Pemerintah DKI Jakarta kembali membuat heboh dengan kontroversi pemberitaan soal data anggaran perencanaan di tahun anggaran 2020 untuk pembelanjaan lem aibon sebesar 82,8 miliar.Â
Hal tersebut viral setelah Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) William Aditya Sarana menjadi termasuk yang pertama merilis kejanggalan anggaran di media sosial. Akun Twitter-nya mengunggah tangkapan layar laman apbd.jakarta.go.id berisi informasi soal rencana pengadaan Lem Aibon.Â
Sebenarnya anggota fraksi dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tersebut tidak hanya mengungkap soal lem Aibon, tapi ada beberapa item lain yang cukup significant nilai anggarannya, diantaranya item Anggaran Ballpoint, Komputer, Smart Storage, Influencer dll.
Tapi nampaknya publik lebih ramai mengomentari soal anggaran lem tersebut, dalam rinciannya Rencana Pengadaan Lem Aibon termasuk dalam usulan anggaran dari Suku Dinas Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat. Berdasarkan data dalam tangkapan layar laman apbd.jakarta.go.id yang dirilis William, pengadaan ini masuk paket belanja alat tulis kantor senilai Rp82,8 miliar. Setiap kg lem akan dibagikan 12 kali dalam setahun kepada 37.500 orang. Lem Aibon dianggarkan seharga Rp184.000 per kg.
Setelah menjadi viral dan mendapat perhatian masyarakat luas, berbagai pihak melakukan klarifikasinya termasuk Gubernur Jakarta Anies Baswedan.Â
Menurut Anies, ada kelemahan pada sistem e-budgeting sehingga pos-pos anggaran yang bermasalah baru bisa ditemukan setelah diperiksa secara manual.
Anies mengatakan, kesalahan anggaran bernilai fantastis, termasuk lem Aibon itu disebabkan adanya kesalahan sistem digital.
Ia mengatakan, jika sistem penginputan itu seharusnya bisa dilakukan dengan smart system. Dengan sistem itu, akan terlacak anggaran-anggaran yang penginputannya salah. (Sumber : megapolitan/kompas.com)Â
Dari kutipan diatas jelas Anies ingin melempar bola ke Sistem Aplikasi penganggaran yang dimiliki Pemprov DKI. Namun sayangnya hal tersebut tidak di dukung oleh klarifikasi dari Dinas Pendidikan Pemprov DKI.Â
Selanjutnya, Plt Kadisdik Syaifulah Hidayat di dampingin oleh Kepala Suku Dinas Wil 1 Jakarta Barat menerangkan dalam konfrensi pers bahwa "Data tersebut ada kekurang cermatan dalam penginputan data, staff penginput hanya memasukan 2 kode rekening yang bersifat sementara". Bahkan sebelum sekretaris dinas pendidikan menyampaikan bahwa "hal tersebut bisa terjadi karena ada kesalahan ketik". (Heboh! Anggaran beli lem /tvone)Â
Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa kode rekening anggaran Lem Aibon memang di input oleh staff Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemprov DKI, artinya memang anggaran tersebut "SENGAJA" dengan sadar di ajukan oleh Pemprov DKI.Â
Sahabat - sahabat sekalian pembaca yang budiman, dalam hal ini saya hanya ingin memfokuskan bahwa memang nyata ada keinginan Pemprov DKI membelanjakan anggaran untuk hal yang kontroversial tersebut.Â
Dalam pengalaman saya masuk di Eksekutif Pemerintah Daerah, di Tahun 2017 sampai dengan 2018 saya tercatat masuk jajaran Anggota Dewan Transportasi Kota Bekasi (DTKB), tim adhoc ini bekerja langsung dibawah Walikota Bekasi dengan lingkup mitra kerja Dinas Perhubungan Kota Bekasi.
Dalam beberapa kesempatan rapat pembahasan Anggaran Pemerintah Daerah kami dilibatkan, terutama terkait pembahasan  mengenai Bidang Transportasi.Â
Dari gambaran tersebut saya ingin menyampaikan bahwa setiap mata anggaran memang terlebih dahulu ditetapkan secara global dalam bentuk pos - pos anggaran, melalui pembahasan dengan seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Perangkat Daerah di Wilayah Kecamatan dan Kelurahan dengan komando ada di Badan Perecanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA).Â
Setelah itu dengan bahan dasar data pos - pos anggaran yang di berikan BAPPEDA, masing - masing OPD berkewajiban menginput data mata anggaran ke dalam sebuah sistem keuangan daerah. Bahkan dalam sistem pemerintahan daerah Kota Bekasi di kenal juga istilah "Asistensi", dimana asistensi adalah sebuah langkah pendampingan terhadap kerja penginputan yang di lakukan oleh para staff OPD agar item dan jumlah anggarannya tidak menyalahi aturan Standar Harga Belanja Barang yang sudah di tetapkan secara Nasional. Jadi "Tidak dimungkinkan ada mata anggaran yang muncul atau teriinput tiba - tiba".
Karena itu menurut saya ini bukan lagi soal Sistem atau SDMnya, ini lebih kepada bagaimana komitmen Gubernur Anies Baswedan dan Pemprov DKI terhadap penyelenggara Pemerintahan Daerah yang Transparan, Efisien dan Bersih. Tidak bisa lagi Anies selaku Pimpinan Tertinggi di daerah menyalahkan sistem e-budgeting, karena sistem dibuat hanya untuk memudahkan kerja penyelenggara, bukan serta merta mengcounter prilaku mental penyimpangan anggaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H