Mohon tunggu...
Haryo WB
Haryo WB Mohon Tunggu... Penulis - Sinau Bareng
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis merangsang refleksi, jadi jika kamu tidak bisa mereflesikan sesuatu untuk ditulis, tetaplah mencoba untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Sepak Terjang Perusahaan Intelijen Israel, Penyewanya asal Indonesia

18 Desember 2021   09:50 Diperbarui: 18 Desember 2021   09:57 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Informasi tentang Aliada Group Inc. relatif sedikit. Artikel tersebut mencatat bahwa Aliada Group Inc. "didukung oleh perusahaan ekuitas swasta Mivtach-Shamir, yang menghabiskan $3,5 juta untuk mengakuisisi 32% saham di Aliada pada Desember 2016, bersama dengan opsi untuk tambahan akuisisi 5%." Mivtach-Shamir adalah " perusahaan investasi Israel yang terbuka secara publik " dan didirikan oleh Meir Shamir. Registrasi identitas perusahaan WiSpear/Passitora Ltd., terdaftar di Siprus, dan tercatat bahwa "Mivtah Shamir Technologies (2000) Ltd." terdaftar sebagai direktur Passitora Ltd., bersama dengan Dilian. "Mivtach Shamir Technologies (2000) Ltd.," ditemukan dalam registrasi identitas perusahaan di Israel, tampaknya didirikan tahun 2000.

Lebih lanjut, dalam sebuah artikel yang dimuat Haaretz tahun 2020 berjudul A Shady Israeli Intel Genius, His Cyber-spy Van and Million-dollar Deals mencatat bahwa Avi Rubinstein, seorang "pengusaha teknologi tinggi, mengajukan gugatan terhadap Dilian di Pengadilan Distrik Tel Aviv." Menurut Haaretz , Aliada Group Inc. digambarkan dalam litigasi sebagai "sekelompok perusahaan senjata siber yang produknya bernama Intellexa." Dua orang lainnya, Oz Liv, yang juga seorang komandan di Unit 81, dan Meir Shamir, juga ditetapkan sebagai terdakwa. Menurut Haaretz , kedua orang ini, bersama dengan Rubinstein, mengajukan gugatan, dan Dilian, mereka adalah pemegang saham di Aliada Group Inc.

Surat kabar Israel Haaretz lebih lanjut memberitakan bahwa Rubinstein menuduh Dilian, Liv, dan Shamir bertindak "secara ilegal untuk mencairkan saham [Rubinstein] sendiri melalui piramida perusahaan yang didirikan di luar negeri. Beberapa dari perusahaan-perusahaan itu didirikan melalui orang-orang pendahulu yang terhubung dengan Dilian, termasuk istri keduanya, Sara Hamou" (sebagaimana disebutkan di atas, nama Hamou muncul dalam daftar perusahaan The Dun & Bradstreet. Gugatan itu juga dilaporkan mengklaim bahwa "pengalihan kegiatan Aliada Group Inc keluar dari Israel melalui perusahaan cangkang, pertama ke Kepulauan Virgin Britania Raya dan kemudian Irlandia".

Menurut BVI Registrar of Corporate Affairs, sejak tanggal publikasi laporan berjudul Pegasus vs. PredatorDissident's Doubly-Infected iPhone Reveals Cytrox Mercenary Spyware, status hukum Aliada Group Inc. adalah "dalam hukuman" karena tidak membayar biaya tahunan. 

Sumber: tangkapan layar laporan Threat Report on theSurveillance-for-Hire Industry
Sumber: tangkapan layar laporan Threat Report on theSurveillance-for-Hire Industry

Laporan pemilik Facebook, Meta Platforms Inc , menuding 7 perusahaan pengawasan swasta atas peretasan atau pelanggaran lainnya yang mereka lakukan untuk merugikan individu yang rentan seperti misalnya aktivis, jurnalis, minoritas, dan telah menargetkan sekitar 50.000 pengguna Facebook untuk membagikan temuannya dengan platform lain, peneliti keamanan, dan pembuat kebijakan untuk mengambil tindakan yang tepat. 7 perusahaan pengawasan swasta-untuk-sewa yang dimaksud Meta Platforms Inc, adalah: Cobwebs Technologies, Cognyte, Black Cube, Bluehawk CI, BellTroX, Cytrox, dan entitas yang tidak dikenal di China.

Lebih lanjut, terdapat 1.500 akun Facebook dan Instagram yang terafiliasi ke perusahaan-perusahaan itu. Kini, seluruhnya sudah ditutup. Akun-akun diyakini telah menyasar sedikitnya 48.000 target khusus di sedikitnya 100 negara, termasuk Indonesia.

"Tujuan tindakan hari ini bukan hanya menutup akun, melainkan mengganggu mereka semaksimal mungkin. Tujuannya adalah mengungkap operasi mereka dan membawa transparansi pada industri ini," kata Direktur Ancaman Meta David Agranovich, dikutip dari Kompas,  Jumat (17/12).

Setidaknya, ini menunjukkan bahwa Indonesia hanya menjadi korban dan penonton aksi pengguna perangkat mata-mata. Hal itu pun hingga saat ini belum tercatat adanya korban jiwa, namun kerugian yang besar yang ditimbulkan dari operasi pengguna perangkat mata-mata tidak dapat dinilai melalui uang saja. Aspek strategis dari operasi intelijen di dunia siber hanya diketahui oleh para pelakunya sejauh mana dan sedalam apa tingkat penetrasinya.

Ancaman terbesar dari perang siber adalah apabila telah menimbulkan korban jiwa dan kerugian material yang besar. Sebagaimana dalam ilustrasi dalam film hollywood, apa yang paling ditakuti dari perang siber adalah sabotase instalasi vital, pencurian kekayaan negara secara besar-besaran, dan lumpuhnya sistem yang berjalan di suatu negara yang dikendalikan oleh komunikasi online. Hal itu semua dapat menyebabkan suatu negara hancur.

Baca: Ghassem Saberi Gilchalan, Mengungkap Misi Rahasia Mata-mata Asing

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun