Asrul "Permen LH No. 13 Tahun 2012, pada Pasal 8 disebutkan kelembagaan bank sampah dapat berbentuk: a. koperasi; atau b. yayasan. Pasal ini bisa bias dan membingungkan masyarakat pengelola dan calon pengelola bank sampah bila tidak ditelaah secara sosial dan ekonomi (social entrepreneurship atau kewirausahaan sosial) dengan berdasar karakteristik terhadap sifat bahan baku sampah yang dikelolanya"
Kegiatan Bersifat Sosial
Pengembangan bank sampah yang merupakan kegiatan bersifat social engineering yang mengajarkan masyarakat untuk memilah sampah serta menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah secara bijak, harus terus dilakukan dengan inovasi terus menerus dan pada gilirannya akan mengurangi sampah yang diangkut ke Tempat Pembuangan sampah Ahir (TPA).Â
Juga sangat jelas dalam Pasal 13 dan Pasal 45 UUPS ditekankan dengan "wajib mengelola sampah" di sumber timbulannya. Prasa "wajib" ini berimplikasi pidana atau masyarakat berpotensi menggugat pemerintah atau pemda ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT. TUN) Â bila tidak melaksanakan Pasal 13 dan Pasal 45 tersebut.Â
Pelaksanaan pasal ini pula akan mengurangi biaya pengelolaan sampah dari dana APBN/D karena pemilik kawasan yang akan mengelola sendiri sampahnya dengan membentuk bank sampah di sumber timbulan tersebut. Juga sekaligus akan menciptakan lapangan kerja baru serta menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD) baru dari sektor persampahan. Kondisi ini menjadi paradox dari apa yang dilakukan pemerintah dan pemda saat ini dalam mengelola sampah yang menggerus dana rakyat setiap hari tanpa disadari.
Bank sampah dalam eksistensinya sebagai motor penggerak kebersihan dan lingkungan di masyarakat maka bank sampah selayaknya berbadan hukum yayasan (nir laba).Â
Agar dengan mudah mendapat fasilitas prasarana dan sarana persampahan termasuk biaya operasional secara permanen atau berkelanjutan, baik dari pemerintah dan pemda, juga dari perusahaan Corporate Social Responsibility (CSR), hibah atau bentuk sumbangan lainnya yang tidak mengikat ataupun nantinya dari dana Extanded Produser Responsibility (EPR) yang akan berlaku efektif tahun 2022. Pada masa EPR ini, bank sampah sangat berfungsi menjadi mitra pemerintah dan pemda dalam mengawal tertibnya pelaksanaan EPR secara efektif dan efisien.
Kegiatan Ekonomi Kreatif
Sehubungan bank sampah mempunyai kegiatan kreatifitas bernilai ekonomi dalam aktifitasnya yang mutlak berbasis kemitraan (sekaitan bahan baku yang spesifik dan unik), dimana jenis sampah sangatlah beragam dan tidak stabil artinya sampah bersifat labil.Â
Ketidakktabilan bahan baku sampah ini, tentulah sangat mempengaruhi produk kreatifitas yang berimplikasi pada pemenuhan bahan baku produksi dan pemasaran, maka bank sampah membutuhkan sebuah wadah atau lembaga ekonomi yang bisa mensinergikan antar bank sampah dalam wilayahnya untuk memudahkan perolehan bahan baku produksi dan pemasaran.
Maka sebuah keniscayaan bank sampah harus memiliki payung usaha yang bukan merupakan lembaga hukum ekonomi (profit oriented) tersendiri karena lebih utama bergerak sebagai usaha nir laba atau non profit oriented (yayasan). Dalam asfek ekonomi, walau bank sampah berbadan hukum ekonomi atau profit oriented secara tunggal, juga tidak akan mampu bertahan dan berkembang secara berkelanjutan bila tidak melakukan kerjasama permanen antar bank sampah atau masyarakat secara umum sebagai produsen sampah.