Jogja (23/12) Judul dan substansi artikel ini terinspirasi dari komentar Sahabat Om Willy Tandiyo Pembina Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) pada WAG Manajemen Plastik yaitu "Kantong Plastik Ramah Lingkungan lebih kearah compostable bags. Sedang satunya lagi saya sebut kantong Plastik Ramah Tamah, sering membonceng istilah "Ramah Lingkungan" dan menyesatkan publik karena non compostable. Sama halnya dengan istilah "Circular Economy" dibiaskan dengan "Circular" saja, Economynya diabaikan. Para Pendupin khususnya harus mawas dengan hal ini untuk melindungi stream DUP agar proses Circular Economy berjalan dengan baik" demikian Willy Tandiyo.Â
WAG Manajemen Plastik tersebut banyak dihuni oleh elit birokrasi lintas kementerian, lintas asosiasi, LSM/NGO, praktisi daur ulang sampah, pengelola bank sampah, akademisi dan para penggiat serta pemerhati sampah di Indonesia.
Sebelum Om Willy mengomentari hal ini, Sahabat Saut Marpaung, mantan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Daur Ulang Plastik Indonesia (APDUPI) yang saat ini membentuk dan memimpin Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) menshare link berita dari Kompas.Com dengan judul Pemkot Bekasi Kurangi Plastik: Siapkan Aturan hingga Kantong Belanja Ramah Lingkungan (19 Desember 2018)
Meluruskan Paradigma Stakeholder
Perlu diketahui bahwa dalam mengurai atau menyelesaikan masalah sampah, janganlah "produk" atau barang itu (baca: Kantong Plastik) yang dijadikan sasaran utama pembahasan solusi.Â
Karena akan repot sendiri ahirnya dan pasti menjadi lingkaran setan. Jadi produk barang yang tersisa (Baca: Sampah) yang menjadi pokok pikiran dan bahasan untuk menemukenali masalah dan solusinya.
Termasuk pelaku industri, pedagang ritel toko modern dan terlebih masyarakat pengguna produk berbahan plastik utamanya kantong plastik, botol plastik dan sedotan plastik perlu waspada dengan tidak menelan bulat-bulat kebijakan yang selama ini dikeluarkan oleh pemerintah dan pemda yang dengan gencar mengkampanyekan untuk dikurangi sampai kepada kebijakan pelarangan penggunaannya.
Bahkan tidak segan-segan dan jelas tanpa pikir panjang, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berencana mengeluarkan peraturan gubernur untuk memberlakukan denda puluhan juta rupiah kepada pemakai dan produsen kantong plastik. Kebijakan ini sangat bombastis.Â
Seharusnya Jakarta sebagai ibukota negara (panutan) perlu matangkan pikiran yang berbasis perundang-undangan yang komprehensif sebelum mengambil kebijakan.Â
Karena sangat jelas kebijakan pemerintah dan pemda ini melarang plastik konvensional dan mengarahkan plastik ramah lingkungan itu keliru besar dan diduga berpihak pada produk perusahaan tertentu.Â
Bisa merepotkan pemerintah dan pemda serta toko ritel dalam memenuhi kewajibannya dalam proses transaksi jual-beli untuk menyerahkan barang dagangannya kepada pembeli secara sempurna dengan membungkusnya pakai kantong, hal ini telah diatur dalam Pasal 612 KUH Perdata.