Sore itu, Jumat 28 Juli 1995, suasana Kota Banjarmasin relatif sepi. Konon sebagian masyarakat sedang menyaksikan semi final Liga Indonesia I (Liga Dunhill) yang disiarkan langsung sebuah televisi swasta.Â
Sebegitu menarikkah pertandingan sore itu sehingga menyedot animo masyarakat kota Seribu Sungai ? Ya, sore itu yang bertanding adalah klub kebanggaan Banua, Barito Putera. Yang menjadi lawan di semifinal adalah klub kuat di era perserikatan yaitu Persib Bandung.
Setelah berhasil menyingkirkan klub bertabur bintang Pelita Jaya dan juga Bandung Raya pada 8 besar Grup A Ligina I, mimpi masyarakat Kalimantan Selatan seakan melambung.Â
Barito Putera yang kala itu dibesut pelatih Daniel Rukito dianggap sebagai "bayi ajaib" yang siap berprestasi pada gelaran Ligina  (Liga Indonesia) I itu. Pada laga semifinal, Barito menghadapi Persib Bandung sedangkan jagoan Kalimantan lainnya yaitu Pupuk Kaltim Bontang melawan Petrokimia Putra.
Dengan skuat terbaiknya kala itu, Abdillah yang asli Martapura pada posisi penjaga gawang, Alm. Saiman di belakang, Salahudin di kiri, Yusuf Luluporo di Kanan, Fahmi Amirudin dan Roni Arifin di tengah, Frans Sinatra Huwae, Heriansyah, Albert Korano, Dasrul Bachri, dan sang striker Joko Heriyanto benar-benar melambungkan impian masyarakat Kalimantan Selatan untuk meraih juara pada Ligina I..
Laga semifinal sore itu dipimpin oleh wasit kontroversial bernama Khairul Agil. Tentang wasit ini, bahkan saking kontroversialnya bagi warga Kalsel, suatu ketika di medio 2017 saya mengikuti pengajian di sebuah kampung di salah satu sudut Kota Banjarmasin.Â
Sang Ustadz yang sudah setengah baya bahkan menceritakan dengan detil kejadian pertandingan 22 tahun lalu itu dengan sedikit nada kemarahan. Beberapa jamaah yang saat kejadian belum lahir hanya terbengong dengan cerita pak ustadz. Saya kira memang bisa dipahami bagaimana sakit hatinya warga Kalsel pada wasit yang satu ini.
Kembali ke pertandingan. Pada pertandingan tersebut, 2 gol Barito Putera ke gawang Persib dianulir  dengan alasan offside. Dibawah tekanan puluhan ribu bobotoh yang memadati Stadion Utama Senayan waktu itu, dibawah sorot kamera sebuah stasiun televisi yang menyiarkan secara langsung, perjuangan Laskar Antasari terhenti oleh gol Kekey Zakaria.Â
Barito Putera takluk 0-1 dari Persib Bandung. Akhirnya Barito Putera harus merelakan tiket Final Ligina I ke tangan Persib Bandung yang akhirnya sukses menjadi juara setelah mengalahkan Petrokimia Putra yang kala itu diperkuat duet Jacksen F Tiago dan Carlos De Mello, Â juga dengan skor 1-0 yang dicetak oleh Sutiono Lamso.
Barito Putera kalah dengan kepala tegak. Gelar juara tanpa mahkota disematkan oleh fans yang menunggu di bandara Syamsudin Noor dan mengaraknya hingga Kota Banjarmasin yang berjarak sekitar 30 kilometer.
Itulah memori 23 tahun lalu, dan itu juga prestasi tertinggi yang pernah digapai Laskar Antasari di kasta tertinggi kancah persepakbolaan nasional
Pada gelaran Liga Indonesia tahun-tahun berikutnya, klub yang berdiri tanggal 21 April 1988 ini mengalami pasang surut prestasi. Krisis ekonomi yang melanda negeri ini juga membawa dampak pada klub kebanggaan Kalimantan Selatan ini secara finansial.Â
Akhirnya masa kelam Barito Putera terjadi saat klub ini menempati peringkat juru kunci (peringkat 20) pada Ligina 2003 dan harus terdegradasi ke Divisi I. Seolah belum berhenti, Barito Putera  harus turun ke kasta paling bawah yaitu Divisi II pada tahun berikutnya.
Berkutat di Divisi II selama 3 tahun, hingga akhirnya sang pemilik sekaligus pendiri, H. Sulaiman HB menugaskan putera bungsunya Zainal Hadi untuk menjadi manager tim yang didirikannya tahun 1988 lalu itu. Masih dalam kondisi krisis, Zainal bergerak cepat dengan memanggil mantan pemain Barito Putera Salahudin yang sukses mengantarkan Persepar Palangkaraya ke Divisi I Liga Indonesai musim 2007.
