Begawan Sokalima dibawa ke sebuah ruangan tertutup dengan mata ditutupi. Sokalima menurut saja. Sangat mudah ditebak, tujuannya hanya satu yaitu Pangeran Ural tidak ingin ruangannya diketahui oleh orang luar.
Disitu sudah menunggu Pangeran Ural dengan beberapa penasihatnya. Dengan pembawaan yang tenang, setenang rajawali di angkasa, Sokalima memasuki ruangan itu. Dia yakin dan percaya diri, bahwa di kerajaan manapun, selalu ada tatakrama bahwa duta akan selalu diperlakukan sebagai duta dan tidak akan pernah dicelakai.
'Silahkan Begawan Sokalima, kicaukan saja semerdunya apa yang mereka inginkan dengan kedatanganmu kesini', sambut Pangeran Ural tanpa babibubebo.
'Singkat dan langsung saja Pangeran...., Saya yang bodoh ini mengakui bahwa perdamaian bukan barang dagangan bagi kaum ksatria, mungkin juga di negeri tuan. Tapi di negeri ini perdamaian masih mudah dan tidaklah mahal harganya. Barang murahan itu kami tawarkan kepada tuan. Â Sungguh tiada artinya bagi tuan yang hebat. Tuan yang sudah bisa mengalahkan kegetiran dan keputusasaan selama menempuh perjalanan jauh. Juga tuan yang tidak takut lagi akan keganasan ombak samudra yang bergulung-gulung, kebuasan binatang serta kejamnya cuaca sehingga selamat sampai kemari. Dan juga sebelum tuan yang berhati lembut ini mengirimkan tantangan perang terbuka secara ksatria ke negeri kami', jawab Sokalima dengan tenang dan merendahkan diri agar perundingan berjalan lancar dan damai.
Terdengar kasak-kusuk antara para singa yang masih tersisa bersama dengan sang macan. Sejurus kemudian sang Macanpun mengaum: 'Perdamaian hanyalah bagi mereka yang berhati lembek, Saya sebagai seorang ksatria yang berhati baja tidak akan mengeluh dengan penderitaan yang malah akan mengharumkan nama baik negeri dan keturunannya.....'.
'Rajawali yang baik adalah Rajawali yang tahu tentang kerajawaliannya, bukan ia yang mengaku sebagai Garuda atau Elang yang perkasa. Dan pula Rajawali sejati tidak akan pernah suka mengusik sarang burung Garuda atau Elang..', jawab Sokalima untuk mengingatkan kejadian yang mereka lakukan.
'Barangkali itu hanya seekor Elang yang ingin menjajaki seberapa luas dan kokohnya sarang Rajawali tersebut', jawab Pangeran Ural berkelit.
'Baiklah, namun bagaimana bila seekor Ular berkepala dua datang mengetuk pintu dan Ksatria macam apa yang mau menerima Ular demikian?', sambung Sokalima. Pembicaraanpun beralih ke arah pangeran Ural yang membuat kesepakatan dengan Punggawa Wasita.
'Seorang Ksatria sejati, paham dengan Ular kepala dua itu dan ia  tidak akan bersedih bila dia mematuk dirinya di kemudian hari nanti', jawab sang pangeran Ural dengan sombongnya.
'Seorang ksatria yang bijaksana....., tidak akan pernah berpaling dari kenyataan. Namun dia akan selalu menempa dirinya dengan kenyataan meskipun itu pahit adanya. Semalam, kami pikir didatangi oleh seekor burung Elang, Rajawali atau Garuda yang perkasa, namun ternyata hanyalah Tiga ekor Laron yang haus akan sumber cahaya gemerlapan. Dan bagi kami....., sehebat-hebatnya musang memakai bulu domba, amat sangat mudah bagi kami untuk mengenalinya', sambung Sokalima.
Sokalima sudah mulai mengeluarkan alat-alat negosiasinya. Dia berpikir menawarkan perdamaian secara baik-baik menemui kebuntuan dan semoga dengan mengungkap kecurangan mereka, mereka akan menerimanya.