'ada benarnya juga kamu din..., sebaiknya kita cari tahu identitas mereka, jangan-jangan salah satu dari mereka berniat mengejar kita', kata sang Prabu.
'Baiklah sang Prabu, saya dan Pinandihita akan menuju kesana', jawab Elang Biru.
'Saya ikut....', tiba-tiba saja Dewi Sekar Panjalu melontarkan keinginannya. Ayahanda dan Ibu Suri terkaget-kaget mendengar anaknya ingin ikut. Namun  mereka menganggap itu adalah sebuah kewajaran. Tapi tidak dengan kedua kakaknya yang cukup paham perasaan adiknya kepada Pinandihita.
'Biar saya menemani adinda, Ayahanda Prabu....', pinta Dewi Rempah Wangi.
Setelah berfikir sejenak, akhirnya sang Prabu berkata: 'Kita tunda sejenak perjalanan kita, sebaiknya semuanya menuju ke tempat pertarungan itu untuk keselamatan bersama'.
Pertarungan itu memang berlangsung seru. Seorang pendekar wanita yang sudah berumur dan mengenakan jubah panjang dan kerudung bergerak dengan gesitnya menghindari serangan lawannya. Disisi lain, seorang pendekar remaja yang juga berpakaian serupa terlihat bertarung dengan sengit melawan seorang pemuda. Keduanya adalah murid dari kedua pendekar itu.
Pertarungan antar murid itu terlihat berat sebelah. Sang pemuda bisa mendesak pendekar remaja putri itu karena menang kanuragan dan pengalaman. Hal itu yang membuat gurunya terlihat agak resah dengan situasi yang dialami muridnya. Untuk membantu, sangat tidak mungkin karena serangan dari guru pemuda itu mengalir dan mengepung semua geraknya.
Pada saat yang sangat kritis, tanpa disangka-sangka oleh semuanya, Pinandihita berkelebat untuk melerai pertarungan itu. Sang prabu bermaksud untuk mencegah, namun terlambat. Pinandihita sudah terlanjur diserang oleh pendekar muda itu.
'Bocah bau kencur tak tahu diri, ikut campur urusan orang dewasa aja!', umpat pendekar muda itu sambil menyerang dengan ganas.
'Maaf pendekar muda....., tiada gunanya engkau bertarung dengan bocah kencur sepertiku, lebih baik kita hentikan saja!', jawab Pinandihita.
'Bocah tengik, sudah ikut campur, malah mau lepas tangan pula!!!. Bila kau memang bocah tulen, hadapi saja jurus-jurusku sampai salah satu dari kita terjengkang atau terkapar....', kata pendekar muda itu sambil terus mencecar Pinandihita dengan jurus-jurus mautnya.