Dalam keadaan terpuruk, sang pelatih anyar memikul tanggung jawab cukup berat untuk mengembalikan kejayaan Barito Putera seperti pada musim 1994/1995 saat dimana waktu itu dia juga ikut menjadi pemain. Dengan segala keterbatasan, Salahudin berhasil mengumpulkan materi pemain yang mempunyai semangat juang tinggi dan akhirnya berhasil meraih Juara Divisi II pada 2008 yang artinya otomatis mendapat tiket promosi ke Divisi I.
Salahudin kembali membangkitkan gairah Laskar Antasari untuk kembali naik kasta tertinggi Liga Indonesia (Liga Super Indonesia). Tahapan demi tahapan ibarat anak tangga yang harus dinaiki oleh klub yang bermarkas di Stadion 17 Banjarmasin ini.
Gairah tim kembali membara, pilar-pilar terbaik disetiap lini mulai dihadirkan, diantaranya Sugeng Wahyudi, Husin Mugni, Dwi Permana, Zulkan Arief, Andre Djoko dan Sartibi Darwis. Pada musim pertamanya di Divisi I, Barito Putera sanggup bertahan.
Pada musim berikutnya yaitu 2009/2010 Barito Putera kembali naik kasta ke Divisi Utama. Pelatih kelahiran Palembang Sumatera Selatan ini hanya butuh dua musim untuk membawa Tim Seribu Sungai promosi ke Liga Super Indonesia (LSI), tepatnya musim 2011/2012.Â
Barito Putera memastikan diri promosi ke LSI setelah mengalahkan Persepam Pamekasan 2-0 dalam semifinal Divisi Utama Liga Indonesia yang diselenggarakan di Stadion Manahan Solo. Artinya, sebuah prestasi besar telah Salahudin torehkan untuk Barito Putera, yaitu 3 kali promosi dalam rentang hanya 5 tahun.
Akhirnya, hari Minggu malam, 8 Juli 2012 seluruh pecinta Barito Putera menyaksikan tim Kota Seribu Sungai ini berhasil mengangkat Piala Divisi Utama. Meski gelar juara kasta kedua, namun prestasi ini tentu sangat membanggakan. Sejak 18 tahun Liga Indonesia digelar, akhirnya  Barito Putera berhasil mengangkat Piala, meski bukan piala Liga Super Indonesia. Sebuah torehan yang sangat dinanti oleh Barito Mania (Bartman), julukan bagi pendukung Barito Putera.
Prestasi Salahudin bersama Barito Putera pada musim pertamanya di LSI-2013 Â pun tak bisa dibilang jelek, Barito Putera finish di peringkat 6 dari 18 tim yang berlaga. Pelatih yang pernah mencicipi gelar juara Sea Games 1991 Manila tersebut masih dipertahankan oleh manajemen.
Namun pada musim berikutnya, prestasi Barito Putera memang mengalami penurunan, hanya mengakhiri musim di posisi 7 dari 11 peserta LSI wilayah I. Rekor tak terkalahkan di kandang sendiri pun sirna, Barito Putera justru cenderung sering tampil jelek di kandang, terbukti hanya menang 4 kali, dan seri serta kalah masing-masing 3 kali.
Entah karena prestasi atau bukan, era kepemimpinan pelatih berkepala plontos ini pun berakhir. Tampuk kepemimpinan secara estafet dipegang Mundari Karya, lalu Yunan Helmi (caretaker) hingga akhirnya musim 2017 ke tangan Jacksen F Tiago.
Uniknya, pada musim yang dikatanya terburuknya di Barito Putera itu, pemain-pemain didikan Salahudin justru mencapai prestasi terbaik. Amirul Mukminin misalnya. Pemain asal Sumatera Selatan ini cukup lama bergabung dengan Salahudin di Barito Putera, tepatnya sejak mengarungi Divisi Utama.Â
Sebelum membela Barito Putera, Amirul tercatat sebagai  pemain Sumatera Selatan di PON 2004 dan hanya pernah mencatat tampil 2 kali di Sriwijaya pada LSI 2010. Amirul juga tercatat pernah gagal lolos dalam seleksi tim Persita Tangerang dan Persebaya Surabaya.
Namun, di bawah asuhan Salahudin, Amirul tidak hanya mampu bermain bagus, tapi juga berhasil menembus ke Timnas Indonesia. Tak hanya Amirul, beberapa anak asuh Salahudin yang berhasil menembus Timnas yaitu Dedi Hartono dan Rizky Rizaldi Pora. Jadi meskipun banyak orang mengatakan musim tersebut musim terburuk Salahudin di Barito Putera, namun individu-individu didikan Salahudin mencapai titik terbaik dalam karier mereka.
Target Juara di Usia 30 Tahun
Kini beban berat ada di pundak pria asal Brasil mantan pemain Petrokimia Putra, PSM  dan  Persebaya ini. Pelatih yang suka menggigit sedotan saat dipinggir lapangan ini diberi target membawa Barito Putera juara musim 2018 ini. Konon sebagai kado Laskar Antasari yang pada tahun ini berulang tahun ke-30.
Meski tidak seagresif klub elit lain dalam melakukan perekrutan pemain, manajemen yakin dengan kerangka tim yang telah dibentuk oleh Coach Jacksen pada musim sebelumnya. Hanya ada beberapa  tambahan pemain di lini yang dianggap perlu. Salah satu pemain yang tergolong pemain bintang yang didatangkan adalah Samsul Arif. Berbekal torehan 17 gol saat membela Persela Lamongan musim 2017, dia digadang-gadang menjadi juru gedor  Laskar Antasari musim 2018 ini.
Selain Samsul Arif, Barito Putera juga mendatangkan 5 pemain lain yaitu striker Bijahil Chalwa dan Kiper Dian Agus Prasetyo dari Persiba Balikpapan, Mariando Uropmabin (Perseru Serui), Firly Apriansyah (Bhayangkara FC), Ronny Beroperay (Persipura) dan Ady Setiawan (Martapura FC). Untuk slot legiun asing, pelatih yang juga sering dipanggil Papi Negro ini memilih nama Patrick Da Silva (pada akhirnya dicoret dan diganti Juan Pablo Pino). Sedangkan 3 legiun asingnya merupakan pemain lama yang dipertahankan, yaitu Matias Cordoba, Douglas Packer, dan Aaron Evans.
Khusus Dian Agus Prasetyo (DAP), ia kembali ke Barito Putera setelah sebelumnya juga pernah bermain untuk tim ini musim 2012/2013. Nama-nama pemain seperti Gavin Kwan Adsit, Rizky Pora, Paulo Sitanggang, Hansamu Yama, TA Musafri dan lain-lain masih menghiasi daftar skuat Barito Putera musim ini.
Hingga pekan ke-6 (29 April 2018), Barito Putera berhasil mengemas hasil cukup positif yakni mengoleksi 10 poin hasil dari 3 kali menang, 1 kali imbang dan 2 kali kalah dan berada pada posisi 5 besar. Salah satu kemenangan bahkan dipetik saat Barito Putera tandang ke markas Persebaya dengan skor 2-1.
Suporter dan masyarakat Banjarmasin menaruh harapan besar kepada klub yang komandani Hasnuryadi Sulaiman yang merupakan putera pendiri ini. Masyarakat Banjarmasin rindu akan prestasi klub ini. Stadion 17 Mei yang merupakan stadion kebanggaan masyarakat Banjarmasin dan menjadi home base Barito Putera terasa semakin renta untuk menunggu prestasi dari klub kebanggaannya.
Selain prestasi, sebagai warga Banjarmasin tentu kita juga berharap nama-nama pemain asli Banua bisa menghiasi deretan skuat Barito Putera pada musim-musim mendatang. Seperti kita ketahui, saat ini sangat jarang terdengar pemain Liga 1 yang berasal dari Kalimantan Selatan. Sebagai klub profesional, tentu tidak ada yang salah dengan skuat Barito Putera, klub ini merekrut pemain sesuai dengan kebutuhan tim.Â
Tapi alangkah membanggakan jika pemain lokal bisa mengisi skuat utama klub ini. Jacksen bukanlah tipe pelatih yang alergi pemain muda, bahkan boleh dibilang sangat akomodatif.Â
Terbukti pada Bulan Desember 2017 dia mengumumkan 5 nama pemain Barito Putera Junior yang diberi kesempatan untuk masuk ke skuat senior. Salah satu nama yang diberi kepercayaan tersebut adalah M Rafi Syaharil. Seiring performanya yang meningkat, pemuda kelahiran Jakarta 17 tahun lalu itu bahkan secara mengejutkan mendapat kepercayaan menjadi starter pada beberapa pertandingan awal Liga 1 2018 ini. Semoga makin banyak pemain muda yang mendapat menit bermain lebih banyak di klub ini.
Semoga 2 penantian itu akan terwujud, Selamat Ulang Tahun ke-30 Barito Putera, Waja Sampai Kaputing !
Banjarmasin, 29 April 2018
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI