Mohon tunggu...
Hasan Busri
Hasan Busri Mohon Tunggu... Administrasi - pengajar di universitas

Tukang jogo meja di Prodi Pendidikan Bahasa Arab UNNES Semarang, Pernah jalan-jalan ke Xiamen China

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kyai Haji Ahmad Baidlowie yang Saya Kenal

4 Juli 2024   11:13 Diperbarui: 4 Juli 2024   11:16 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini, Kamis Pahing 4 Juli 2024/ 27 Dzulhijjah 1445 H diperingati Haul ke 10  Almaghfurlah KH. A. Baidlowie Syamsuri Brabo Tnggungharjo Grobogan.  Beliau wafat pada hari Kamis Kliwon, 23 Oktober 2014/ 28 Dzulhijjah 1435 H.

Diantara tabarukan atas Haul Beliau, berikut saya tampikan kembali tulisan DR. Mohamad Arja Imroni Dekan Fak Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang yang sempat merasakan bagaimana berinteraksi dengan al maghfurlah ketika melaksanakan KKN di desa Brabo pada tahun 1994.

KYAI BAIDLOWI SYAMSURI YANG SAYA KENANG

Oleh Mohamad Arja Imroni

AWAL MENUJU PERKENALAN

Masih tersimpan dengan baik memori itu dalam alam bawah sadar saya. Ketika itu tahun 1994, paruh kedua bulan Juni, tanggal persisnya saya lupa namun yang jelas saat itu musim piala Dunia yang sedang berlangsung di Amerika Serikat, saya bersama dengan lima sahabat Team KKN IAIN Walisongo Semarang menginjakkan kaki di Desa Brabo Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan. Setelah diserahkan kepada Pak Lurah oleh Dosen Pembimbing Lapangan, kami berenam "resmi" menjadi penduduk baru di desa Brabo untuk kurang lebih empat puluh lima hari ke depan.

Brabo (waktu itu) merupakan sebuah desa yang relative masih terbelakang. Akses jalan yang masih sulit karena berupa bebatuan dan sebagiannya berupa tanah yang bila hujan sangat becek, bila kemarau berdebu. Sebagian besar masyarakatnya bertani, ada yang menanam tembakau, padi dan bertani kebun. Kondisi yang demikian menyuguhkan hal ihwal kondisi kehidupan masyarakat pedesaan yang sesungguhnya. Namun demikian, hidup di Brabo saat itu terasa cukup menyenangkan karena keramahan penduduknya yang mudah akrab dengan orang lain. Nah, di tengah desa Brabo, terdapat sebuah pesantren tua yang cukup terkenal, Pondok Pesantren Sirajut Tholibin. Pesantren ini konon didirikan oleh seorang alim bernama KH. Syamsuri. Saat saya KKN itu, pengasuhnya telah berpindah ke generasi kedua yaitu KH. Baidlowi Syamsuri, seorang tokoh agama yang dikenal kealimannya di Kabupaten Grobogan.

Bagi mahasiswa KKN seperti saya, tentu merasa sangat senang sekali bila dapat bekenalan dengan KH. Baidlowi yang merupakan tokoh sentral di desa Brabo. Oleh sebab itu, meskipun dengan sedikit rasa tidak pede, saya mengajak bersama tim KKN untuk sowan ke ndalem beliau. Begitu bertemu beliau, rasa ketidak-pedean saya sirna karena melihat sosok beliau yang muda, gagah namun dengan pandangan mata yang teduh dan memancarkan penuh rasa kasih sayang. Ada hal menarik yang tak terlupakan sampai sekarang. Sesaat setelah berkenalan, beliau menawarkan kepada kami untuk berkeliling di lingkungan pesantren. Dengan bahasa Jawa halus beliau mengatakan "monggo, kulo dereaken mirsani gotha'an santri" (silakan, saya antar untuk melihat kamar-kamar para santri).  Dengan tanpa ragu, saya pun menjawab "inggih kyai". Ternyata, beliau mengajak kami keliling ke komplek pesantren putri. Wah, suasana heboh, karena ketika kami berjalan menyusuri komplek santri putri, beliau sambil mengatakan "ayo-ayo podo metu, iki ono tamu mahasiswa KKN" (mari-mari keluar, ini ada tamu mahasiswa KKN). Dalam hati saya, ini kyai aneh juga. Biasanya, anak laki-laki tidak boleh masuk komplek pesantren putri, tetapi beliau justru mengajak kami untuk keliling komplek santri putri. Saya pun yang semula kurang pede, menjadi berbalik sok pede.  

