Mohon tunggu...
Harun Gafur
Harun Gafur Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Sosial Humaniora

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Manusia adalah Mulia dan Setara

13 September 2023   22:52 Diperbarui: 15 September 2023   22:22 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Harun Gafur

Saat Muhammad diutus sebagai rasul Allah, pandangan manusia terhadap sebagian yang lainnya amat beragam. Inilah di antara contohnya:

Di India: Tidak pernah dikenal dalam sejarah bangsa-bangsa adanya tatanan masyarakat yang memisah-misahkan manusia berdasarkan kelas dan status sosial yang sedemikian ketat dan menodai nilai kemanusiaan selain di India. Bahkan tatanan itu sudah melebur dalam nafas kehidupan beragama dan budaya yang berlaku sejak beribu-ribu tahun lamanya.

Fenomena perbedaan kelas dalam masyarakat ini sebetulnya telah muncul sejak akhir pemerintahan Dinasti Weda. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya profesi masing-masing keluarga yang diturunkan dari generasi ke generasi. Atau bisa juga sengaja diciptakan untuk memelihara dominasi keturunan bangsa Aria yang menguasai India. Tiga abad sebelum kelahiran al-Masih, peradaban Brahma mengalami kejayaan. Perabadan ini menyusun peraturan baru tentang masyarakat India, dan menciptakan undang- undang politik dan perdata yang disepakati oleh seluruh penduduk negeri. Sehingga aturan itu menjadi undang-undang resmi dan menjadi referensi agama dalam kehidupan bersosial dan bernegara.

Undang-undang itu sekarang dikenal dengan istilah Manusyastera. Undang-undang ini mengklasifikasikan rakyat India ke dalam empat tingkatan (kasta) yang berbeda.

Kasta Brahmana, yaitu kasta para pendeta dan pemuka agama. Kasta Ksatria, kasta para tentara dan militer. Kasta Waisya, kasta petani dan pedagang. Kasta Sudra, kasta para budak dan pelayan.

Manu, orang yang menciptakan tatanan itu, berkata, "Yang Mahakuasa telah menciptakan para Brahmana untuk kebaikan dunia dari mulutnya, para Ksatria dari lengannya, Waisya dari pahanya, dan Sudra dari kakinya. Demi kelancaran kehidupan dunia, Dia membagi tugas dan kewajiban kepada masing-masing kasta. Brahmana bertugas mengajarkan kitab Veda, memberikan sesembahan kepada dewa, atau mengutip sedekah. Ksatria bertugas menjaga manusia, bersedekah, belajar kitab Veda dan mencegah nafsu. Waisya bertugas sebagai penggembala ternak, berdagang, bercocok tanam dan membaca kitab Veda. Sementara kasta Sudra tak lain tugasnya hanya melayani ketiga kasta di atas."

Undang-undang juga memberikan hak istimewa bagi kasta Brahmana yang tidak dimiliki oleh kasta-kasta lain. Mereka adalah makhluk pilihan tuhan dan raja seluruh makhluk. Seluruh yang ada di dunia adalah milik mereka, karena mereka adalah makhluk yang paling mulia dan pemimpin seluruh alam. Mereka berhak mengambil harta kasta Sudra sesuka hatinya. Sebab dalam anggapan mereka, kasta Sudrasebagai budak-tidak berhak untuk memiliki sesuatu. Hartanya adalah milik tuannya. Seorang Brahmana yang telah menghapal kitab suci adalah orang yang diampuni dosa- dosanya, meskipun ia telah menghukum mati orang-orang dari ketiga kasta yang ada di bawahnya. Dalam keadaan terpaksa pun, seorang raja tidak diperkenankan meminta pajak kepada orang-orang dari kalangan Brahmana. Seorang Brahman tidak boleh mati dalam keadaan lapar. Apabila ada seorang Brahma melakukan tindakan pembunuhan, hakim tidak boleh menghukumnya, yang boleh ia lakukan hanya memotong rambutnya. Namun bila pembunuhan dilakukan oleh orang dari kasta lain, maka ia harus dibunuh.

