Selain itu, pembentukan KPP dipandang sebagai batu loncatan penting dalam memodernisasi DJP dengan menyediakan lingkungan yang terkendali untuk menguji berbagai proses administrasi perpajakan baru sebelum diluncurkan ke kantor pajak lainnya. Sistem pembayaran yang berlaku pada tahun 2001 terkesan lambat, mahal, dan rentan disalahgunakan.Â
Sifat sistem berbasis kertas mengakibatkan penundaan waktu yang signifikan sebelum DJP menerima konfirmasi pembayaran pajak dari Direktorat Jenderal Anggaran, yang secara serius menghambat kemampuan DJP untuk mengidentifikasi wajib pajak yang menunggak secara tepat waktu dan mengambil tindakan untuk memulihkan tunggakan pajak.
Sistem pembayaran berbasis kertas juga membuka peluang bagi oknum wajib pajak untuk menyampaikan saran pembayaran palsu kepada DJP dan menerima kredit untuk pajak yang sebenarnya belum mereka bayar.Â
Dengan sistem elektronik baru melalui bank, setelah menerima pembayaran pajak dari wajib pajak, bank mengirimkan informasi pembayaran elektronik ke DJP yang secara otomatis diposting ke rekening wajib pajak di DJP.Â
Informasi pembayaran disampaikan melalui jalur komunikasi aman yang menghubungkan bank ke DJP, dan mencakup sejumlah kontrol yang memastikan keaslian pembayaran. Melalui sistem ini, DJP menerima notifikasi pembayaran pajak secara real-time dari bank.
Â
Memperluas Reformasi Awal
1. Menggulirkan Reformasi Pembayar Pajak Besar
Pada tahun 2003, beberapa inovasi yang berhasil diperkenalkan di KPP telah mencapai tingkat kematangan yang menandakan kesiapan mereka untuk diperluas ke kantor pajak lainnya. Oleh karena itu, DJP mengambil keputusan pada awal tahun 2003 untuk memulai pelaksanaan reformasi wajib pajak besar ke Wilayah VII administratifnya di Jakarta.Â
Wilayah ini memiliki sejumlah kesamaan dengan LTO---termasuk sejumlah besar pembayar pajak besar dan investor besar yang menjadikannya kandidat ideal untuk mengadopsi reformasi pembayar pajak besar.
Â
2. Memperbaiki Administrasi Wajib Pajak Kecil Dan Menengah