pendidikan nonformal tidak disenggol." Keluh Mira, Pas hari Jum'at kemarin di Kampus.
"Dari debat perdana kemarin, gue heran mengapa"Kenapa elo berpikiran ke sana, Mir?" Tanya gue penasaran
"Lah kocak, segitu nyatanya malah nanya. Harusnya elo sebagai anak PNF, peka sama ranah sendiri, bukan nanya ke anak jurusan lain, Co. Makannya di kelas tuh belajar, bukan mainin Hp! Dosen memaparkan materi, didengarin! Bukan chatan sama Cewek mulu. Elo tahu kan di persepektif Antropologi pendidikan dan Sosiologi pendidikan SDM yang berkualitas lahir dari mana, Co? Coba pikir-pikir dah."
Gue hanya diam, berpikir keras. Yeah, resiko diskusi sama Mira memang seperti ini, berbeda halnya ketika diskusi sama Vika, Sherlly atau yang lainnya.
Kemarin, ketika selesai MK gue berdiskusi dengan Mira terkait buku yang masing-masing kami baca, lalu di kaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Buku yang gue bawa adalah Filsafat Pendidikan nonformal karya dari DR. H. Oong komar, M.PD. Yang membuka cakrawala tentang esensi-esensi pendidikan dari yang paling dasar.
Dipertengahan diskusi Mira dengan cerdiknya mengaitkan pembahasan pendidikan nonformal dalam acara debat calon Bupati Pandeglang. Menurut kecamatanya, di acara debat kemarin tidak ada salah satu paslon yang memaparkan secara spesifik  rencana memajukan pendidikan non formal, padahal melihat realitas dan problematika yang sedang terjadi, itu sangat dibutuhkan.
Mendengar apa yang disampaikan oleh Mira, gue membantahnya. Pertama, bila pendidikan nonformal harus ditingkatkan, maka pendidikan formal pun harus sama, jangan salah satu saja. Karena ini bisa menjadi paradoks. Kedua, bila di pendidikan nonformal masuk kepada sektor pertanian, pariwisata, kesehatan, dan pelayanan publik itu membutuhkan banyak SDM untuk bekerja sama dalam merealisasikannya. Kecuali, fokus dulu kepada dua atau tiga sektor agar itu menjadi dinamika sehingga dapat menarik sektor lain. Tiga sektor itu: Pendidikan, Kesehatan dan Pertanian.
Ketiga, bila hanya slogan doang dari pemerintah agar lembaga-lembaga pendidikan nonformal di Seluruh Kabupaten Pandeglang bertansformasi dengan era modern, itu sudah dilakukan. Tinggal ada perhatian khusus dari pemerintah terhadap fasilitas, akses dan lain sebagainya.
Keempat, terhadap titik fokus srategi peningkatan pendidikan nonformal  itu bisa dengan dua cara. Pertama, fokus daerah kota dulu sebelum ke daerah selatan. Yeah, berupa pelatihan pemberdayaan atau sesuai dengan minat peserta masing-masing, output-nya bisa tuh menjadi relawan yang mendampingi para fasilitator. Kedua, bisa bersamaan yang menjadi titik fokusnya pusat-pusat perkumpulan masyarakat yang dilakukan secara berkalala seperti yang dilakukan oleh Wali Songo dengan Wayangnya yang legendaris.
"Mengapa sektor Pertanian dan Kesehatan menjadi point prioritas dalam memberikan suplemen pendidikan nonformal, dibandingkan dengan sektor pariwisata yang menurut gue lebih menjanjikan, Co?" Tanya Mira kritis.
"Yeah, itu benar. Tapi gue mempertimbangkan seperti ini, Mir. Kesehatan berdasarkan apa yang disampaikan di sesi debat kemarin sangat memprihatinkan, meskipun tidak dipaparkan datanya lebih spesifik. Dalam hal ini gue sepakat dengan pendapat dari paslon satu, jadi masuk nominasi prioritas. Sedangkan di pertanian rata-rata menjadi mata pencarian masyarakat, maka perlu adanya penyuluhan yang signifikan bukan hanya selesai di bagi-bagi biji padi atau pupuk doang. Meskipun kita boleh akui, itu bentuk perhatian pemerintah terhadap masyarakat." Jawab gue dengan rinci, yang kembali dikritisi lebih mendalam soal contoh konkritnya.
Itulah hasil dari diskusi kami kemarin, yang mungkin menurut orang-orang nggak penting atau hanya sebatas omon-omon doang, implementasinya tidak ada. Menyikapi perkataan seperti ini, gue dan beberapa teman diskusi hanya tersenyum, lucu aja gitu. Kami berpikiran seperti ini, mulai dulu dari gagasan sambil menerapkan hal-hal kecil di setiap individu, baru setelah itu maju ke muka, Insya Allah progresif.
Lantas, apa maksud dari Pandeglang dan Pendidikan Nonformal?
Saya teringat dengan apa yang disampaikan oleh DR. H. Oong Komar, M,Pd dalam bukunya pendidikan nonformal halaman 173-174 yang mengatakan bahwa, dengan pesatnya era industrialisasi dari mulai teknologi dan arus informasi yang deras, ini menjadi tantangan untuk segera beradaptasi dengan cepat tanggap.
Hal ini membuat kondisi Pendidikan Nonformal di Masyarakat mengalami perkembangan pesat untuk melayani kebutuhan masyarakat, untuk mengisi waktu luang atau bahkan penyalur hobi dan bakat. Pendidikan NonFormal dalam kecamata gue di Kabupaten Pandeglang itu perlu menjadi perhatian khusus untuk mengatasi problematika yang sedang terjadi. Harapannya sih minimal tampilan Perpustakaan Kabupatennya mempunyai daya tarik, bukan daya kantuk dan layak diberi nama lorong-lorong kegelapan hehe.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H