Mohon tunggu...
Haruna Rosid
Haruna Rosid Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya suka mencoba hal-hal baru agar bertambah pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menciptakan Budaya Positif

25 Agustus 2022   21:49 Diperbarui: 25 Agustus 2022   22:10 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan mengubah pandangannya dari teori stimulus response ke cara berpikir proaktif yang mengenali tujuan dari setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap seorang anak yang terus menerus merengek, tapi bila sikap itu mendapat perhatian kita, maka itu telah memenuhi kebutuhan anak tersebut. Kalimat-kalimat di bawah ini mungkin terdengar asing buat guru, namun bila dikatakan dengan nada tanpa menghakimi akan memvalidasi kebutuhan mereka.

Saya yakin sekali, pada sisi ini akan terjadi kontraversi diantara para pendidik sendiri, jika tidak ada kesepemahaman. Sebab selama ini kesalahan adalah sesuatu yang tidak bisa ditolerir, sedangkan pada restitusi, suatu tindakan yang salah akan ditolerir, karena setiap tindakan pasti memiliki tujuan. Kontraversi ini bahkan bukan hanya terjadi pada suatu sekolah saja, tetapi mungkin akan terjadi pada setiap sekolah yang menerapkan restitusi.

Hal tersebut menjadi tantangan bagi CGP untuk dapat melakukan perubahan. Perubahan dimulai dari diri sendiri untuk merubah orang lain. Kolaborasi dengan semua komponen sekolah mutlak harus dilakukan. Kepala sekolah, wakil kepala sekolah, pengurus standar pendidikan di sekolah sampai dengan karyawan dan pelaksana harus memahami penerapan restitusi di sekolah. Harapannya akan ada persepsi dan langkah bersama dalam menciptakan budaya postif di sekolah.

Sebelum saya mengenal restitusi, saya menerapkan konsekuensi atas kesalahan yang dilakukan murid, bahkan sanksi saya berikan kepada murid sesuai dengan tata tertib yang berlaku.

Suatu contoh, murid yang datang terlambat ke sekolah, diberikan kredit poin kesalahan yang terus diakumulasi. Demikian juga siswa yang tidak mengerjakan tugas atau tidak berseragam sesuai aturan, akan di beri poin kesalahan. Pada jumlah tertentu, siswa tersebut akan diberi sanksi dengan pemanggilan orang tua, skors sampai dikeluarkan dari sekolah.

Hal tersebut ternyata menjadikan murid memiliki dendam kepada saya, mereka menjadi tidak terbuka, menjaga jarak dengan guru, hal ini tentu mengganggu terjadinya proses pembelajaran yang baik.

Oleh karena itu, pada masa yang akan datang saya akan menerapkan restitusi dengan memperbanyak keyakinan kelas yang harus dilakukan oleh siswa dengan penuh kesadaran. Saya yakin keyakinan seseorang akan lebih memotivasi seseorang dari dalam. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna.

Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan memahami arti sesungguhnya tentang peraturan-peraturan yang diberikan, apa nilai-nilai kebajikan dibalik peraturan tersebut, apa tujuan utamanya, dan menjadi tidak tertarik, atau takut sehingga hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur mereka tanpa memahami tujuan mulianya.

Budaya positif merupakan bagian dari visi guru penggerak. Budaya positif harus dikembangkan sehingga mampu untuk mewujudkan visi guru penggerak yang nantinya juga akan lebih luas lagi menjadi visi sekolah. Yaitu "Terwujudnya merdeka belajar dan murid yang berprofil pelajar Pancasila". Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan adanya kolaborasi kekuatan positif yang ada baik dari luar maupun dari dalam sekolah (pemetaan kekuatan).

Dalam hal ini dapat dilakukan melalui suatu pendekatan yaitu pendekatan Inkuiri Apresiatif dengan tahapan BAGJA (Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali impian, Jabarkan rencana, Atur eksekusi). Inkuiri Apresiatif adalah suatu pendekatan berbasis kekuatan positif.

Dari sinilah, peran guru penggerak sangat penting dalam menularkan kebiasaan baik kepada guru lain dalam membangun budaya positif di sekolah. Antara lain: Guru penggerak harus mampu menjadi teladan, menjalin kolaborasi dengan rekan guru lain dan seluruh warga sekolah dalam melaksanakan budaya positif,  menggerakkan komunitas praktisi yang ada di sekolah,  menjadi coach bagi guru lain serta mampu menjadi pemimpin dalam pembelajaran yang berpihak pada murid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun