Fungsi Pers sebagai media pendidikan, Hal ini berarti informasi atau berita yang disebarluaskan melalui media juga berfungsi untuk mendidik, mengandung kebenaran, mencerdaskan dan mendorong untuk berbuat kebaikan. Sehingga totontonan dan bacaan juga menjadi tuntunan.
Fungsi sebagai hiburan yang menunjukkan pada tindakan-tindakan komunikatif yang terutama dimaksudkan untuk menghibur dengan tidak mengindahkan efek-efek instrumental yang dimilikinya. Artinya apapun pesan rekreatif yang disampaikan mulai dari cerita pendek sampai teka-teki silang dan anekdot, tidak boleh yang bersifat negatif apalagi destruktif.
Dengan fungsi kontrol sosial yang dimilikinya tersebut pers disebut sebagai institusi sosial yang tak pernah tidur. Begitupun dengan Napoleon Bonaparte mengatakan bahwa ia lebih takut kepada pers dari pada ratusan ribu serdadu dengan sungkur terhunus.
Media masa yang paling dekat adalah media elektronik maka kita analisis secara subyektif, kenapa subyektif karena hanya melalui satu prespektif yaitu dari penulis (Saya, red) Berbicara tatanan social, maka Dampak media massa sangat signifikan dalam mengubah tata social adalah televisi bahkan televisi telah mampu menjadi pengendali kehidupan masyarakat. Sebagai khalayak sasaran, masyarakat umumnya sangat mudah menerima berbagai ragam sajian opini, pemberitaan dan penayangan media.
Penduduk Indonesia dari semua tingkat penghasilan senang sekali menonton TV dan hampir semua, atau 95 persen, rumah tangga kelas menengah punya televisi. Televisi menjadi media pilihan utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia, yang rata-rata menghabiskan waktu 4,5 jam setiap harinya untuk menonton televisi (Nielsen Indonesia:2011)
Dengan angka ini bagaimana tidak pengaruh yang diberikan juga begitu besar bagi kita terutama untuk anak-anak dan remaja kini.
Berita Politik yang tak berimbang, Sinetron, talk show, acara music dengan durasi yang panjang dan setiap hari mewarnai layar kaca belum lagi infotaimen yang hadir 3 kali sehari seperti makan nasi dan minum obat. Satu station televisi menayangkan dua sampai tiga jenis program infotaimen (acara gossip) dan empat sampai lima judul sinetron. Belum lagi iklan atau sponsor yang mengandung tayangan dewasa. Seperti, iklan permen, deodorant, fasta gigi, snack, pewangi pakaian, dll
Lebih lucu lagi kartun anak-anak yang menggunakan pakaian terbuka di sensor benar atau tidak Sikap KPI ini saya tidak tahu. Tapi sangat salah jika tayangan iklan yang vulgar dan sinetron remaja yang jauh dari unsur edukatif kini dibiarkan.
Sebetulnya ada lembaga-lembaga terkait yang secara tidak langsung berperan mengawasi regulasi media massa. Misalnya Komisi Penyiaran Indonsia (KPI) yang berfungsi mengawasi penyiaran atau lembaga ad hoc insan media seperti Dewan Pers, yang memiliki tanggungjawab sebagai penjaga moral dan etika pekerja media dalam menjalankan tugas profesi.
Entah kenapa beberapa tahun terakhir pengawasan dari KPI begitu lemah dan televisi hanya mementingka rating pasar bukan rating edukatif dan seharusnya media sebagai control social malah hanya mempengaruhi pikiran masyarakat dan merusak tatanan social hanya karena tayangan telivisi yang tak jelas sumber berita dan hanya mempengaruhi masyarakat agar hidup hedonis.
Revolusi mental juga dimulai dari revolusi media, agar media lebih berpihak kepada masyarakat untuk selalu mempunyai program edukatif, inovatif dan inspiratif.