Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyasar Dana Insentif Daerah Pengelolaan Sampah Plastik

20 April 2019   17:31 Diperbarui: 20 April 2019   17:44 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Lokasi TPA Tamangapa Kota Makassar kurang 6 meter dari pemukiman. Sesungguhnya Makassar tidak layak diberi apresiasi DID. Sumber: Pribadi 

Keempat: TPA/TPST harus ber SNI TPA No. 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah dan pemda tidak boleh mengelola secara open dumping (hampir semua TPA di Indonesia melanggar UUPS karena masih lakukan open dumping, harusnya stop sejak 2013). Cermin pengelolaan sampah yang baik oleh pemda, dapat dilihat dari kesuksesan mengelola TPA/TPST. Sebagai penyanggah usaha daur ulang di sumber timbulan sampah.

Kelima: Pemberian kompensasi (baca: insentif) sangat jelas diberikan kepada orang atau kelompok yang mengolah atau memilah sampah untuk daur ulang. Bukan yang melarang menggunakan produk plastik. Nomenklatur ini harus dipahami dengan jernih dan bijak tentang pemberian insentif kepada yang memilah sampah.

Keenam: Pemberian insentif diserahkan langsung kepada rekening masing-masing pengelola bank sampah dan tembusan atau pengawasannya diberikan pada desa/kelurahan, camat dan bupati/walikota. Bukan melalui rekening Kas Daerah. DID diduga akan raib dan ditelikung bila tidak langsung pada sasaran.

Ketujuh: Pemda tidak boleh monopoli dalam pengelolaan sampah yang berorientasi pada TPA/TPST dan Bank Sampah Induk (BSI). Hal ini yang merusak semangat masyarakat dalam memilah sampah. Momentum ini diduga dijadikan kesempatan terjadinya permainan atau penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan sampah. Oknum birokrasi ikut berbisnis sampah. Praktek ini terjadi pada pengelolaan BSI oleh oknum penguasa dan pengusaha.

Kedelapan: Dalam menentukan penerima DID pengelolaan sampah, Kemenkeu harus melibatkan lintas menteri, asosiasi serta lembaga swadaya dan pers. 

Kesembilan: Cukai kantong plastik (CKP) harap dihentikan wacananya. Diduga keras awal dari rencana CKP ini datang dari oknum di KLHK karena ingin menutup kegagalan kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) pada tahun 2016 melalui kebijakan Menteri KLHK dan Surat Edaran Dirjen PSLB3 KLHK. Bukan solusi CKP yang harus diterapkan. CKP ini sangatlah keliru sebagai solusi sampah plastik. 

Kesepuluh: Benahi sekaligus pertanggung-jawabkan dana KPB yang telah dipetik dari rakyat (baca: konsumen) oleh KLHK melalui Aprindo yang disetujui bersama dengan YLKI dan BPKN. Jumlah dana KPB ini tidaklah sedikit sejak awal penarikannya tahun 2016 dan sampai sekarang diberlakukan lagi dengan mengganti nama Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG). DPR dan penegak hukum harus segera menyikapi masalah KPB dan KPTG. 

Paling urgen diketahui oleh Kemenkeu adalah permasalahan sampah Indonesia bukanlah pada sampah plastik yang menjadi pokok masalah. Tapi sesungguhnya sampah organiklah menjadi biang keladi yang menjadi obsesi pemerintah dan pemda untuk memonopoli sampah dengan pengelolaan orientasi TPA/TPST atau pengelolaan yang lebih kecil ke orientasi TPS3R. Operasionalisasi TPS3R sama saja dengan TPA/TPST (sila tinjau lapangan). 

Pengelolaan sampah baik di TPA/TPST dan TPS3R hampir tidak ada yang menunjukkan kebenaran dalam pengelolaannya. Semua bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku. Setiap tahun dan bahkan setiap hari dana operasional dan kompensasi pengelolaan dan pengolahan sampah raib entah kemana. 

Kemenkeu harus stop menambah masalah dengan serampangan memberi apresiasi kepada pemda melalui DID. Semua ini akan menjadi bancakan korupsi baru pada persampahan. Korupsi dipersampahan sudah sangat massif.  Cuma belum terungkap saja, jangan ditambah lagi kesempatannya. Hancur negeri ini karena pengelolaan sampah yang tidak benar. 

Keterangan Video: Penulis dan Tim GIF survey sampah Kantong Plastik di TPA/TPST Piyungan Bantul DI. Yogyakarta (12/04).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun