Jawaban tersebut, maaf disimpulkan disini (maaf), sebagai berikut;
- Umumnya pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota belum merevisi perda sampah yang bercermin pada regulasi yang ada. Ada pula daerah yang belum memiliki perda. Ini sangat keterlaluan. Lucunya diikutkan pula prnilaian Adipura. Diduga ada unsur pembiaran oleh oknum pemerintah terhadap pemda untuk "sengaja" melanggengkan tradisi atau paradigma lama dalam kelola sampah (angkut sampah ke TPA). Karena banyak fulus di transportasi dan proyek "mangkrak" di TPA.
- Oknum SKPD sengaja tidak jalankan regulasi agar tetap pengelolaan full berada pada mereka "dari dan oleh" di pemerintah (monopoli). Mestinya pemerintah hanya sebagai regulator dan fasilitator dan masyarakat dan pengusaha sebagai pengelola (eksekutor) utama.
- Umumnya menteri, gubernur, bupati dan walikota tidak membaca atau tidak mengetahui dan memahami sama sekali regulasi sampah dan hanya menerima info tidak valid dari staf atau SKPDnya (berita ABS atau AIS). Juga tanpa evaluasi.
- Kantor Staf Presiden (KSP) atau staf ahli presiden dan wakil presiden bidang lingkungan tidak menganalisa dan monitoring evaluasi (monev) akan kondisi atau kinerja kementerian yang membidangi persampahan dan lingkungan ini.
- Para aktifis, pemerhati atau penggiat persampahan dan lingkungan di Indonesia termasuk person yang berjubah ormas  dan/atau LSM serta perusahaan yang mendampingi atau bermitra pemerintah dan pemda hanya ABS atau AIS saja dan sangat menikmati "job" yang diterimanya. Sepertinya takut melawan arus atau menjadi korektif atas kebijakan yang ada, mungkin agar mereka tetap mendapat forsi atau gula-gula pemanis (order atau proyek atau job lainnya) dari pemerintah dan pemda.
Dengan prinsip "mau korupsi atau tidak terserah", EGP saja, yang penting gue dapat pekerjaan... hehehe. Benar-benar Anda pela*** sampah. Kondisi tersebut lebih diperparah dengan memilih cara menjauh dari orang yang kritis, jadi Anda semua terbaca, sangat jelas karakter ini. Tidak sadar bahwa mereka masuk bagian dari konsfirasi korupsi (KKN). Ikut bersama-sama (Baca: UU. Tipikor). - Pers, LSM/NGO dan Penegak hukum juga belum menangkap benar modus dibalik permasalahan sampah. Suatu waktu mereka faham dan pasti terbongkar atau dibongkar pula permainan ini (sering saya katakan bhw "Ada Bom Waktu" yang akan meledak setiap saat)
- Publik juga mudah terkecoh oleh oknum SKPD, karena tidak memahami haknya yg ada dalam regulasi sampah. Itupun kalau ada segelintir yang mengerti juga "Tidak Peduli" dan ada juga yg mungkin segan atau takut koreksi atau kritisi oknum pemerintah.
- Hampir seluruh komponen (stakeholder) menganggap bahwa dana persampahan itu kecil. Padahal dana sampah merupakan dana terbesar dari seluruh dana yang ada disemua SKPD (sampah tidak mengenal hari minggu atau hari raya), setiap hari dana rakyat dikeluarkan untuk pembiayaan sektor sampah.
- Publik pula banyak terkecoh dibalik gencarnya SKPD dalam aktifitas "Bersih Lingkungan atau Pungut Sampah", seakan pekerjaannya sudah benar (ini dapat diduga bahwa SKPD tersebut bersembunyi dibalik dana besar tsb).
- Pemerintah dan Pemda mengabaikan teknologi anak bangsa. Karena diduga angka-angkanya susah dipermainkan dan sedikit saja. Juga lebih parah, oknum suka study banding ke luar negeri. Makanya pilihannya, teknologi luar negeri yang menjadi sasaran empuk.
Tapi sampai kapan Anda bersandiwara ?
Untuk melengkapi jawaban diatas, silakan kunjungi Link dibawah ini.
Berita Terkait
- Menyingkap Tabir Regulasi Saampah Indonesia.
- Harus Goverment Green-Entrepreneurship dalam Sikapi Masalah Sampah Indonesia.
- [Sampah] Surat Terbuka untuk Presiden Jokowi.
- Aneh Menteri Pertanian Tidak Dilibatkan Dalam Jaktranas Sampah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H