Mohon tunggu...
Ibsah M
Ibsah M Mohon Tunggu... Wiraswasta -

orang biasa yang terus belajar dan berdamai dengan diri dan lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bahagia, Segerakanlah ....

21 Juli 2015   23:44 Diperbarui: 21 Juli 2015   23:49 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Dalam sekuel sebelumnya diceritakan bagaimana satria gula kelapa bersama para petinggi kerajaan negeri antah berantah menjalankan aksi yang cerdas, tertata rapi dan membuahkan hasil yaitu menguasai kembali istana yang selama ini dikuasai oleh para pendatang dari negeri dataran biru.

Layaknya penduduk di belahan jagat manapun, masing-masing dari mereka pasti punya hari kemenangan. Ketika hari kemenangan itu tiba, maka mereka akan meluapkan air sungai kegembiraan dan kebahagiannya hingga tumpah ruah ke jalanan. Begitulah, begitu sederhana dan lugunya kehidupan budaya para rakyat jelata.

Seperti itu pula yang terjadi di negeri antah berantah. Para penduduknya tumpah ruah memenuhi setiap ruang di jalanan, tanpa ada sejengkal ruang yang tersisa. Mereka bergembira dengan caranya sendiri. Pokoknya bergembira dan bahagia, titik. Mereka tidak peduli dengan kicauan burung prenjak yang menyebutkan mereka larut dalam euforia kemenangan dan kebahagian yang akan melupakan perjuangan mereka selanjutnya.

Sementara itu, di dalam istanapun kejadian serupa tengah berlangsung. Entah apa yang membedakan kehidupan budaya para prajurit istana dan rakyat jelata, yang jelas mereka sama-sama manusianya. Para prajurit istana melampiaskan semua kelelahan, keletihan dan penderitaan dalam perjuangan merebut istana dengan berpesta pora. Para musisi dan penari tak terlihat letih menyanyikan lagu dan tarian kemenangan. Serta, tak terhitung berapa ratus gentong tuak dan arak yang terbuat dari nira kelapa dan dari pohon tal (siwalan) yang mereka habiskan.

Di sebuah sudut istana tak jauh dari hingar bingar pesta, sebuah kejadian kontras tengah berlangsung.

'Kebosora, guratan raut wajah dikau nampak kurang bahagia, kenapa?', tegor begawan sokaliama.

'Saya lebih memilih berbahagia bila sang prabu beserta keluarganya hadir bersama kita di sini', jawabnya singkat.

'Kenapa dikau menunda dan mendekap erat rasa khawatirmu?, bergembira dan berbahagialah', sambung sokalima.

'Tidak begawan...', jawabnya dengan rada sedih.

'Bagaimana bila di kemudian hari, ternyata hanya sang prabu yang kembali, sedangkan keluarganya belum. Apakah engkau juga akan menunda kebahagianmu?', sambung sokalima.

'Sepertinya begitu, begawan...', jawabnya dengan singkat.

'Bagaimana bila keluarga sang prabu tidak pernah kembali?, itu berarti kamu tidak akan pernah bergembira dan berbahagia...', canda sokalima lagi padanya. sebuah candaan yang menggelitik kemampuan berfikirnya.

Yang dicandai malah tercenung..., bathinnya kemudian berkata: 'benar juga kata begawan ini, kalau begitu adanya berarti saya hanya terpaku pada kekhawatiran dan terjebak pada ketidakpastian hari esok. Sepertinya saya kurang bersyukur dengan kemenangan yang telah pasti ini, yang telah diberikan oleh penguasa jagat semesta ini'.

Akhirnya......., 'Kurasa, engkau sungguh bijak dalam hal ini sahabatku, marilah kita berpesta, bergembira dan menikmati sesuatu yang sudah pasti ini dengan kebahagiaan yang sewajarnya saja', ajak panglima kebosora.

Merekapun kemudian berjalan menuju ke tempat pesta dan terlihat larut dalam perbincangan dan canda tawa yang membahagiakan.

Bersambung....:),

PS: cerita ini 100% fiksi, semoga bermanfaat.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun