Selepas keberangkatan Presiden Jokowi di hari Jumat (29/10) untuk kunjungan kerjanya ke tiga negara yakni Italia, Inggris, dan Uni Emirat Arab, Â termasuk untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Group of Twenty (G20) yang dilaksanakan di Roma, Italia, pada tanggal 30-31 Oktober 2021, siapa yang menyangka bahwa masalah bertubi-tubi menghantam kabinet pemerintahannya, terutama salah satu pembantu Presiden yakni Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
Mengawali bulan November, majalah Tempo membuat laporan yang mencengangkan publik bahwa ada keterlibatan Menko Luhut dan beberapa tokoh tersohor publik dalam arus permainan bisnis PCR. Terlebih PCR baru diberlakukan pemerintah sebagai syarat perjalanan di semua moda transportasi.
Hal ini sontak membuat publik bertanya-tanya dibalik kebijakan pemerintah tersebut, ternyata ada udang dibalik batu, publik kuat menduga adanya motif kepentingan bisnis dan keuntungan didalamnya.
Bolehkah pejabat pemerintahan berbisnis? Jawabannya boleh. Asalkan tidak dilakukan saat pandemi masih merebak, dan dilaksanakan di atas penderitaan rakyat!Â
Semua elite politik, tokoh masyarakat, tokoh agama hingga warganet geram dan kecewa, lantaran pemerintah yang dianggap bisa jadi garda terdepan dalam menyelesaikan wabah pandemi Covid-19 di Tanah Air adalah pihak yang ikut mencekik rakyat yang sudah terjerat imbas pandemi.Â
Merasa perbuatan Menko Luhut telah melanggar hukum, tak tanggung-tanggung beberapa pihak seperti PRIMA, Barisan Kuning Antikorupsi, hingga tokoh politik Ferry Joko Juliantono melayangkan laporan kasus in ke pihak penegak hukum diantaranya KPK, BPK dan DPR.
Karena berdasarkan putusan MK terbaru yang mengubah Perppu Covid-19Â menjadi UU No. 2 tahun 2020 dan juga pada pasal 27 ayat (1) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Kini negara bisa digugat secara hukum jika terbukti menyalahgunakan dana penanganan Covid-19.
Maka dari itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan institusi lain seperti KPK maupun Polri, dapat melakukan penyelidikan jika adanya penyelewengan dana yang dilakukan oleh pejabat atau negara.Â
Di tengah perjuangan rakyat yang mendesak penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini, banyak pihak yang juga mendesak Presiden untuk ikut turun tangan menangani dan mengerahkan penyelidikan terhadap kasus dugaan menterinya yang berbisnis PCR sampai tuntas.Â
Termasuk dari pendukung setia Presiden Jokowi selama ia menjabat sebagai presiden ke-7 RI yaitu Projo. Kepala Satgas Gerakan Nasional Percepatan Vaksinasi Covid-19 DPP projo yaitu Panel Barus meminta Jokowi untuk tak terlalu lama mendiamkan kasus ini
Politisi Arief Poyuono juga turut mendesak presiden menindak tegas menteri-menterinya yang berbisnis PCR jika tidak ingin kredibilitas hanya jatuh.
Senada dengan yang lainnya, Ferry Joko Juliantono yang melaporkan kasus ini ke BPK dan DPR juga menginginkan Jokowi untuk menyatakan sikap terhadap kasus mafia bisnis tes PCR. Jika dibiarkan, ia khawatir akan terlihat seolah presiden Jokowi ikut terlibat didalamnya.
Bahkan kritik tajam kepada Jokowi juga mulai dilontarkan. Salah satunya dari Rocky Gerung. Baik Presiden, Menko Luhut hingga Menkes Budi jika mengetahui bahwa tes PCR ada yang dibisniskan berlebihan seharusnya diungkap kepada publik, bukannya malah dibiarkan. Ini berarti ada cashback atau keuntungan! Ujungnya kasus ini mencoreng pihak-pihak istana dan bisa menambah kecurigaan publik.Â
Posisi Presiden Jokowi sebagai pimpinan nomor 1 di negeri ini dipertaruhkan bila ia tak ada aksi tegas dalam menindaklanjuti kasus mafia bisnis PCR yang melibatkan para pembantunya. Kini presiden diketahui tengah menjalani karantina mandiri di Istana usai kepulangannya ke Tanah Air pada Jumat (51/11). Sesuai peraturan terbaru, karantina Presiden akan memakan waktu 3 hari dan diperkirakan selesai selambatnya hari Senin.Â
Semoga saja, di momen kesendirian Presiden kala karantina tersebut, setelahnya ia bisa tampil ke publik segera dan mengemukakan bagaimana sikap tegasnya terhadap kasus ini. Respons Presiden sangat dibutuhkan, agar polemik ini terang benderang.
Karena, biar bagaimana pun juga, Jokowi adalah panglima tertinggi di republik ini. Tertinggi berarti paling tinggi. Dan, keputusan dari Sang Tertinggi di Republik Indonesia sungguh dinantikan publik.
Namun, apabila Jokowi tidak merespons polemik ini sama sekali, biarlah Sang Tertinggi Pemilik Semesta yang bekerja, karena DIA melihat segalanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H