Mikroplastik?
Apa ItuMikroplastik berasal dari dua sumber utama:
- Primer: Produk industri seperti microbeads dalam kosmetik, serat sintetis, dan partikel abrasif lainnya.
- Sekunder: Hasil degradasi plastik yang lebih besar seperti botol, kantong, atau jaring ikan akibat paparan sinar UV dan gelombang laut.
Berdasarkan laporan UNEP, setiap tahun, sekitar 11 juta ton plastik masuk ke laut, dan jumlah ini diperkirakan akan meningkat tiga kali lipat pada 2040 jika tidak ada tindakan signifikan.
Dampak Mikroplastik pada Ekosistem Laut
1. Bahaya bagi Biota Laut
Mikroplastik sering tertelan oleh biota laut, mulai dari plankton hingga ikan besar. Dalam rantai makanan, mikroplastik dapat mengganggu proses metabolisme dan menyebabkan kematian akibat tersumbatnya saluran pencernaan. Penelitian menunjukkan bahwa 30% ikan yang ditangkap di perairan Indonesia memiliki kandungan mikroplastik dalam tubuhnya.
2. Efek Biokimia
Mikroplastik sering membawa zat kimia beracun seperti PCB, BPA, dan DDT. Ketika termakan oleh organisme laut, zat-zat ini dapat menimbulkan efek toksik, termasuk gangguan hormon dan reproduksi.
3. Dampak pada Manusia
Karena manusia mengonsumsi ikan dan hasil laut lainnya, mikroplastik juga masuk ke dalam rantai makanan manusia. Menurut penelitian WHO, meskipun dampak langsung terhadap kesehatan manusia masih diteliti lebih lanjut, adanya mikroplastik dalam tubuh dapat menyebabkan stres oksidatif dan inflamasi.
Mengapa Indonesia Rentan terhadap Masalah Ini?
Sebagai negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia menghasilkan sekitar 3,2 juta ton sampah plastik setiap tahun, di mana 1,29 juta ton berakhir di laut. Kurangnya pengelolaan limbah yang efektif, penggunaan plastik sekali pakai yang masif, serta rendahnya kesadaran masyarakat menjadi penyebab utama.
Upaya Penanganan Mikroplastik
1. Kebijakan Pemerintah
Indonesia telah meluncurkan National Action Plan on Marine Debris dengan target mengurangi sampah plastik di laut hingga 70% pada 2025. Langkah ini melibatkan pengurangan plastik sekali pakai, peningkatan daur ulang, dan pemberdayaan masyarakat.
2. Peran Inovasi Teknologi
Beberapa teknologi seperti bioplastik berbasis rumput laut dan mesin penyaring mikroplastik mulai dikembangkan. Universitas Airlangga sendiri sedang melakukan penelitian mengenai pemanfaatan biota laut untuk membantu penguraian mikroplastik secara alami.
3. Kesadaran dan Edukasi
Perubahan perilaku masyarakat adalah kunci utama. Kampanye nasional untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai serta pengenalan gaya hidup zero waste perlu diperluas.
4. Kolaborasi Internasional
Sebagai bagian dari perjanjian G20, Indonesia bekerja sama dengan negara lain untuk mengurangi polusi plastik di laut, berbagi teknologi, dan mendukung riset global.
Refleksi dan Harapan
Sebagai mahasiswa Universitas Airlangga yang terletak di Surabaya, kota dengan pelabuhan utama Indonesia, saya merasa bahwa kampus dan mahasiswa memiliki peran strategis dalam memerangi masalah mikroplastik. Melalui penelitian, advokasi, dan kolaborasi lintas disiplin, Universitas Airlangga dapat menjadi motor perubahan dalam mengatasi polusi plastik.
Laut adalah salah satu paru-paru dunia, menghasilkan lebih dari 50% oksigen yang kita hirup. Jika mikroplastik terus mengancam ekosistem laut, dampaknya tidak hanya pada lingkungan, tetapi juga pada keberlanjutan hidup manusia. Mari kita bergerak bersama, mulai dari langkah kecil seperti membawa botol minum sendiri hingga mendorong perubahan kebijakan untuk masa depan laut yang lebih bersih dan sehat.
Referensi
UNEP Report on Plastic Pollution 2024.
World Health Organization (WHO) Studies on Microplastics.
National Action Plan on Marine Debris, Pemerintah Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H