampah secara langsung sebelum dikelola atau daur ulang. Stop berpikir parsial dalam sikapi sampah plastik. Hanya orang yang tidak berakal sehat melarang penggunaan plastik.
Bumi dan Sampah Berproses
Karena Tuhan Ymk sudah melengkapi manusia dengan akal untuk hidup dan berkehidupan di muka bumi ciptaannya. Maka tidak ada kata untuk sampah, selain harus dikelola sebelum dikembalikan ke bumi. Justru itu barulah disebut ramah lingkungan secara obyektif.Â
Sungguh celakalah wahai manusia sebagai penghasil sampah. Bila masih berpikiran sempit dalam memandang sampah sebagai masalah. Karena sangat jelas bahwa manusia hidup diatas bumi dari hasil dalam perut bumi itu yang selanjutnya dijadikan sampah.Â
Sungguh hinalah manusia bila subyektif menyalahkan plastik, berarti tidak memahami peradaban. Tapi anehnya secara nyata mengambil manfaat dengan segala bentuk konsfirasi diatas solusi kebohongan. Maka pasti tidak akan menemukan solusi. Selain hanya berputar pada sumbu kemunafikan dan keserakahan sebagai khalifah (baca: penguasa dan pengusaha).Â
Bumi sendiri menolak sampah itu sebelum manusia memanfaatkan akal dan rasanya untuk mengelola dan mengolah sampah. Itulah makna sebuah kehidupan diatas bumi yang membutuhkan proses.Â
Pada proses itulah bermakna ramah lingkungan, karena manusia tidak boleh membiarkan sampah menyentuh bumi sebelum dikembalikan kepada unsurnya atau pada hakekat keberadaannya.Â
Mari bersama jaga bumi dan jaga Indonesia dari manusia sampah yang hidup diatas kebohongan mengelola sampah untuk memetik keuntungan pribadi dan kelompoknya. Hentikanlah membohongi bumi.Â
Perlu diketahui bahwa bencana sampah, kemarau, gempa, banjir, tzunami dan lainnya merupakan bala tentara Allah Swt. Setiap saat "bala tentara" itu akan turun untuk menjaga bumiNya dan tentu pula menjaga manusia ciptaanNya yang terdzalimi oleh oknum penguasa dan pesngusaha serakah. Nikmati dan fahami makna bencana yang diturunkan Allah Swt.
Mari sambut hari bumi dengan berlaku jujur pada sampah dan bumiNya itu sendiri. Semoga tidak hanya seremoni setiap perayaan-perayaan. Karena begitu banyaknya gerakan seremoni atas nama penyelamatan bumi atau lingkungan. Tanpa ada solusi bijak dan berkeadilan.
Hentikan bohongi rakyat dengan cara mengkambing-hitamkan plastik. Plastik bukanlah masalah, plastik sebuah kebutuhan dalam peradaban modern. Masalah sesungguhnya adalah ketidakjujuran pengelolanya sendiri. Mari sadari kekeliruan yang terjadi. Ingat, rakyat sudah cerdas dan kritis. Tidak ada keselamatan bila bohongi rakyat.
Maka yang pertama dan utama yang harus bersih adalah tukang sapunya (pengelola), untuk keselamatan bumi tempat kita berpijak. Mari nikmati sisi positif dari sampah dengan cara bermartabat, konsistensi dan kejujuran demi menyelamatkan bumi yang kita tempati bersama.
Selamat Hari Bumi 22 April 2019 !!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H