DID urgent dalam meningkatkan komitmen daerah untuk terus berlomba menjalankan pelayanan dasar terbaik kepada masyarakat sebagai  shareholders  utamanya. Termasuk dalam pengelolaan sampah. Karena apa yang terjadi di masyarakat dalam pengelolaan sampah, sangat jauh dari amanat regulasi persampahan. Maka perlu ada triger bagi daerah dan masyarakat.Â
Apresiasi DID yang tidak profesional, bisa menjadikan pemda lupa akan substansi masalah sampah. Kalau tidak dibenahi dari awal, pemda hanya akan menerbitkan kebijakan "pelarangan produk plastik" untuk mengejar DID. Maka yang harus ditelisik dari awal oleh Kemenkeu dan KLHK adalah kesesuaian UUPS dengan perda yang teraplikasi di lapangan.Â
Apresiasi dari DID ini bukan susbtitusi APBD, tapi hanya insentif yang bersifat sementara. Jangan sampai karena DID, pemda tidak fokus pada pengelolaan sampah - waste manajemen - yang benar. Tapi hanya berlomba mengeluarkan kebijakan pelarangan penggunaan produk berupa kantong plastik, ps-foam dan sedotan plastik, guna mendapatkan DID untuk selanjutnya diperuntukkan pada kelompok tertentu.Â
Pemda harus terlebih dahulu memberi perhatian melalui penganggaran di APBD terhadap pengelolaan sampah yang benar. Termasuk menyiapkan kelembagaan pengelolaan sampah yang benar. Dari kinerja tersebut, barulah pemerintah bisa berikan reward. Jadi pemda harus menunjukkan komitmen terlebih dahulu terhadap penanganan sampah. Komitmen diawali dengan kesiapan perangkat regulasi atau perda sesuai amanat UUPS dan pelibatan masyarakat melalui penguatan kelembagaan pengelola sampah di daerah atau disetiap desa/kelurahan.Â
Kalau Kemenkeu dan KLHK hanya menilai keberhasilan pemda dari kebijakan pelarangan penggunaan produk berbahan plastik. Hal tersebut sangat bertentangan dengan eksistensi DID untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal, penurunan angka kemiskinan dan penurunan angka pengangguran. Karena pelarangan plastik akan merusak struktur dan operasional industri dan perdagangan serta kebutuhan masyarakat.Â
Bila DID diinginkan merubah atau menjadi motivasi daerah agar terjadinya perubahan pengelolaan sampah yang signifikan. Seharusnya DID diserahkan langsung ke desa-desa yang sudah mengikuti arah regulasi persampahan. Karena diduga keras hanya akan menjadi mainan korupsi yang empuk oleh oknum di pemda dan bisa jadi melibatkan oknum elit pemerintah pusat.Â
Solusi DID Dalam Pengelolaan SampahÂ
Saran kepada Menteri Keuangan dan KLHK hal DID pada sub kinerja pengelolaan sampah atau dasar kinerja pada point 11 pada pedoman DID, sebaiknya membuat standar operation prosedure - SOP - tersendiri dalam kinerja pengelolaan sampah dengan mempertimbangkan:Â
Pertama: Apakah pemda sudah memiliki perda atau regulasi lainnya yang berkesesuaian dengan regulasi diatasnya. Perda ini banyak yang timpang dari regulasi sampah. Umumnya perda bersinggungan dan tidak mengejawantah UUPS.Â
Kedua:Â Pemda sudah harus menjalankan Pasal 13, 44 dan 45 UUPS, dengan penekanan pengelolaan sampah di kawasan timbulannya dan rencana penutupan TPA/TPST. Pasal-pasal ini absolut dilaksanakan dalam menghadapi Indonesia darurat sampah.
Ketiga:Â Terbitkan kembali Permendagri No. 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Sampah. Karena dalam permendagri telah diatur mengenai hal insentif dan disinsentif (Pasal 21).Â