image source: http://media.capetowndailyphoto.com/wp-content/uploads/2010/12/cul_de_sac_IMG_6141.jpg
Di sekuel sebelumnya diceritakan strategi panglima Kebosora berjalan mulus tanpa terlalu banyak hambatan untuk menjebak Tiga Singa dari Negeri Pegunungan Ural yang bermaksud menculik Sri Baginda dan keluarganya. Tiga Singa pegunungan Ural ditahan diruangan bawah tanah istana yang terkenal kokoh dan tidak ada satupun tahanan yang pernah lolos dari tempat itu.
Panglima Kebosora, Patih Nirwasita, Begawan Sokalima menggelar kembali rapat tertutup bersama para senopati pinilih. Singkat cerita, rapat itu menghasilkan Begawan Sokalima menjadi duta perdamaian bagi negeri antah berantah .
Sungguh sangat klasik sekali alasan mereka. Banyak kicauan burung menggerutu di dalam ruang pertemuan. Burung-burung itu menggerutu, karena mereka di pihak yang benar dan juga bisa memenangkan peperangan. Namun mengapa harus ditawarkan perdamaian terlebih dahulu?, itu sungguh-sungguh mencederai kemenangan awal yang sudah mereka raih dan merendahkan jiwa ksatria mereka.
Sang Pengganti Prabu meyakini dengan segenap jiwa raganya bahwa perang hanya alat pemuas dan ambisi bagi nafsu kesedihan. Kesedihan yang akan timbul karena pralaya dan kehilangan di kedua belah pihak.
Dan yang paling menyedihkan adalah si pelanduk atau rakyat jelata yang tidak tahu apa-apa dan tidak mempunyai olah kanuragan, akan selalu menjadi korban keganasan si mahluk yang bernama perang.
Tidak banyak burung berkicau ketika yang terpilih menjadi duta Begawan Sokalima. Sungguh sederhana sekali namun itu berarti bagi kedua belah pihak. Dia orang luar istana. Bisa dibahasakan, bahwa dia itu netral dan kenetralannya itu yang akan membawa pengharapan dan suasana di perundingan damai akan berjalan dengan sukses.
Sungguh sangat mudah ditebak kenapa juga Begawan Sokalima. Â Para nelayan yang melaut, selalu ingin sukses dengan mendapatkan hasil tangkapan yang melimpah. Pun dengan para petani yang bercocok tanam tidak pernah berharap ada bencana yang menggagalkan panen mereka. Begitu juga dengan petinggi istana, dengan kesuksesan Sokalima berunding, mereka ingin memetik hasil serupa petani dan nelayan yaitu sayembara perebutan Dewi Rempah Wangi tetap berlangsung. Pola pikir yang sederhana memang.
Keesokan harinya, saat mentari masih bersemu merah dan terasa ramah menyapa penduduk negeri antah berantah. Seseorang berkelebat keluar istana lagi. Dilihat dari kecepatan geraknya pastilah dia pemilik kanuragan jurus tak tersentuh atau yang lebih dikenal dengan jurus kebal sejengkal di negeri bukan antah berantah.
'Sampaikan pada yang engkau muliakan, Pangeran Ural, saya Sokalima utusan perdamaian negeri antah berantah, ingin bertemu...', kata Sokalima pada prajurit jaga.
Tak lama kemudian, penjaga itupun datang dan berkata, entah berpantun atau sindiran: 'Kehadiran sebuah senjata sakti sudah ditunggu wadahnya, mari silahkan masuk ikuti saya'.
Begawan Sokalima dibawa ke sebuah ruangan tertutup dengan mata ditutupi. Sokalima menurut saja. Sangat mudah ditebak, tujuannya hanya satu yaitu Pangeran Ural tidak ingin ruangannya diketahui oleh orang luar.
