Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Stop Rugikan Petani di Balik Subsidi

10 Maret 2019   03:23 Diperbarui: 10 Maret 2019   08:52 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tata niaga tani Indonesia - Agribisnis - kacau balau, urusan panjang dan Terlalu Panjang (dugaan sengaja diperpanjang agar ada ruang bagi mafia/ kartel/ koruptor). Saya yakin ini akibat "turut campurnya bisnis dalam penyusunan regulasi pangan di DPR dan lintas kementerian terkait" dan diperparah lagi atas kelalaian pemerintah daerah (Bupati/Walikota dan DPRD Kab/Kota) yang hanya menelan mentah regulasi itu. Tanpa menganalisa dan mengejawantah untuk membuat patok "pengaman" untuk kesejahteraan rakyat dan daerahnya. Patok apa itu ? ya... patoknya disebut peraturan daerah "perda". Anda digaji oleh rakyat, tentu untuk melayani rakyat, bukan sebaliknya "mengisap darah rakyat" secara terstruktur.

Yuk Pak Kepala Desa seluruh Indonesia, bergegas untuk berbenah yang inovatif, segera bangun dari tidur yang panjang, jangan terlalu mengharap regulasi diatasnya (undang-undang atau keputusan menteri) undang-undang itu berlaku umum, buat buat peraturan desa "Perdes" sesuai budaya dan kearifan lokal (potensi sumber daya alam) daerah atau wilayah Anda yang tentu berdasar regulasi atau perundang-undangan induk tersebut. Beranilah berbuat, adakan musyawarah desa yang jujur dan terbuka. 

Saatnya menjaga diri sendiri dengan inovasi.  Lampauhi Otak dan Kinerja Menteri-Gubernur-Bupati-Walikota dan DPR/D yang juga tidur serta mengabaikan Anda, hanya memikirkan dirinya (Tuh lihat fakta, Al-Quran, Sapi, e-KTP, sampai kepada sampah yang menjadi hak dan kebutuhan rakyat-petani semua di korupsi ramai-ramai, apalagi yang nyelimet hitungannya, seperti benih, pupuk, alsintan, bangunan irigasi, dam, beras dll. 

Perhatikan apa yang terjadi ahir-ahir ini tentang yang katanya mengganggu "subsidi", itu atas nama lagi Anda "rakyat", yakinlah itu pertikaian tingkat elit atau persaingan bisnis orang-orang besar yang mengatasnamakan rakyat (baca:Petani) dibalik pangan ini juga. Sama juga di daerah, misalnya subsidi pupuk, itu pemerintah dan pemda sudah siapkan anggaran atau biaya ekspedisi (coba rechek di Bupati-DPRD). Tapi apa yang terjadi ? pupuk langka juga dan itupun kalau ada pupuknya, harganya mahal, gila benar permainan sektor pangan ini.

Stop semua pembodohan itu (jangan biarkan birokrat dan pengusaha bersembunyi di balik subsidi). Untuk menyetopnya Anda bisa buat "Perdes tanpa Perda" (dan perlihatkan contoh atau kinerja kepada pemda bahwa Anda mampu mandiri) berbuatlah paradox, bila oknum pemerintah tidak bisa dijadikan panutan. Tentu dengan adanya perdes tersebut, setidaknya pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan pengusaha-pengusaha jahat tidak serta merta mempermainkan produk-produk wilayah Anda untuk meraup keuntungan yang berlimpah (korupsi). Ingat kita harus buat bentengnya sendiri untuk menghindari atau mencegah korupsi yang semakin menjamur di negeri ini.

Bangun Koperasi Tani

Mari bersama memotong rantai Tata Niaga Pangan yang panjang itu dengan bangun Koperasi Tani (Tapi ingat Bukan KUD yang dimiliki orang per orang dengan kolaborasi oknum birokrasi dan pengusaha), Dengan pola keanggotaan koperasi tani yang sangat selektif dan Tidak boleh kamuplase (bohong) dalam memasukkan anggota-pengurus koperasi (harus benar-benar petani dan usaha pendukungnya yang bekerja di wilayah itu), regulasi koperasi ini yang harus ikut serta di revisi bersamaan dengan revisi regulasi pangan (sinergitas Kementerian Pertanian dan Kementerian Koperasi dan UKM serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Kementerian Koperasi dan UKM juga, jangan donk tinggal diam menyaksikan ketimpangan atas produk yang dihasilkan petani ini. Itu tujuan adanya koperasi sebagai benteng ekonomi rakyat.

Tata niaga pertanian sering menjadi salah satu titik paling lemah dalam pembangunan pertanian. Bahkan sering menjadi kontribusi negatif terhadap kesejahteraan petani. Seringkali petani harus membayar input tani (pupuk-saprodi) yang terlalu mahal dan/atau menerima harga jual hasil tani yang terlalu murah. Akibatnya Indeks Nilai Tukar Petani (hitung-hitung taninya) cenderung jelek bagi petani itu sendiri. Penyebabnya, antara lain karena rantai tata niaga yang terlalu panjang dan pemain tata niaga eksploitatif yang tentu didukung oleh oknum birokrasi koruptif yang menjadi pemandangan umum di republik ini.

Primer dan Induk Koperasi Tani

Dengan koperasi tani tersebut, diharapkan mampu menggantikan posisi pengusaha yang jahat atau mafia-kartel pangan (benih, pestisida, pupuk, gabah dan beras). Perlu difahami oleh petani dan rakyat bahwa permainan kartel atau mafia itu umumnya di back up sendiri oleh oknum-oknum petinggi birokrasi pusat dan daerah (tidak usah jauh-jauh mencari dimana berada petinggi itu). Kunci semua kejahatan ini dengan bersatu padu sesama petani. Usir jauh-jauh tengkulak yang ada disekitar Anda, Usir birokrat dan pengusaha yang membodohi Anda semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun