Tahun 2013, administrasi pajak Norwegia melakukan penelitian terhadap wajib pajak yang mendapatkan pengurangan pajak yang cukup tinggi. Audit ini merupakan audit korespondensi yang berbiaya rendah terhadap 15.000 dari 350.000 wajib pajak. Tahun 2014, dilakukan pemeriksaan pajak denggan model administrasi kalibrasi dimana skor diatas rata-rata. Kebijakan penegakan pajak yang dilakukan adalah identifikasi perilaku penerima upah saat dilakukan audit sehingga audit dapat memprediksi tingkat kepatuhan di masa yang akan datang. Kebijakan selanjutnya adalah melakukan pengecekan terhadap respons pasangan wajib pajak yang sedang diperiksa. Kebijakan ketiga adalah peningkatan secara signifikan tingkat kepatuhan pajak karena adanya skor resiko terhadap wajib pajak. Kebijakan keempat adalah skor resiko dan perilaku wajib pajak adalah hubunggan yang informatif untuk determinasi pemeriksaan secara optimal.
Peningkatan kepatuhan setara dengan jumlah yang diungkapkan secara langsung oleh audit. Efek terhadap anggaran publik, pendapatan marjinal harus dibandingkan dengan biaya audit. Bomb-crater effect merupakan mekanisme pendukung dalam penelitian ini dimana tingkat kepatuhan wajib pajak akan menurun dikarenakan wajib pajak memprediksi tidak akan dilakukan pemeriksaan lahi oleh otoritas pajak. Berbeda dengan efek kawah bom yang menunjukkan hipotesis bahwa probabilitas audit akan meningkat pada masa yang akan datang.
Pada 2015, Norwegia memiliki sekitar 5,2 juta penduduk, 79% di antaranya wajib membayar pajak dan mengajukan pengembalian pajak. Pemeriksaan dilakukan Mei - Desember dengan mekanisme audit korespondensi atau pemeriksaan kantor berbiaya rendah. Data yang diamati adalah pemeriksaan pajak dan pengembalian pajak tahun 2013 dan tahun 2014 dengan total sampel 300.000 wajib pajak dengan karakteristik sampel wirausahawan yang menerima anuitas pensiun dan deviden. Strategi empiris yang dilakukan pertama menggunakan estimasi dengan seperangkat kontrol pretreatment. Kedua adalah saldo praaudit dimana pemeriksaan  saldo berbasis skor resiko.
Bagi otoritas pajak, penerimaan pajak setelah dikurangi biaya pelaksanaan merupakan kriteria inti untuk menentukan skala dan ruang lingkup pemeriksaan pajak (OECD, 2006). Jika kita mengevaluasi audit dari perspektif kesejahteraan sosial, kita juga perlu mempertimbangkan biaya swasta (Keen dan Slemrod, 2017) dan fakta bahwa pendapatan publik mungkin memiliki harga bayangan yang lebih besar dari satu kesatuan.
Audit berpengaruh terhadap perilaku wajib pajak di masa yang akan datang. Efek kepatuhan audit muncul karena adanya cara untuk mengurangi kesalahan dalam pelaporan atau upaya menghindari pajak.
Studi yang dilakukan Eberhartinger et al (2021) terhadap 54 negara pada tahun 2014 sampai dengan 2017 menunjukkan hasil bahwa audit perpajakan berbasis resiko memiliki dampak yang negatif terhadap upaya penghindaran pajak menggunakan uji cross sectional. Selain itu, strategi dalam pemeriksaan pajak berbasis resiko cenderung menurunkan resiko penghindaran pajak. Audit perpajakan berbasis resiko ini memiliki dampak yyang lebih massif di negara yang memiliki kualitas manajerial yang cukup buruk, tingkat kredibilitas yang sangat rendah, namun kondisi ekonomi yang cukup baik. Dampak lain dari audit perpajakan ini adalah efisiensi biaya pemungutan pajak yang dilakukan oleh otoritas pajak.