'ALIM YANG SEDERHANA DAN SELALU MUQTADHAL MAQOM

Pengenalan saya terhadap KH. Baidlowi, semakin akrab saat saya diminta untuk memberikan materi metode dakwah kepada para santri. Selain itu, saya juga sering mengikuti acara-acara keagamaan di desa Brabo seperti; tahlilan, khataman al-Quran dan lainnya. Biasanya, dalam acara-acara itu Beliau selalu diundang untuk memberikan mau'idhah hasanah, dan beliau selalu hadir meskipun acara lingkup kecil dan sederhana. Saya mengagumi beliau karena, sebagai seorang 'alim, memiliki santri yang banyak, namun beliau benar-benar dekat dengan masyarakat. Beliau sebagai sosok 'alim yang tidak hanya duduk di singgasana keilmuan yang elitis, melainkan menjadi sosok penerang jalan kehidupan masyarakat dengan nasehat-nasehatnya yang mengalir dari satu majelis ke yang lain. Kesederhanaan beliau juga tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Tempat tinggalnya sederhana, cara berpakaian juga sederhana. Biasanya menghadiri acara-acara keagamaan cukup mengenakan peci, baju koko dan sarung tanpa mengenakan surban.

Menyimak ceramah-ceramah beliau, jelas sekali kesan kedalaman ilmu agamanya, meskipun ungkapan-ungkapan yang digunakan sangat sederhana, dengan bahasa Jawa. Beliau menjelaskan konsep-konsep keagamaan dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat awam. Bahkan dalam memanjatkan doapun, beliau banyak menggunakan bahasa Jawa. Saya yakin, beliau hafal berates doa dalam bahasa Arab, tetapi mengapa beliau berdoa dengan Bahasa Jawa?. Itulah yang justru mencerminkan kealiman dan kearifan beliau. Ya, alim dan arif. Ini yang sekarang langka. Terkadang ada orang alim tapi tidak arif atau terkadang masih kuatir kalau-kalau tidak disebut sebagai orang yang alim. Bagi orang yang tersebut terakhir ini, rasanya kurang afdhol kalau berdoa tidak dengan bahasa Arab, takut dianggap tidak bisa bahasa Arab.

 KH. Baidlowi memang beda. Barangkali dalam benak beliau ada prinsip bahwa tugas kyai adalah membimbing masyarakat, bukan pamer kealiman kepada masyarakat. Maka beliau ceramah dengan bahasa Jawa yang sederhana, doapun dengan bahasa Jawa agar semua orang yang mendengar doanya bisa memahaminya dan mengamininya dengan mantap. Itulah kyai yang setiap pembicaraannya muqtadhal maqam ( selalu pas dengan level lawan bicaranya). Saya juga masih mengingat, ketika Beliau dengan penuh rasa kebapaan, baik langsung maupun tidak langsung, membimbing saya dan team KKN bagaimana tatacara bermasyarakat yang baik.

Demikian, sekelumit kesan yang saya dapat dari Beliau melalui interaksi yang cukup singkat. Tentu saja, saya husnudhon bahwa kepribadian beliau yang sebenarnya lebih hebat lagi dari apa yang saya gambarkan tentang Beliau.

Terakhir saya sowan kepada Beliau, jelang ramadhan tahun 2012. Sambil mengantar adik ipar saya yang akan tabarrukan di PP. Sirajuth Tholibin, saya sowan kepada beliau yang ketika itu sudah gerah dan duduk di kursi roda. Saya memperkenalkan diri saya kembali, beliaupun hanya tersenyum damai. Dua tahun kemudian, tahun 2014 Sayapun mendengar kabar bahwa beliau telah dipanggil oleh kekasihnya untuk kembali pulang ke alam baqa'. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Semoga beliau tenang dan bahagia bersamaNya. Amin. Lahul fatihah......

Pada Kamis Kliwon, 23 Oktober 2014 / 28 Dzulhijjah 1435 Guru sekaligus Bapak kita Al Maghfurlah KH. Ahmad Baidlowie Syamsuri,Lc.H Pengasuh Pondok Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo Tanggungharjo Grobogan telah meninggalkan kita semua pergi menghadap Allah swt. Selamat jalan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun