Tata niaga tani Indonesia - Agribisnis - kacau balau, urusan panjang dan Terlalu Panjang (dugaan sengaja diperpanjang agar ada ruang bagi mafia/ kartel/ koruptor). Saya yakin ini akibat "turut campurnya bisnis dalam penyusunan regulasi pangan di DPR dan lintas kementerian terkait" dan diperparah lagi atas kelalaian pemerintah daerah (Bupati/Walikota dan DPRD Kab/Kota) yang hanya menelan mentah regulasi itu. Tanpa menganalisa dan mengejawantah untuk membuat patok "pengaman" untuk kesejahteraan rakyat dan daerahnya. Patok apa itu ? ya... patoknya disebut peraturan daerah "perda". Anda digaji oleh rakyat, tentu untuk melayani rakyat, bukan sebaliknya "mengisap darah rakyat" secara terstruktur.
Yuk Pak Kepala Desa seluruh Indonesia, bergegas untuk berbenah yang inovatif, segera bangun dari tidur yang panjang, jangan terlalu mengharap regulasi diatasnya (undang-undang atau keputusan menteri) undang-undang itu berlaku umum, buat buat peraturan desa "Perdes" sesuai budaya dan kearifan lokal (potensi sumber daya alam) daerah atau wilayah Anda yang tentu berdasar regulasi atau perundang-undangan induk tersebut. Beranilah berbuat, adakan musyawarah desa yang jujur dan terbuka.Â
Saatnya menjaga diri sendiri dengan inovasi. Â Lampauhi Otak dan Kinerja Menteri-Gubernur-Bupati-Walikota dan DPR/D yang juga tidur serta mengabaikan Anda, hanya memikirkan dirinya (Tuh lihat fakta, Al-Quran, Sapi, e-KTP, sampai kepada sampah yang menjadi hak dan kebutuhan rakyat-petani semua di korupsi ramai-ramai, apalagi yang nyelimet hitungannya, seperti benih, pupuk, alsintan, bangunan irigasi, dam, beras dll.Â
Perhatikan apa yang terjadi ahir-ahir ini tentang yang katanya mengganggu "subsidi", itu atas nama lagi Anda "rakyat", yakinlah itu pertikaian tingkat elit atau persaingan bisnis orang-orang besar yang mengatasnamakan rakyat (baca:Petani) dibalik pangan ini juga. Sama juga di daerah, misalnya subsidi pupuk, itu pemerintah dan pemda sudah siapkan anggaran atau biaya ekspedisi (coba rechek di Bupati-DPRD). Tapi apa yang terjadi ? pupuk langka juga dan itupun kalau ada pupuknya, harganya mahal, gila benar permainan sektor pangan ini.
Stop semua pembodohan itu (jangan biarkan birokrat dan pengusaha bersembunyi di balik subsidi). Untuk menyetopnya Anda bisa buat "Perdes tanpa Perda" (dan perlihatkan contoh atau kinerja kepada pemda bahwa Anda mampu mandiri) berbuatlah paradox, bila oknum pemerintah tidak bisa dijadikan panutan. Tentu dengan adanya perdes tersebut, setidaknya pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan pengusaha-pengusaha jahat tidak serta merta mempermainkan produk-produk wilayah Anda untuk meraup keuntungan yang berlimpah (korupsi). Ingat kita harus buat bentengnya sendiri untuk menghindari atau mencegah korupsi yang semakin menjamur di negeri ini.
Bangun Koperasi Tani
Mari bersama memotong rantai Tata Niaga Pangan yang panjang itu dengan bangun Koperasi Tani (Tapi ingat Bukan KUD yang dimiliki orang per orang dengan kolaborasi oknum birokrasi dan pengusaha), Dengan pola keanggotaan koperasi tani yang sangat selektif dan Tidak boleh kamuplase (bohong) dalam memasukkan anggota-pengurus koperasi (harus benar-benar petani dan usaha pendukungnya yang bekerja di wilayah itu), regulasi koperasi ini yang harus ikut serta di revisi bersamaan dengan revisi regulasi pangan (sinergitas Kementerian Pertanian dan Kementerian Koperasi dan UKM serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kementerian Koperasi dan UKM juga, jangan donk tinggal diam menyaksikan ketimpangan atas produk yang dihasilkan petani ini. Itu tujuan adanya koperasi sebagai benteng ekonomi rakyat.
