Jenis plastik konvensional ini murah dan terjangkau harganya dan pula masih bernilai ekonomis setelah jadi sampah karena akan menjadi bahan baku industri daur ulang yang tersebar di seluruh Indonesia.
Bagaimana Solusi Sampah ?
Marilah berhenti beramah tamah atau bercengkrama dengan sikap "pembenaran" dan segera hijrah kepada "kebenaran". Percuma melakukan atau menciptakan skenario strategi pembenaran yang berpotensi merampok uang rakyat. Waktu tergerus lebih kurang tiga tahun hanya "ramah tamah" dalam sebuah pertemuan, seminar, FGF dll tanpa solusi kebenaran yang pasti.Â
Memaksa sebuah pembenaran yang bertajuk "ramah lingkungan" padahal hanya ramah tamah diatas meja dan dibelakang layar demi bermaksud memenuhi syahwat materi yang semu itu. Ingat rakyat dan bangsa ini berbenah ke arah yang lebih baik, janganlah menambah beban yang semakin berat ditengah himpitan (daya beli melemah) terhadap ekonomi rakyat dan bangsa ini.
Hentikanlah mencari celah untuk memaksa "monopoli" produk kantong plastik Biodegradable dan Oxodegradable, sebelum kerugian besar terjadi. Sesungguhnya semua ini tidak ramah lingkungan, kenapa:
- Biodegradable tidak ramah lingkungan dari sudut ekonomi (bahan baku) dan kantong plastiknya mahal serta tidak layak dipakai di pasar tradisional atau pasar basah. Tentu akan merugikan masyarakat sebagai konsumennya. Inipun katanya masih mengandung mikroplastik.Â
- Oxodegradable juga tidak ramah lingkungan karena mengandung unsur mikroplastik sebagaimana kantong plastik biasa alias konvensional. Juga terlebih plastik Oxodegradable ini tidak umum dibutuhkan oleh industri daur ulang. Malah jenis plastik Oxodegradable ini akan menjadi sampah di TPA karena pemulung tidak akan mengambilnya karena tidak laku di pelapak dan industri daur ulang. Bila Oxodegradable ini hendak dipergunakan, sebaikmya pihak produsennya dalam mengamankan sampahnya harus berkomitmen untuk menarik kembali sampah produksinya yang berahir di TPA.
Solusi Ramah Lingkungan
Kepada birokrasi, cerdik cendikia, pengusaha bahwa mari kita memberi pemahaman, pencerahan atau sosialisasi dan edukasi di masyarakat dan dunia industri dengan benar dan jujur demi tumbuh kembangnya perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Ramah lingkungan dalam urusan sampah itu sesungguhnya adalah model "circular economy" bukan model "linear economy". Circular Economy atau ekonomi melingkar ini titik starnya atau hulunya berada pada Pasal 13 dan Pasal 45 UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.Â
Sebagai penunjang pelaksanaan circular economy adalah laksanakan dengan baik PP. 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, Permendagri No. 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Sampah (Penulis sudah menyurat kepada Presiden Jokowi untuk menerbitkan kembali regulasi ini setelah dicabut pada tahun 2016), Permen LH No. 13 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce , Reuse dan Recycle melalui Bank Sampah, Permen PU No. 3 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, Perpres No. 97 Tahun 2017 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga dan terbitkan atau revisi peraturan daerah (provinsi, kabupaten dan kota) lalu arahkan penerbitan peraturan desa atau kelurahan tentang pengelolaan sampah, agar desa dan kelurahan memiliki kekuatan untuk berbuat dan bertanggungjawab.Â
Tunjukkan hak desa dan masyarakat dalam tata kelola sampah atau waste management ini. Masalah sampah di Indonesia bukan soal teknologi tapi lebih kepada waste management yang tidak benar.Â