Kasta Ksatria, meskipun mereka berada di atas dua kasta Waisya dan Sudra, tetapi mereka berbeda jauh dari Brahmana. Tentang hal ini, Manu berkata, "Seorang Brahma yang baru berumur sepuluh tahun, lebih tinggi daripada seorang Ksatria yang sudah berumur seratus tahun lebih, seperti halnya seorang bapak lebih tinggi dari seorang anaknya."

Dalam masyarakat India dan sesuai dengan ketentuan undang- undang perdata di atas, kasta Sudra lebih rendah dari hewan dan lebih hina daripada anjing. Undang-undang menegaskan bahwa keuntungan dan kebahagiaan yang didapat kasta Sudra tak lain karena mereka bertugas sebagai pelayan bagi kasta Brahmana. Untuk hal itu, mereka tidak diberi imbalan ataupun gaji. Mereka tidak boleh meminta harta apalagi mengumpulkannya. Karena tindakan seperti itu akan menyakiti perasaan kaum Brahmana. Apabila seorang Sudra berani memukul kaum Brahmana, maka tangannya bisa dipotong. Jika ia menendangnya karena marah, maka kakinya bisa dipotong. Dan jika ia lancang bergaul dengan Brahmana, maka raja menyetrika punggungnya dan mengasingkannya dari negeri. Apabila ia menyentuh kaum Brahmana dengan tangannya atau mengejeknya, lidahnya akan dipotong. Dan jika ia mengaku-ngaku ingin mengajarnya, ia akan disiram dengan minyak panas. Hukuman seseorang yang membunuh anjing, kucing, katak, cecak, elang dan burung hantu sama dengan hukuman bagi orang yang membunuh kasta Sudra.

Di Persia: Para Kisra yang merupakan raja-raja bangsa Persia mengklaim bahwa pada diri mereka mengalir darah tuhan. Orang-orang Persia menganggap para rajanya seperti tuhan. Mereka meyakini dalam segala tindak tanduk Kisra terdapat unsur kemuliaan, dalam keringatnya mengalir kesucian. Untuk para Kisra, mereka menyanyikan lagu-lagu ketuhanan. Para Kisra dianggap mempunyai kedudukan di atas undang-undang dan tak boleh dikritik. Mereka juga diyakini melebihi manusia biasa, tak seorang pun yang boleh menyebut nama raja secara sembarangan atau duduk di tempat biasa di dudukinya. Orang-orang Persia juga menganggap para pemuka agama dan bangsawannya mempunyai kedudukan di atas manusia biasa. Akal dan jiwa mereka jauh di atas rakyat jelata. Seluruh rakyat memberi kekuasaan yang tak mengenal batas kepada mereka.

Tatanan sosial Persia didasarkan pada status pekerjaan dan keturunan. Di antara kelas-kelas masyarakat ini terdapat jurang lebar yang tidak bisa dihubungkan dengan sarana apa pun. Pemerintah melarang rakyat awam membeli tanah atau rumah milik para penguasa atau orang besar lainnya. Di antara politik dan kebijakan pemerintah negeri Sasaniah ini adalah, setiap orang harus puas dengan posisi yang telah ditentukan oleh nasabnya. Ia tidak boleh mengharap yang lebih dari bagiannya. Ia tidak boleh berprofesi apa pun kecuali yang telah ditakdirkan oleh tuhan untuknya. Raja-raja Persia tidak akan menyerahkan tugas dan kewajibannya kepada orang-orang yang rendah dan hina. Di tingkat masyarakat, rakyat Persia pun dibagi menjadi beberapa tingkatan yang masing-masing mempunyai perbedaan. Setiap orang menduduki kelas tertentu dalam masyarakat. Tatanan masyarakat yang didasarkan pada kelas-kelas yang berbeda ini merupakan gambaran tatanan masyarakat yang melecehkan nilai kemanusiaan. Terlebih lagi kalau Anda melihat langsung apa yang terjadi dalam kehidupan para penguasa dan bangsawan Persia. Orang yang berhadapan dengan mereka tak ubahnya benda mati yang bisa diperlakukan sekehendak hatinya atau seperti seekor anjing.

Mereka juga sangat mengagungkan derajat bangsa Persia daripada bangsa lainnya. Menurut mereka, tuhan telah memberi mereka potensi yang tidak dimiliki bangsa lain. Mereka memandang bangsa-bangsa lain dengan pandangan hina dan remeh.

Pelecehan terhadap nilai kemanusiaan yang terjadi sebelum diutusnya Rasulullah tidak terjadi di India dan Iran saja. Bangsa Yunani dan Romawi pun menganggap bangsa selain mereka sebagai manusia barbar. Menurut kedua bangsa itu, hanya mereka sajalah jenis manusia ideal yang paling tinggi nilainya. Mereka tidak pernah berpikir bahwa manusia adalah setara.

Bahkan di zaman sekarang pun perasaan itu masih ada. Kita semua tahu, Hitler memplokamirkan bahwa bangsa Jerman adalah bangsa yang paling agung di dunia. Mereka berhak untuk memimpin dunia. Di Amerika juga masih ditemukan perlakuan diskriminatif terhadap orang-orang kulit hitam.

Sebelum Nelson Mandela memenangkan perjuangannya, pemerintahan apartheid di Afrika Selatan memperlakukan orang kulit hitam layaknya anjing. Lebih dari itu, sejak beberapa kurun waktu lamanya, gereja-gereja Nasrani di Afrika tidak memberi peluang bagi orang kulit hitam untuk menjadi pendeta. Di kalangan komunis pun muncul pengelompokkan-pengelempokkan manusia ke dalam kelas kapitalis, borjuis dan proletar.

Dalam lingkup yang lebih kecil, yakni dalam lingkup relasi gender antara laki-laki dan perempuan, pelecehan terhadap nilai kemanusian ini juga terjadi. Fakta-fakta berikut menegaskan hal itu: Pada abad keenam Masehi, beberapa pertemuan gereja membahas tentang apakah wanita itu manusia atau hewan?

Dahulu, bangsa Arab menguburkan hidup-hidup bayi perempuan mereka. Di India, apabila seorang lelaki mati, maka istrinya tidak boleh kawin lagi, dan setiap janda pasti akan dihina serta diejek. Biasanya, seorang wanita yang ditinggal suaminya harus membakar dirinya demi menjaga diri dan kehormatannya. Terkadang, seorang lelaki relah mengorbankan istrinya jika ia kalah dalam berjudi. Di semua tempat, kaum wanita tidak memiliki nilai dan hak-hak khusus. Sampai kini undang-undang di Perancis tidak memperkenankan sang istri membelanjakan uangnya tanpa seizin suami. Sedangkan undang-undang Inggris tidak memperkenankan sang istri mengubah namanya tanpa seizin sang suami.

Di sisi kehidupan lain, yakni relasi antara orang merdeka dan budak, maka kita akan mendapatkan gambaran pelecehan terhadap nilai kemanusiaan yang lebih buruk lagi. Orang-orang merdeka zaman dahulu memperlakukan para budak dengan perlakuan yang sangat kejam. Di mata mereka, para budak tidak memiliki hak hidup, kehormatan, dan nilai kemanusiaan. Ini sebagian kecil yang dapat kita paparkan. Lantas apa yang dilakukan Rasulullah untuk mengubah bencana kemanusiaan ini?

Muhammad datang untuk mendeklarasikan kemanusiaan, kemuliaan dan kesetaraan manusia. Laki-laki adalah manusia, wanita pun manusia, hamba sahaya juga manusia. Semua manusia mempunyai kedudukan yang sama. Tidak ada bangsa yang lebih tinggi dari bangsa lain. Tidak ada satu suku yang lebih tinggi dari suku yang lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun