"Kegagalan utama dalam Program 1000 Desa Organik dan Subsidi Pupuk Organik karena tidak memberdayakan sampah organik yang berlimpah. Kementerian Pertanian keliru memahami hakekat dan proses produksi pupuk organik itu sendiri yang berbahan baku utama dari sampah" Asrul Hoesein (Direktur Green Indonesia Foundation) Jakarta.
Hambatan Desa Organik
Beberapa alasan klasik oleh Kementerian Pertanian dalam mewujudkan program Desa Organik yang ahirnya terkendala antara lain terbatasnya anggaran yang dialokasikan, pembagian pelaksanaan program 1000 desa organik ini tersebar di beberapa ditjen, masyarakat desa belum siap menghadapi program atau kesulitan menemukan petani yang mau dibina sebagai petani organik.
Sebagaimana pantauan Green Indonesia Foundation, bahwa kegagalan Kementerian Pertanian lebih disebabkan karena:
- Pemahaman kehidupan organik sendiri oleh pelaksana program tidak sama dalam memandang dan memahami substansi nawacita yang tidak saja secara substansif berhubungan langsung dengan tanaman organik, tapi seharusnya di mulai dari kehidupan masyarakat desa yang seharusnya dikawal atau berorientasi pada kehidupan berkelanjutan atau kehidupan natural yang mengarah pada efisiensi.
- Kementerian Pertanian sangat egosentris dalam melaksanakan program, tidak melibatkan lintas kementerian terkait. Misalnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Koperasi/UKM, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Perindustrian dll. Ahirnya pelaksanaannya sangat parsil atau orientasi proyek bukan orientasi program yang komprehensif.
- Dalam mengolah pertanian atau perkebunan organik, langsung menitikberatkan pada penanaman dan bukan pada pembenahan tanah yang sudah kehilangan unsur hara akibat pengaruh pupuk kimia yang berlebihan. Jadi apa yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian layaknya seperti program Kebun Sekolah saja.
- Dalam penyiapan pupuk organik kompos, itu lebih pada mengandalkan bahan baku utama pada kotoran hewan (kohe), pendapat yang keliru selama ini dengan bahan baku utama pembuatan pupuk organik adalah kohe. Tidak menyentuh secara signifikan sampah atau limbah pertanian. Padahal sampah sebagai bahan baku utama dalam memproduksi pupuk organik kompos dan granular.
"Pembinaan pertanian organik dilaksanakan untuk 150 desa pada 23 provinsi, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Sumatera Barat, Jambi, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat"
Kementerian Pertanian sangatlah tidak memahami hakekat dan makna arah program Desa Organik yang dicanangkan oleh Jokowi-JK tersebut. Konon katanya dana yang telah dialokasikan kepada daerah malah dikembalikan ke pusat, hal itu dikarenakan belum semua pelaku produsen baik petani hingga rantai konsumen belum teredukasi dengan produk organik.
Sungguh miris mendengar dan menyaksikan keadaan ini. Hanya menghabiskan uang rakyat tanpa manfaat yang berkelanjutan bagi masa depan pertanian organik  dan kesejahteraan rakyat Indonesia, sebagaimana tujuan mulia program Nawacita tersebut.Â
Mereka hanya membawa program Desa Organik tersebut sebagai tujuan proyek jangka pendek atau proyek lima tahunan belaka. Tidak berpikir bahwa 1000 desa organik ini merupakan pilot project untuk direplikasi pada tahun-tahun berikutnya.
Rekomendasi untuk Pemerintah:
Kementerian Pertanian harus keluar dari paradigma lama untuk mewujudkan:Â
- Program 1000 Desa Organik hingga tahun 2019, dan tambahan 1.000 lagi hingga tahun 2024.
- Memenuhi target supplier Subsidi Pupuk Organik, yang dari masa ke masa tidak pernah tercapai termasuk produksinya tidak bermutu, karena produsennya diduga tidak punya kompetensi. Akibatnya paradigma petani terhadap pupuk organik sangat jelek.
- Perkuat kerjasama lintas menteri, khususnya antara Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Koperasi dan UKM. Buat MoU atau SKB lintas menteri terkait. Biar masalah "desa organik" di tanggung bersama, termasuk perusahaan CSR dan para ahli di bidangnya. Pemerintah harus buka diri dan jangan alergi dengan kritik dan masukan. Indonesia negara besar harus dibangun dengan kebersamaan.
Program aksi pada point 1 dan 2 diatas saling terkait, maka disarankan kepada pemerintah (Presiden dan DPR) untuk segera mencabut subsidi pupuk organik dengan konversi ke prasarana dan sarana instalasi pengolahan sampah organik (IPSO) berbasis komunal bekerja sama antara kelompok tani dan kelompok bank sampah.Â