NoveltyÂ
Dari hasil literature review tersebut, novelty dari penelitian ini adalah sebagai berikut :Â
- Tingkat kepatuhan pajak di dunia berdasarkan data OECD masih rendah dengan estimasi 34,2% sehingga diperlukan upaya pemerintah untuk melakukan risk based tax audit secara berkala. Apalagi mengingat hasil penelitian dan studi literature review menunjukkan bahwasannya tingkat kepatuhan wajib pajak menurun setelah dilakukan pemeriksaan pajak dikarenakan adanya perilaku dan persepsi wajib pajak bahwa otoritas pajak tidak akan melakukan pemeriksaan pajak setellah dilakukan pemeriksaan pajak.Â
- Beberapa faktor yang berpengaruh dalam risk based tax audit adalah efek dinamis dimana didalamnya terdapat perilaku wajib pajak dan kepatuhan pajak. faktor lainnya adalah efek bom kawah dimana pemeriksaan pajak yang dilakukan secara berkala dan tanpa pemberitahuan akan meningkatkan kepatuhan pajak yang berimbas pada peningkatan serta pemasukan negara. Sehingga pemeriksaan pajak berbasis resiko ini seharusnya dibuatkan undang--undang turunan oleh suatu negara untuk menguatkan tax ratio.Â
- Negara dengan tata kelola yang masih buruk, penerimaan pajak rendah, tingkat kepatuhan pajak sangat rendah namun aspek perekonomian baik perlu mendapatkan asistensi dari otoritas pajak dan lembaga pajak internasional dalam upaya meningkatkan pengelolaan pajak secara optimal.Â
- Pedoman yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan pajak berbasis resiko adalah TCF. Dimana sebelum dilakukan pemeriksaan ada prosedur untuk menguji konsistensi dan kebenaran audit internal yang dilakukan oleh perusahaan.Â
- Profil ketidakpatuhan mengacu pada high risk dimana tingkat kerentanan perbedaan interprestasi pajak yang tinggi. karena semakin baik TCF perusahaan, maka semakin kecil pemeriksaan pajak dan jumlah dokumentasi yang diminta oleh otoritas pajak akan semakin kecil.Â
- Â Hasilnya, risk-based audit berdasarkan TCF ini diharapkan bisa mengurangi biaya kepatuhan wajib pajak, meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pemeriksaan, serta memberikan feedback langsung terhadap sistem pengelolaan pajak wajib pajak untuk perbaikan di masa mendatang.Â
- Kesalahan dalam pengelolaan pajak dapat memberikan pengaruh negatif yang signifikan terhadap finansial maupun reputasi perusahaan. Opini dari pihak ketiga sebagai external assurance bisa menjadi pilihan untuk memastikan TCF perusahaan telah berjalan dengan baik, sekaligus meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan otoritas pajak maupun publik.Â
- Tax ratio menggunakan pendekatan makro. Jika kebutuhan belanja sekitar 15-16 persen dari total PDB, idealnya tax ratio harus mendekati angka tersebut untuk mendorong fiscal sustainability dan menjamin defisit tetap terkendali. Â
Kesimpulan dan PenutupÂ
Risk based tax audit merupakan langkah otoritas pajak dengan berdasarkan pada resiko ketidakpatuhan wajib pajak. sebagian besar otoritas pajak kontemporer sepakat bahwa risk based tax audit adalah determinasi langkah yang jitu untuk meningkatkan penerimaan negara. Implementasi pemeriksaan pajak berbasis resiko ini terbukti dapat menghimpun pajak, pengalokasian sumber daya dan kinerja dengan baik dan penurunan kepatuhan. Dalam pelaksaanaannya, risk based tax audit memerlukan TCF dan asistensi atau penelitian dari otoritas pajak pada perusahaan dalam melaksanakan audit internal. Risk based tax audit dilakukan seccara berkala karena berpengaruh untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak di sejumlah negara.Â
REFERENSI :
1. Advani et al. 2017. The dynamic effects of tax audits. IFS Working Paper W17/24Â
2. Barbone, Luca. 2011. The Costs of Vat A Review of The Literature. Andrew Young School. Georgia State University.Â
3. Eberhartinger. 2021. Â Are risk-based tax audit stretegies rewarded? An analysis of corporate tax avoidance. arqus Discussion Paper, No. 267Â