Orangtua murid mendukung model pembelajaran tersebut karena orang tua memiliki harapan bahawa, siswa Down Syndrome bisa melakukan kegiatan sehari-hari dengan mandiri. Jika siswa Down Syndrome terbiasa bergaul dengan teman-temannya, maka kemampuan sosial dan rasa empati akan mulai terbentuk.
"Anak sudah mandiri, tapi belum 100%, yg penting bisa bersih-bersih", milih pakaian sendiri, kalau baju sobek sedikit dibuang atau meminta bapaknya untuk dijahitkan" (Kutipan wawancara dengan orangtua siswa)
Kesimpulan
Siswa Down Syndrome yang belajar dengan metode pembelajaran sosial akan memperoleh hasil dari siswa yang hiperaktif tidak mau masuk kelas, senang berlari keliling sekolah, teriak-teriak, sekarang sudah mau masuk kelas sendiri dan jarang keluar kelas, sudah betah di dalam kelas. Yang dulu suka melempar barang-barang di dalam kelas, membanting pintu, sekarang sudah banyak berkurang. Anak berhasil tertib dengan metode kasih sayang, karena mayoritas guru SLB galak karena murid takut pada guru. Kalau di lemparn tidak marah, tapi di pegang agak keras sedikit (mencengkram) di tekan dan anak merasa sedikit sakit, tapi guru ekspresi guru tidak marah. Metode tersebut sudah diterapkan dan berfungsi kepada siswa, siswa bisa jera tidak mengulangi lagi. Kalau guru memakai kekerasan, dikhawatirkan ditiru oleh anak dan diterapkan ke orang lain. Guru mencontohkan perilaku yang positif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H