Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature

Skenario Pemerintah Melarang Kantong Plastik

29 Desember 2018   02:30 Diperbarui: 29 Desember 2018   02:47 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Penulis Mengamati Sampah Kantong Plastik di TPA Bantargebang. Sumber: Pribadi

Surabaya (29/12). Plastik dimusuhi tapi dibutuhkan setiap saat, plastik ada dimana-mana, termasuk dipakai oleh orang yang melarangnya. Karena plastik adalah anugerah bagi umat manusia. Plastik adalah sebuah keniscayaan dalam peradaban modern dan plastik tidak bisa dihindari.

"Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?" (QS. Ar- Rahman [55] ). Kalimat ini berulang 31 kali Fa-biayyi alaa'iRabbi kuma tukadzdzi ban (Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?) yang terletak di akhir setiap ayat yang menjelaskan karunia Allah yang diberikan untuk manusia.

Sungguh  mengherankan beberapa negara, termasuk Indonesia telah mengeluarkan kebijakan "Larangan Penggunaan Plastik" demi atas nama "katanya" untuk "Penyelamatan Lingkungan". Negara-negara ini sebenarnya mau mengganti dengan bahan apa plastik itu ? Indonesia sesungguhnya tidak perlu risau dan serta merta mengadopsi luar negeri melarang penggunaan kantong plastik. Indonesia punya regulasi untuk pedoman pengelolaan sampah. Hanya perlu penegakan regulasi oleh semua pihak dalam tata kelola sampah, khususnya birokrasi itu sendiri yang nampak tidak mengindahkan regulasi yang dibuatnya sendiri.

Secara global tercatat sudah ada 17 negara dan kota yang memiliki kebijakan larangan penggunaan plastik. Yakni Kenya (Afrika), Vanuatu (Afrika), Inggris, Taiwan, Zimbabwe, Montreal (Kanada), Malibu (AS), Seatle (AS), Australia, Kanada, Humberg (Jerman), Prancis, New Delhi (India), Moroko, Rwanda, New York AS) dan Indonesia. Beberapa kota di Indonesia mulai mengeluarkan kebijakan keliru serta sesat jalan dalam antisipasi sampah dan khususnya sampah plastik. Pemahaman yang sesat dalam antisipasi sampah plastik.

Pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) hanya berpikir sederhana dan instan alias masa bodoh dalam antisipasi sampah plastik, karena cukup dengan "melarang" menggunakannya saja. Tanpa berpikir panjang atas resiko-resiko yang akan timbul atas akibat pelarangan produksi dan penggunaan kantong plastik dan sedotan plastik. Semua akan berakibat pada melemahnya investasi, produksi, pemutusan hubungan kerja (PHK) dll.

Skenario Kebijakan

Sungguh terbaca kebijakan pelarangan atau pengurangan kantong plastik dan sedotan plastik ini, khususnya di Indonesia, lebih karena diduga keras hanya untuk menutupi masalah kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) yang gagal di tahun 2016. Maka muncullah varian-varian solusi oleh pemerintah pusat, namun sepertinya menuai kegagalan. Lalu putar haluan menyasar ke daerah dengan mengendorse walikota untuk menerbitkan Peraturan Walikota (Perwali) Larangan Penggunaan Kantong Plastik. Itupun pemda melarang dan diminta mengganti kantong yang tidak ada atau belum disiapkan oleh toko ritel yang bersangkutan.

Sangatlah prematur perwali-perwali yang sudah diberlakukan itu. Maka pantaslah kiranya Menteri Dalam Negeri mencabut perwali-perwali tersebut, sebelum terjadi gugatan oleh industri, masyarakat atau toko ritel yang nyata tidak bisa menyiapkan kantong pengganti yang diklaim ramah lingkungan itu. Karena tidak ada kantong plastik yang bebas dari mikroplastik artinya tidak ada kantong plastik ramah lingkungan.

Skenario "perwali" ini diduga dimulai di Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan dalam sebuah Lokakarya "Strategi Pemerintah Daerah Dalam Pengurangan Sampah Kantong Plastik" yang dilaksanakan oleh Direktorat Pengelolaan Sampah Dirjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada bulan April tahun 2018.

Beralih Ke Pasar Tradisional

Isu plastik yang terus dan terus digemakan dari kubu oknum "penguasa dan mitra setianya" selama lebih dua tahun carut marut "plastik" ini dan juga tidak punya awal dan ujung yang pasti. Artinya tanpa perencanaan dan strategi yang matang, tiba masa tiba akal (management of crisis). Terbaca dan tergambar melabrak perundang-undangan persampahan yang berlaku.

Larangan penggunaan plastik ini mungkin merupakan "Tanda Zaman" dari Tuhan YMK untuk mengarahkan masyarakat (baca: hambaNya) untuk beralih ke Pasar Tradisional atau Kedai Tetangga untuk belanja kebutuhan pokok dan meninggalkan toko modern alias ritel yang tidak lagi menyiapkan kantong (plastik) kepada pembelinya. Seakan memaksa pembeli untuk membeli tas yang khusus diperdagangkan di toko modern tersebut.

Penyiapan kantong belanja ini merupakan kewajiban penjual untuk memberikan secara gratis kepada pembeli. Hal ini telah diatur dalam hukum jual-beli dalam KUH Perdata. Dalam masa perdana pemberlakuan larangan penggunaan kantong plastik, ada beberapa toko ritel menyiapkan kardus sebagai pengganti kantong plastik. Inipun kardus jelas tidak bisa disiapkan secara berkelanjutan.

Tapi sangat jelas, kardus ini tidak akan bertahan lama, karena kardus selain mahal untuk pengganti kantong plastik, juga sangat mudah dijual. Kardus ini merupakan sebuah bisnis "sampingan" para pegawai toko modern. Pastilah mereka sangat terganggu pula dengan kebijakan ini, lagi-lagi terjadi resistensi internal. Hanya kantong plastik konvensional yang mampu disiapkan secara terus menerus oleh ritel atau pedagang, karena disamping murah juga mudah mendapatkannya.

Pembohongan Publik vs Hukuman Sosial.

Dapat diduga larangan penggunaan kantong plastik, yang tentu akan merugikan konsumen. Tapi sangatlah lucu bahwa judul peraturan walikota adalah pengurangan. Namun bila ditelusuri substansi pasal demi pasal, maka akan ketemu prasa "larangan". Atau makna "melarang" karena ritel atau pedagang disuruh mengganti kantongnya. Bukankah ini merupakan pembodohan alias terjadi kebohongan publik yang dilakukan oleh pemerintah dan pemda ???

Karena penguasa sepertinya kehabisan akal dalam menciptakan sebuah solusi sampah agar tata kelola sampah atau waste manajemen dapat segera berjalan dengan baik. Jalan terbaik yang mungkin bisa segera dilakukan adalah memberi hukuman sosial yang bisa diberlakukan secara parsial atau kelompok masyarakat sebagai bukti perlawanan rakyat bila pemerintah dan pemda tetap ngotot mempertahankan larangan penggunaan plastik tersebut. Tinggalkan saja toko ritel atau penjual yang tidak menyiapkan "kantong plastik kemasan". Sebagai rakyat yang didzalimi, mungkin hanya itu yang bisa dilakukan. Sebagai wujud nyata "protes" pada pemerintah yang sewenang-wenang.

GIF (Tab Hotel Darmo) Surabaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun