Menjadi Ojol bukan tujuan hidup, tetapi pengatnya  kehidupan  membuat tidak berdaya  melakoni profesiyang tidak senafas dengan jiwaku.
Sudah kukirim tak terbilang  lamaran kerja, namun  sia-sia belaka dan  hanya membuang-buang waktu tanpa harapan.
Ojol menjadi  harapan  nyata untuk menyambung kehidupan keluargaku, daripada masih bermimpi terus bekerja di kantor.
Pagi hari sudah  berbegas  membunyikan kuda besiku,  menyisir jalan untuk meraih rijki  untuk menyambung kehidupan.
Sudah berputar dan kulewati jalan berbeda, menunggu panggilan suara indah dari konsumen belum terdengar.
Kadang  kuberhentikan kuda besiku  sambil menunggu panggilan konsumen, ketika menunggu itulah membawaku  antara  harapan dan kecemasan  .
Masih terbelenggu  dalam kegelisahan  bercampur ketidak pastian, menyatu dalam jiwaku saat lama menunggu  menanti suara indah dering panggilan Konsumen
Riang hatiku dan hilang kesedihan saat telpon berdering panggilan dari konsumen, berbegas tanpa keraguan  menjemput konsumen .
Bahagia bagiku  saat mendengar   ada panggilan  konsumen, dan penderitaaku saat hilangnya  panggilan dari konsumen.
Deru dijalan raya kujalani  hari-hariku,  harapan dan kecemasan selalu bersama-sama, dan aku tidak bisa memilihnya.
Apakah menjadi Ojol menjadi  perjalan terakhir kehidupanku,  hanya sang waktu  dak takdir  ilahi yang bisa menjawabnya.
 Kini bagiku  menjadi Ojol  untuk menyambung  kehidupan yang sangat keras dan tanpa welas asih, Ojol telah membuka secercah untuk bertahan hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H