Mohon tunggu...
hasanatul lailiyah
hasanatul lailiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Malang S1 Perbankan Syariah

Do good and feel good

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Hidup Tergantung dari Bagaimana Kita Bersyukur

27 April 2022   07:52 Diperbarui: 27 April 2022   07:58 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hallo Guys...

Artikel kali ini aku akan membagikan kisah inspiratif dari seorang kakek yang aku temui di pinggir jalan dekat UM. Waktu itu aku dan temanku tak sengaja bertemu dengan seorang kakek yang duduk seorang diri di trotoar depan UM. 

Kakek tersebut duduk seorang diri berteduh di sebuah pohon sambil membakar kayu dan ranting-ranting pohon. Sepedanya ia letakkan di pinggir jalan dekat dengan tempatnya beristirahat. 

Sepeda tuanya dipenuhi dengan tumpukan kardus. Sedih rasanya melihat kakek tersebut, aku dan temanku kemudian menghampirinya. Kami bertanya banyak hal kepadanya.

Dokpri
Dokpri

Sugito itulah namanya. Kakek tersebut berasal dari daerah Wagir. Hampir setiap hari ia pergi ke kota untuk mencari dan mengumpulkan kardus. Jarak dari tempat tinggalnya ke kota cukup jauh, butuh waktu sekitar 30 menitan untuknya bisa sampai ke kota. 

Beliau pergi ke kota menggunakan sepeda tuanya. Setiap hari dia harus mengayuh sepedanya dengan fisiknya yang sudah tidak muda lagi untuk pergi ke kota mencari tumpukan-tumpukan kardus.

Beliau menekuni pekerjaan ini kurang lebih sekitar 2 tahun. Sebelumnya beliau bekerja menjadi seorang kuli bangunan. 

Namun beberapa tahun kebelakang Kakek Sugito jarang mendapatkan tawaran pekerjaan untuk menjadi kuli bangunan. Ditambah lagi Covid-19 yang tak kunjung usai, masyarakat tambah sulit untuk mendapatkan pekerjaan. 

Setelah sepi tawaran untuk menjadi kuli bangunan, beliau memutuskan untuk mencari dan mengumpulkan kardus. Beliau mencari kardus di daerah sekitar UM. Jumlah kardus yang dikumpulkan tidak menentu. Bahkan ada suatu hari di mana beliau tidak mendapatkan kardus sama sekali.

Kakek Sugito hidup dengan saudara perempuannya. Beliau tidak memiliki keluarga. Beliau memilih untuk tidak menikah dan mempunyai anak. Alasan beliau memilih hal tersebut, yaitu karena beliau takut dirinya menjadi beban bagi anak dan istrinya kelak.

 Beliau berpikir bagaimana dia bisa memenuhi kebutuhan anak dan istrinya sedangkan untuk makan hari ini saja beliau harus bekerja dengan hasil yang tak menentu. Begitulah alasan beliau memilih hidup sendiri tanpa pasangan. Beliau tinggal di rumah saudaranya di daerah Wagir.

Pekerjaan menjadi seorang kuli bangunan menurutnya lebih enak dibandingkan bekerja mencari dan mengumpulkan kardus. Upah yang jelas, waktu bekerja yang lebih teratur menjadi alasan mengapa menjadi seorang kuli bangunan lebih enak. 

Bayangkan saja dalam satu hari upah yang dihasilkan ketika menjadi seorang kuli bangunan yaitu Rp100.000,00. Sedangkan ketika bekerja mengumpulkan kardus penghasilannya tak menentu. 

Kakek Sugito sendiri mengaku bahwa penghasilan paling banyak yang ia dapatkan yaitu Rp15.000,00. Satu kilogram kardus dijual seharga Rp3.000,00. Itu berarti kakek Sugito harus mengumpulkan kardus sebanyak 5 kilogram.

Jika ditanya apakah penghasilan dari mengumpulkan kardus cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tentu jawabannya adalah tidak cukup. 

Penghasilan yang didapatkan dari mengumpulkan kardus tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Beruntungnya beliau memiliki saudara yang berbaik hati mau menampung beliau untuk tinggal bersama.

Satu hal yang membuat saya kagum dari Kakek Sugito yaitu meskipun sedang dalam keadaan sulit dan sudah tua beliau tetap bekerja dan tidak mau mengandalkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Beliau tetap bersemangat bekerja untuk mendapatkan sesuap nasi. Beliau tidak mau mengemis atau meminta-minta, menurutnya ia lebih baik bekerja walaupun mendapatkan upah yang sedikit daripada harus mengandalkan belas kasih dari tangan orang lain. Begitulah pendapat beliau.

Banyak kita lihat diluaran sana orang-orang yang mengemis di pinggir jalan. Mengandalkan belas kasih dari tangan orang lain untuk bertahan hidup. 

Bahkan banyak juga kita temui orang muda atau anak kecil yang mengemis padahal tenaga mereka masih kuat untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik. 

Sangat disayangkan bukan? Apalagi sekarang banyak trust issue terhadap pengemis di jalanan. Mungkin ini juga menjadi salah satu alasan kakek Sugito, mengapa beliau memilih untuk bekerja mengumpulkan kardus daripada harus mengemis di pinggir jalan.

Upah yang didapatkan dari pekerjaannya tersebut memang tidak banyak, bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. 

Namun menurut beliau upah yang dihasilkan merupakan anugerah dari Tuhan yang patut untuk disyukuri. Berapa pun hasil yang didapatkan, beliau tetap mensyukurinya. 

Hal ini dapat menjadi pelajaran yang berharga bagiku. Aku tersadar bahwa ketika kita bersyukur dengan segala yang Tuhan berikan entah itu besar atau kecil jumlahnya akan terasa cukup. Manusia yang selalu merasa kurang dan tamak, padahal Tuhan selalu memberikan nikmat yang luar biasa bagi kita.

Menurutnya rezeki itu bukan hanya soal uang atau soal kekayaan. Manusia diberikan nikmat sehat dan umur itu juga merupakan salah satu satu rezeki yang luar biasa. Jika kita sakit, kita tidak akan bisa bekerja dan tentunya kita tidak akan mendapatkan uang. 

Hidup itu tergantung bagaimana kita bersyukur. Berapa pun upah yang didapatkan jika kita bersyukur, maka rasanya upah yang sedikit itu terasa cukup dan begitu berarti. Kalau kita banyak mengeluh, kita akan terus merasa kurang, padahal sudah banyak yang Tuhan berikan untuk kita. Begitulah kata kakek Sugito.

Setelah mengobrol agak lama dengan beliau, aku dan temanku berpamitan kepadanya. Kami memberikan sebuah bingkisan kecil kepadanya. Kami berharap apa yang kami berikan bisa bermanfaat bagi kakek dan keluarganya. 

Terima kasih kakek Sugito yang sudah mau berbagi cerita dengan kami. Begitu banyak pelajaran yang dapat saya ambil dari cerita kakek, terutama tentang bersyukur atas segala sesuatu yang Tuhan telah berikan. Semoga kita menjadi orang yang selalu bersyukur dan sukses dikemudian hari.

Terima kasih Guys!!!!!!

See U di artikel selanjutnya yaaa :'))

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun