Larangan penggunaan plastik ini mungkin merupakan "Tanda Zaman" dari Tuhan YMK untuk mengarahkan masyarakat (baca: hambaNya) untuk beralih ke Pasar Tradisional atau Kedai Tetangga untuk belanja kebutuhan pokok dan meninggalkan toko modern alias ritel yang tidak lagi menyiapkan kantong (plastik) kepada pembelinya. Seakan memaksa pembeli untuk membeli tas yang khusus diperdagangkan di toko modern tersebut.
Penyiapan kantong belanja ini merupakan kewajiban penjual untuk memberikan secara gratis kepada pembeli. Hal ini telah diatur dalam hukum jual-beli dalam KUH Perdata. Dalam masa perdana pemberlakuan larangan penggunaan kantong plastik, ada beberapa toko ritel menyiapkan kardus sebagai pengganti kantong plastik. Inipun kardus jelas tidak bisa disiapkan secara berkelanjutan.
Tapi sangat jelas, kardus ini tidak akan bertahan lama, karena kardus selain mahal untuk pengganti kantong plastik, juga sangat mudah dijual. Kardus ini merupakan sebuah bisnis "sampingan" para pegawai toko modern. Pastilah mereka sangat terganggu pula dengan kebijakan ini, lagi-lagi terjadi resistensi internal. Hanya kantong plastik konvensional yang mampu disiapkan secara terus menerus oleh ritel atau pedagang, karena disamping murah juga mudah mendapatkannya.
Pembohongan Publik vs Hukuman Sosial.
Dapat diduga larangan penggunaan kantong plastik, yang tentu akan merugikan konsumen. Tapi sangatlah lucu bahwa judul peraturan walikota adalah pengurangan. Namun bila ditelusuri substansi pasal demi pasal, maka akan ketemu prasa "larangan". Atau makna "melarang" karena ritel atau pedagang disuruh mengganti kantongnya. Bukankah ini merupakan pembodohan alias terjadi kebohongan publik yang dilakukan oleh pemerintah dan pemda ???
Karena penguasa sepertinya kehabisan akal dalam menciptakan sebuah solusi sampah agar tata kelola sampah atau waste manajemen dapat segera berjalan dengan baik. Jalan terbaik yang mungkin bisa segera dilakukan adalah memberi hukuman sosial yang bisa diberlakukan secara parsial atau kelompok masyarakat sebagai bukti perlawanan rakyat bila pemerintah dan pemda tetap ngotot mempertahankan larangan penggunaan plastik tersebut. Tinggalkan saja toko ritel atau penjual yang tidak menyiapkan "kantong plastik kemasan". Sebagai rakyat yang didzalimi, mungkin hanya itu yang bisa dilakukan. Sebagai wujud nyata "protes" pada pemerintah yang sewenang-wenang.
GIF (Tab Hotel Darmo) Surabaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H