Tata niaga pertanian sering menjadi salah satu titik paling lemah dalam pembangunan pertanian. Bahkan sering menjadi kontribusi negatif terhadap kesejahteraan petani. Seringkali petani harus membayar input tani (pupuk-saprodi) yang terlalu mahal dan/atau menerima harga jual hasil tani yang terlalu murah. Akibatnya Indeks Nilai Tukar Petani (hitung-hitung taninya) cenderung jelek bagi petani itu sendiri. Penyebabnya, antara lain karena rantai tata niaga yang terlalu panjang dan pemain tata niaga eksploitatif yang tentu didukung oleh oknum birokrasi koruptif yang menjadi pemandangan umum di republik ini.
Primer dan Induk Koperasi Tani
Dengan koperasi tani tersebut, diharapkan mampu menggantikan posisi pengusaha yang jahat atau mafia-kartel pangan (benih, pestisida, pupuk, gabah dan beras). Perlu difahami oleh petani dan rakyat bahwa permainan kartel atau mafia itu umumnya di back up sendiri oleh oknum-oknum petinggi birokrasi pusat dan daerah (tidak usah jauh-jauh mencari dimana berada petinggi itu). Kunci semua kejahatan ini dengan bersatu padu sesama petani. Usir jauh-jauh tengkulak yang ada disekitar Anda, Usir birokrat dan pengusaha yang membodohi Anda semua.
Anda bersatu padu seluruh petani Indonesia, membangun Primer Koperasi Tani sabang sampai merauke lalu bentuk Induk Koperasi Tani (tanpa harus ada koperasi sekundernya), buang jauh-jauh koperasi sekunder itu. Sekunder Koperasi (yang ada di provinsi) itu tidak ada manfaat, hanya memberi ruang kepada orang jahat (koruptor) atau setidaknya hanya menambah biaya operasional dan akan berdampak kepada harga jual dst. Ingat perang yang maha dahsyar adalah perang pangan.
#Note
- Perpendek Tata Niaga Pangan.
- Koperasi Tani yang saya maksud diatas, bukanlah model koperasi yang ada saat ini (koperasi saat ini sangat buruk). Tapi benar-benar koperasi yang dimiliki dan dikelola oleh petani sendiri beserta mitra usaha taninya. Bukan hanya di atas namakan. Pekerjakan ahli-ahli pada koperasi itu, petani yang menggaji orang-orang cerdas dan jujur untuk membantu memanage koperasi tani Anda (baik produksi, teknologi maupun pemasaran), termasuk koperasi tani kembangkan home industri.
- Segera tinggalkan pertanian konvensional (pertanian yang mengandalkan pupuk kimia, urea, tsp, kcl dll) dan segera hentikan ketergantungan itu, dan beralih ke pertanian organik (subsidi pupuk kimia dan organik ini juga terlalu banyak dipermainkan di pusat dan daerah, Anda harus ambil alih produksi pupuk organik itu melalui koperasi tani).Â
- Target Menteri Pertanian A.Amran Sulaiman khusus subsidi pupuk organik tidak pernah tercapai yang 1 juta ton/tahun. Kenapa bisa itu Pak Menteri ? Apa Kabar Pupuk Indonesia ?
Intinya saat ini "PETANI JANGAN MAU DI BODOHI DAN DI BOHONGI" Mari kita bangun Indonesia dari Desa dengan karya nyata para petani. Yuk LSM yang ada di daerah, bantu dan dampingi petani menata sektor pangan ini. Lakukan dan jangan jadi penonton yang menjarah barang Anda sendiri, yang tidak disadari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H