Kendala dan Solusi BBM Satu Harga Nasional
- Terdapat wilayah yang belum ada lembaga penyalur khususnya di daerah terpencil/daerah Terluar Terdepan Tertinggal (3T).
- Infrastruktur Jalan Darat yang tidak memadai untuk pengiriman BBM sehingga harus menggunakan armada angkutan laut/udara.
- Belum ekonomis untuk dibangun lembaga penyalur karena volume yang kecil.
Solusi yang harus segera diatasi adalah:
- Bangun lembaga Penyalur di wilayah yang belum terdapat penyalur BBM.
- Meningkatkan kapasitas storage lembaga penyalur di wilayah terpencil.
- Pemerintah perlu mempercepat pembangunan infrastruktur darat dan laut atau dermaga
Perlu Undang-undang Dalam Penguatan BBM Satu Harga
Kebijakan BBM satu harga sendiri dilakukan melalui Peraturan Menteri ESDM No.36 Tahun 2016. Dalam Permen ESDM tersebut dinyatakan bahwa program itu berlaku mulai 1 Januari 2017. Saat ini perlu regulasi yang lebih kuat. Peraturan presiden atau peraturan pemerintah perlu diterbitkan untuk lebih menjamin program, bila perlu program BBM Satu Harga dikuatkan melalui sebuah undang-undang, agar menjadi paten dan tidak mudah berubah, seiring perubahan struktur dalam pemerintahan.Â
Tanpa regulasi yang kuat, faktor pembiayaan terutama akan terus menjadi beban Pertamina dan kesinambungan program bisa terganggu suatu saat. Walaupun tidak perlu menambah beban subsidi dari APBN, cukup dengan prinsip bahwa pertamina tidak terlalu dibebankan sebuah keharusan dalam pencapaian laba lebih dari yang didapatkan saat ini, karena adanya beban (peralihan keuntungan nasional) atas program BBM Satu Harga ini, artinya tuntutan kepada Pertamina sebagai badan usaha milik negara (BUMN) yang secara bisnis harus menguntungkan tidak terlalu tersorot dibanding BUMN lainnya.
Untuk mengantisipasi semua ini, cukup pemerintah segera mempercepat pembangunan infrastruktur di wilayah 3T tersebut agar ke depan, beban transportasi logistik BBM bisa dikurangi karena menggunakan armada selain kapal udara.
Energi Baru Terbarukan Segera Mengganti Energi Fosil
Konsep EBT mulai dikenal di dunia pada era 1970-an. Kemunculannya sebagai antitesis terhadap pengembangan dan penggunaan energi berbahan fosil batubara, minyak bumi, dan gas alam serta nuklir. Selain dapat dipulihkan kembali, energi terbarukan diyakini lebih bersih (ramah lingkungan), aman, dan terjangkau masyarakat. Penggunaan energi terbarukan lebih ramah lingkungan karena mampu mengurangi pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan di banding energi non-terbarukan atau energi fosil.
Seiring dengan program BBM Satu Harga, pemerintah perlu serius dan fokus mengembangkan EBT sebagai pengganti energi fosil, EBT tersebut sudah menjadi keharusan agar Indonesia dapat memenuhi kebutuhan energinya sendiri. Tujuannya agar Indonesia mampu bertahan, dan berdaulat. Potensi EBT, seperti angin, surya atau matahari, sampah dan panas bumi sangat berlimpah.