"Nggeh."
"Konon, Syekh Jambu Karang itu dulu namanya adalah Raden Mundingwangi. Dia adalah seorang bangsawan dari Kerajaan Pajajaran yang sedang menyepi bersama rombongannya ke wilayah Pegunungan Ardi Lawet. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan Syekh Atas Angin, seorang penyebar agama Islam. Mereka beradu kesaktian dan Raden Mundingwangi kalah. Atas kekalahan itu, ia memutuskan untuk menjadi seorang muslim dan berganti nama menjadi Syekh Jambu Karang. Namun, rombongan Syekh Jambu Karang ada yang enggan mengikuti keyakinan baru pemimpinnya dan memilih untuk tetap hidup di hutan belantara, dan bisa jadi mereka juga hidup di hutan sini. Kata orang-orang, mereka memiliki kemampuan linuwih untuk berubah menjadi macan."
Jerome penasaran, ingin mengajukan banyak pertanyaan terkait wong alas sebab kisah itu baru sekali ini ia dengar, namun Serli mendesaknya untuk segera berpamitan dan melanjutkan wawancaranya dengan petani lain.
Hingga mendekati asar, Serli telah berhasil melakukan wawancara kepada sembilan narasumber. Kurang satu narasumber lagi dari target awal. Namun, langit mulai gelap dan kabut mulai turun. Di penghujung tahun seperti ini, hujan hampir turun setiap sore. Apalagi mereka sedang berada di jalur perbukitan yang tidak memiliki penerangan. Jika tidak segera pulang, mereka akan terjebak dalam kegelapan di tengah hutan.
Setelah asar di langgar terdekat, mereka bergegas pulang. Namun, lima menit kemudian, hujan turun dengan deras disertai angin dan petir yang menyambar-nyambar. Jerome lupa tidak membawa mantel. Jalanan telah basah dan agak licin. Langit semakin gelap. Di sebelah kiri mereka ada lereng bukit yang sewaktu-waktu bisa longsor. Sementara di sebelah kanan mereka terdapat jurang dengan sungai di bawahnya.
Ketika menemukan sebuah gubuk di pinggir jalan, mereka mampir ke gubuk itu untuk berteduh di dalamnya. Jerome menyetel lagu Ande-Ande Lumut kesukaannya guna mengurangi suasana mencekam di dalam gubuk itu. Serli memeluk erat Jerome dalam kepasrahan. Dan pelukan itu cukup untuk membangkitkan kembali berahi di antara mereka berdua. Mereka kembali menanggalkan pakaian, tak peduli meski dingin menusuk ke dalam tulang sebab dingin itu telah takluk oleh panasnya gairah yang sedang mereka rasakan.
Dari balik jendela gubuk, Serli kembali melihat ada sepasang mata yang lebar sedang mengawasinya. Mereka segera mengenakan kembali pakaian yang tergeletak di meja. Jerome dan Serli yang memegang erat tangan kekasihnya sebab ketakutan, berjalan membuka pintu gubuk untuk memastikan sepasang mata yang mengintip aktivitasnya.
Dari arah samping gubuk, seorang pria dengan bertelanjang dada berjalan menghampiri mereka. Matanya lebar. Rambutnya tergerai panjang. Tidak memiliki gumun. Tidak memiliki tumit. Dan berjalannya jinjit.
"Nyong kencot," ujar pria itu.
"Dia bilang apa, Yang?" tanya Serli pelan dengan wajah menggigil ketakutan.
"Katanya dia lapar."