Disitu sudah menunggu Pangeran Ural dengan beberapa penasihatnya. Dengan pembawaan yang tenang, setenang rajawali di angkasa, Sokalima memasuki ruangan itu. Dia yakin dan percaya diri, bahwa di kerajaan manapun, selalu ada tatakrama bahwa duta akan selalu diperlakukan sebagai duta dan tidak akan pernah dicelakai.
'Silahkan Begawan Sokalima, kicaukan saja semerdunya apa yang mereka inginkan dengan kedatanganmu kesini', sambut Pangeran Ural tanpa babibubebo.
'Singkat dan langsung saja Pangeran...., Saya yang bodoh ini mengakui bahwa perdamaian bukan barang dagangan bagi kaum ksatria, mungkin juga di negeri tuan. Tapi di negeri ini perdamaian masih mudah dan tidaklah mahal harganya. Barang murahan itu kami tawarkan kepada tuan. Â Sungguh tiada artinya bagi tuan yang hebat. Tuan yang sudah bisa mengalahkan kegetiran dan keputusasaan selama menempuh perjalanan jauh. Juga tuan yang tidak takut lagi akan keganasan ombak samudra yang bergulung-gulung, kebuasan binatang serta kejamnya cuaca sehingga selamat sampai kemari. Dan juga sebelum tuan yang berhati lembut ini mengirimkan tantangan perang terbuka secara ksatria ke negeri kami', jawab Sokalima dengan tenang dan merendahkan diri agar perundingan berjalan lancar dan damai.
Terdengar kasak-kusuk antara para singa yang masih tersisa bersama dengan sang macan. Sejurus kemudian sang Macanpun mengaum: 'Perdamaian hanyalah bagi mereka yang berhati lembek, Saya sebagai seorang ksatria yang berhati baja tidak akan mengeluh dengan penderitaan yang malah akan mengharumkan nama baik negeri dan keturunannya.....'.
'Rajawali yang baik adalah Rajawali yang tahu tentang kerajawaliannya, bukan ia yang mengaku sebagai Garuda atau Elang yang perkasa. Dan pula Rajawali sejati tidak akan pernah suka mengusik sarang burung Garuda atau Elang..', jawab Sokalima untuk mengingatkan kejadian yang mereka lakukan.
'Barangkali itu hanya seekor Elang yang ingin menjajaki seberapa luas dan kokohnya sarang Rajawali tersebut', jawab Pangeran Ural berkelit.
'Baiklah, namun bagaimana bila seekor Ular berkepala dua datang mengetuk pintu dan Ksatria macam apa yang mau menerima Ular demikian?', sambung Sokalima. Pembicaraanpun beralih ke arah pangeran Ural yang membuat kesepakatan dengan Punggawa Wasita.
'Seorang Ksatria sejati, paham dengan Ular kepala dua itu dan ia  tidak akan bersedih bila dia mematuk dirinya di kemudian hari nanti', jawab sang pangeran Ural dengan sombongnya.
'Seorang ksatria yang bijaksana....., tidak akan pernah berpaling dari kenyataan. Namun dia akan selalu menempa dirinya dengan kenyataan meskipun itu pahit adanya. Semalam, kami pikir didatangi oleh seekor burung Elang, Rajawali atau Garuda yang perkasa, namun ternyata hanyalah Tiga ekor Laron yang haus akan sumber cahaya gemerlapan. Dan bagi kami....., sehebat-hebatnya musang memakai bulu domba, amat sangat mudah bagi kami untuk mengenalinya', sambung Sokalima.
Sokalima sudah mulai mengeluarkan alat-alat negosiasinya. Dia berpikir menawarkan perdamaian secara baik-baik menemui kebuntuan dan semoga dengan mengungkap kecurangan mereka, mereka akan menerimanya.
Terdengar auman kegelisahan diantara singa dan macan. Kali ini angin sejuk tidak menerpa mereka, hanya angin panas yang membuat pantat mereka gelisah. Dengan sabar Sokalima menunggu mereka berembug.
