Di salah satu rumah warga dengan gagang-gagang sapu bertumpuk di terasnya, Jerome dan Serli turun dari sepeda motor. Sang tuan rumah yang merupakan petani gelagah sekaligus perajin sapu menyapa dan bertanya hajat mereka datang ke rumahnya. Jerome menjelaskan jika ia sedang menemani Serli untuk melakukan wawancara kepada para petani gelagah di Desa Sirau guna memenuhi tugas akhir perkuliahannya. Mereka pun disambut dengan hangat oleh tuan rumah. Dipersilakan duduk di ruang tamu, serta dibuatkan kopi dan teh. Jerome sempat menolak sebab sudah mengopi di warung, namun sang tuan rumah tetap saja membuatkannya.
"Monggo unjukane diunjuk!" ujar sang tuan rumah.
"Nggeh, matur nuwun, Pak."
Setelah menyeruput sekadarnya sebagai simbol penghormatan terhadap hidangan dari tuan rumah, Serli segera memulai wawancara. "Perkenalkan saya Serli, mahasiswi jurusan diploma tiga penilai. Tujuan saya ke sini adalah untuk melakukan wawancara kepada para petani gelagah guna memenuhi karya tulis tugas akhir saya yang berjudul Analisis Penentuan Nilai Guna Langsung Gelagah Arjuna di Desa Sirau, Kecamatan Karangmoncol, Kabupaten Purbalingga dengan Menggunakan Teknik Real Market Price."
 Sang tuan rumah mengangguk, entah paham entah tidak. Serli mengajukan beberapa pertanyaan dengan sesekali dibantu oleh Jerome untuk menerjemahkan, baik dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, maupun sebaliknya.
"Selain warga Desa Sirau, apa ada juga yang memanfaatkan hutan di Bukit Siregol ini, Pak?" tanya Jerome basa-basi.
"Memanfaatkan bagaimana ya? Mungkin kalau untuk tempat tinggal, barangkali ada wong alas yang tinggal di dalamnya."
"Wong alas?"
"Ya. Tapi itu entah ada atau tidak keberadaannya, saya juga belum pernah bertemu."
"Siapa wong alas itu, Pak?"
"Sampeyan tahu Syekh Jambu Karang yang makamnya ada di Desa Panusupan?"