Benar kata Presiden Joko Widodo bahwa E-KTP itu hanya berubah dari kertas ke plastik. Tega benar pengelola proyek ini berbuat securang itu, 51% untuk kebutuhan pengadaan barang/jasa dan 49% dibagi-bagi alias dirampok secara berjamaah.
Grand design proyek E-KTP ini dibuat pada tahun 2010 dengan anggaran berasal dari APBN Rp. 5.900.000.000.000 dan disetujui di DPR Rp. 5.952.083.000.000 (dalam beberapa kali pembahasan di Komisi II DPR-RI), menurut catatan dari BAP Dakwaan atas Terdakwa I Irman (Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Dirjen Dukcapil KemendagriRI) /Mantan Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Aparatur dan Pelayanan Publik) dan Terdakwa II Sugiharto (PNS/mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri). Proyek ini dikawal oleh Partai Golkar dan Partai Demokrat (ahirnya penerbitan DIPA oleh DPR pada tanggal 5 Desember 2012 setelah melalui lobby yang tajam dan bermuatan koruptif).
Jadi bukan cuma karena E-KTP ini tidak ada Chip, dimana chip ini berfungsi sebagai alat penyimpan data elektronik penduduk yang diperlukan, termasuk data biometrik data yang termuat dalam chip dapat dibaca secara elektronik dengan alat tertentu seperti card reader. Melalui chip itu juga, data yang disimpan di kartu tersebut telah dienkripsi dengan algoritma kriptografi tertentu. Namun sepertinya E-KTP yang ada saat ini tidak memiliki bank data yang dimaksud tersbut.
Terlepas tidak adanya chip, memang parah proyek ini karena dari awal sudah cacad (lahir prematur). Berdasarkan serangkaian evaluasi teknis pra lelang tersebut sampai dengan dilakukannya proses uji coba alat dan output, ternyata tidak ada satupun perusahaan peserta lelang (konsorsium) yang dapat mengintegrasikan Key Management Server (KMS) dengan Hardware Security Module (HMS), sehingga tidak dapat dipastikan bahwa perangkat tersebut telah memenuhi kriteria keamanan perangkat sebagaimana diwajibkan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK). Termasuk perusahaan pemenang tidak punya dokumen ISO yang dipersyaratkan pada produk yang dimaksud. Memang dari awal sudah disanggah oleh LKPP. Tapi dukungan oknum DPR dan Birokrasi yang kuat maka proyek ini tetap lolos. Diketahui bersama saat ini menjadi masalah korupsi besar dan menjadikan beberapa Aanggota DPR gerah dan mengusulkan atau membuat angket KPK (DPR meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani (tersangka pemberi keterangan palsu pada kasus Megakorupsi E-KTP ini), sementara KPK tidak mengabulkan permintaan itu dengan alasan kasus E-KTP ini masih dalam rangkaian Lidik/Sidik yang diduga tersangka lainnya, selain yang sudah terdakwa yang sementara disidangkan di PN Tipikor Jakarta.
Harusnya proyek ini batal dari awal. Namun tetap dipaksakan Lelang untuk memenangkan perusahaan konsorsium senilai Rp. 5.952.083.009.000 dengan pola Multi Years Contract, dengan perincian sebagai berikut:
1. Tahun 2011: Rp. 2.291.428.220.000
2. Tahun 2012: Rp. 3.660.654.789.000
Proyek Multi Years Contract ini, diusulkan oleh Menteri Dalam Negeri era Gamawan Fauzi (21/12/2010 ke Menteri Keuangan) dan Menkeu saat itu Agus Martowardojo menyetujui pola APBN multi years contract tersebut (17/2/2011).
Dalam Dokumen Lelang, ada 5 (lima) lingkup pekerjaan yang diumumkan melalui media massa dan situs LPSE Kemendagri, yaitu:
a. Pengadaan Perangkat Keras
b. Pengadaan Perangkat Lunak