'Ha...ha...ha..., Sokalima, seekor Singa ditakdirkan untuk melayani raja hutan mereka, meskipun itu nyawa sebagai taruhannya', jawab Pangeran Ural dengan sombongnya. Sebenarnya dia tidak percaya dengan kata-kata Sokalima, baginya itu hanya gertak sambal semata dari istana antah berantah.
Dia yakin sekali dengan kemampuan kanuragan penasihat utamanya Liong Koko. Dia sudah menyuruhnya untuk mendatangi perguruan kanuragan di Negeri ini. Dan dia kembali kehadapannya tanpa kurang suatu apapun. Itu berarti tak satupun pendekar di negeri ini yang bisa mengalahkannya.
Dan juga dengan pendekar yang dimiliki oleh golongan punggawa wasita, akan mudah baginya untuk menaklukkan negeri ini. Itu juga yang ada dalam benaknya.
Begawan sokalima merasa bahwa perundingan damai ini berakhir dengan kuldesak. Daripada berlama-lama, diapun membahas tahap berikutnya sebagai tugas yang dia emban dari negeri antah berantah.
'Baiklah Pangeran..., bila hanya dentingan pedang dan tombak yang ada dalam pikiranmu, perang macam apa yang kau inginkan?', kata Begawan Sokalima dengan tenang untuk menutupi kegalauan hatinya.
'Katakan pada Rajamu, saya ingin perang tanding terbuka di lapangan terbuka', jawabnya dengan angkuh.
'Baiklah kalau begitu, saya hanya menyampaikan sedikit aturan perang negeri ini. Perang akan dimulai pada pagi dan berakhir ketika mentari terbenam. Namun semuanya..., ditandai dengan bunyi terompet. Terompet akhir perang bisa dibunyikan setiap saat, apabila pimpinan perang mereka sudah terbunuh atau mau menyerah kalah!', kata Sokalima dengan tegas.
'Saya sepakat dengan itu, Sokalima', jawab pangeran Ural dengan santai. Di negerinyapun hal tersebut berlangsung serupa.
'Dan satu hal lagi......, Macan harus bertanding dengan Macan, Pasukan Gajah dengan pasukan Gajah. Seekor Macan tidak boleh bertarung dengan Singa atau Gajah kecuali Singa dan Gajah itu sendiri yang menginginkannya', sambung sokalima. Â Dan juga masih ada beberapa aturan perang lainnya yang tidak bisa disebutkan semuanya. Seperti tidak boleh membunuh penabuh genderang dan petugas medis dan lain sebagainya.
'Saya setuju, Sokalima', jawab Pangeral Ural dengan senyum keculasannya. Baginya tanpa kecurangan perang ini tidak bisa ia menangkan.
'Di luar gerbang timur kotaraja ini, terdapat sebuah lapangan hijau yang luas menghampar. Yang bisa digunakan untuk menguji seberapa besar dan hebat kebuasan singa, macan, serigala dan lain sebagainya', papar Sokalima dengan sedikit menyindir mereka yang haus darah.
'Ha..ha..ha..., baiklah saya sepakat, Dua hari dari sekarang kita bertemu di luar gerbang Timur kotaraja', jawab Pangeran Ural dengan keyakinan bahwa pasukannya akan menang.
Begawan Sokalima kemudian undur diri dan berkelebat secepat badai menuju istana Negeri antah berantah. Dia menyadari sepenuhnya, bahwa ia hanyalah duta dan haknya adalah berusaha untuk mensukseskan perundingan. Dia tidak punya hak untuk mengontrol hasilnya. Semua kejadian ada ditangan kendali penguasa jagad raya. Itu pelajaran yang dia dapat selama menjadi duta.
Dilaporkan semua yang dialaminya selama perundingan. Perundingan yang menemui jalan buntu (kuldesak), perang tanding terbuka, lokasi perang dan waktunya kepada Panglima Kebosora dan Patih Nirwasita.
Bersambung...:)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H