Membayangkan berbisnis di Indonesia seperti enak dan mantap, apalagi pemerintah Indonesia begitu terbuka dengan hadirnya investor serta sumber daya alam (SDA) di Indonesia yang melimpah-ruah. Pilihan untuk komoditas yang diolah pun begitu banyak!
Namun sayangnya, berbisnis tak semudah itu! Kenyataannya, ketika pemerintah sudah mendapatkan investor untuk mengucurkan dananya di negara, kemudian banyak 'batu terjal' yang harus dilalui oleh pebisnis, khususnya bisnis pada industri pertambangan.Â
Contohnya pada Agustus 2022, Presiden Jokowi menjelaskan bahwa Indonesia kemungkinan akan memberlakukan pengenaan pajak atas ekspor nikel demi meningkatkan pendapatan dan mempromosikan manufaktur lokal bernilai tinggi. Menurutnya, pajak ekspor nikel ini berguna untuk menambah nilai Indonesia, meningkatkan penerimaan negara, dan menciptakan lapangan kerja lebih banyak.Â
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo memaparkan pada Selasa (2/8) ini masih dalam wacana karena membutuhkan diskusi lebih lanjut secara mendetail, serta kapan diterapkannya. Namun, seorang pejabat senior pemerintah mengatakan pada 1 Agustus 2022 kalau pajak ekspor nikel diterapkan pada kuartal ketiga tahun 2022.Â
Tentu ini sesuatu yang mendadak jika dilihat dari kacamata pebisnis. Yang menjadi pertanyaan, dalam jangka waktu secepat itu, apakah pemerintah sudah benar-benar mendiskusikan dengan pihak pebisnis? Mengingat dalam berbisnis, terdapat multipihak yang terlibat yakni negara, investor, dan pebisnis.Â
Apalagi jika kebijakan ekspor nikel tersebut dinilai dari sudut pandang pebisnis tambang, keputusan ini menambah beban pengusaha. Terutama jika pajak yang diterapkan bersifat progresif alias bernilai tinggi!Â
Wakil Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto, mengutip dari Katadata, Sabtu (20/8), Indonesia nantinya akan mengenakan pajak untuk olahan mineral nikel seperti NPI dan Feronikel berdasarkan harga nikel serta batu bara yang dikenakan dalam produksi.Â
Namun, berdasarkan penelusuran tim, pemerintah rupanya telah merilis PP RI No. 26/2022 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Pada lampiran beleid yang diterbitkan 15 Agustus 2022 ini,PP RI No. 26/2022 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pada halaman 18, semua komoditas pemurnian seperti Nickel Matte, Ferro Nickel (FeNi), Nickel Oksida, Nickel Hidroksida, Â Nickel MHP, Nickel HNC, Nickel Sulfida, Kobalt Oksida, Kobalt Hidroksida, Kobalt Sulfidal, Krom Oksida, Logam Krom, Mangan Oksida, Magnesium Oksida, Magnesium Sulfat pada akhirnya dikenakan pajak ekspor!
Pengenaan pajak ekspor nikel tersebut telah menjadi polemik di kalangan pelaku industri. Jumlah pajak ekspor itu juga dinilai tinggi. Semua komoditas olahan industri nikel tersebut ditarifkan pajak ekspor progresif sebesar 5% per ton dari harganya.Â