Mohon tunggu...
Hartopo PN
Hartopo PN Mohon Tunggu... Wiraswasta - Petani Sawit dan Karet

Lahir di Yogyakarta. Tinggal di Bengkulu sejak 2009. Pernah kuliah di Geografi UGM. Mulai 2009 bertani & berkebun sawit & karet. Nikah 1997 & dikaruniai 3 anak laki-laki.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena Bias Transmigrasi Umum di Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) Lubuk Talang, Bengkulu

6 September 2016   11:32 Diperbarui: 6 September 2016   12:05 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagian Fenomena Bias Transmigrasi Umum di Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) Lubuk Talang (Trans Lapindo) Kecamatan Malin Deman Kabupaten Mukomuko Propinsi Bengkulu Tahun Penempatan 2009 : Mau Transmigrasi Lagi ? Sediakan Kocek Rp 15 Juta. 

Pengalaman empiris penulis ikut bertransmigrasi dapat memperoleh lebih banyak pengetahuan dan pembelajaran. Mulai dari proses mendaftarkan diri di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Asal sampai dengan menjalani masa pembinaan dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Tujuan selama 5 tahun.

Definisi :

Transmigrasi Umum adalah jenis transmigrasi yang   dilaksanakan  oleh  Pemerintah  dan/atau pemerintah  daerah  bagi  penduduk  yang mengalami  keterbatasan  dalam  mendapatkan peluang kerja dan usaha (UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN Pasal 1 Ayat 9).

Masa Pendaftaran :

Pendaftaran harus dilakukan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten / Kota dimana KTP dikeluarkan. Contoh : penulis yang ber-KTP Kota Yogyakarta harus mendaftarkan diri di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta.

Kota Yogyakarta berada di dalam Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) beserta 4 kabupaten, yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulonprogo, dan Kabupaten Gunung Kidul.

Waktu mendaftarkannya dapat dilakukan pada tahun penempatan transmigrasi atau dapat dilakukan pada tahun sebelumnya. Contoh : penulis mendaftarkan diri pada tahun 2008, baru dapat diikutkan pada penempatan transmigrasi tahun 2009. Bagi yang memilih lokasi penempatan transmigrasi di daerah yang banyak peminatnya, maka ada kemungkinan harus menunggu lebih lama untuk dapat diikutkan pada penempatan transmigrasi di daerah tersebut sesuai dengan kuota yang ada. Tetapi bagi yang hanya menurut kehendak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang menempatkannya, maka ada kemungkinan besar dapat diikutkan pada penempatan transmigrasi pada tahun yang sama dengan tahun dia mendaftarakan diri.

Warga Negara Indonesia (WNI) yang berhak menjadi transmigran :

WNI yang berhak mengikuti program transmigrasi adalah WNI yang sudah berkeluarga dan ber-KTP dimana Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten / Kota itu berada. Jadi, WNI yang ber-KTP Kota Yogyakarta harus mendaftarkan diri di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta, tidak dapat mendaftarkan diri di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sleman misalnya.

Tetapi setelah penulis ditempatkan di lokasi daerah transmigrasi di UPT. Lubuk Talang (Trans Lapindo) Kecamatan Malin Deman Kabupaten Mukomuko Propinsi Bengkulu pada tahun 2009, tepatnya setelah tiba di daerah Trans Lapindo pada tanggal 15 Desember 2009, maka penulis baru dapat mengetahui bahwa sebagian besar peserta transmigrasi adalah tidak murni penduduk asli dari daerah asal dimana Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten / Kota itu berada. Dan ada pula WNI yang tak berkeluarga (baca : pernah nikah, tetapi sudah cerai) dapat lolos seleksi ikut bertransmigrasi.

Isi Pasal 10 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN :

(1) Setiap warga negara Republik Indonesia dapat ikut serta sebagai transmigran.

(2) Keikutsertaan sebagai transmigran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas kesukarelaan dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

(3) Transmigran terdiri atas kepala keluarga beserta anggota keluarganya.

(4) Untuk kepentingan tertentu, Pemerintah dapat menetapkan pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

(5) Ketentuan tentang persyaratan sebagaimana  dimaksud pada ayat (2) dan pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Masa Penyeleksian dan Pelatihan :

Masa penyeleksian dilakukan kurang lebih 2 minggu hingga 1 bulan sebelum diberangkatkan ke daerah tujuan transmigrasi. Contoh : calon transmigran asal Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dikumpulkan dan diwajibkan tinggal di Penampungan Sementara Transito Tegalrejo Jl. HOS Cokroaminoto Yogyakarta sebelum waktu pemberangkatan penempatannya untuk mengikuti penyeleksian dan pelatihan.

Setelah semua calon transmigran dikumpulkan, maka dilakukan penyeleksian terhadap mereka, satu per satu, masing-masing calon transmigran si suami dan si istri. Setiap suami istri, dengan bergiliran, masing-masing harus dapat memberikan jawaban yang sama, yang cocok, terhadap pertanyaan yang sama.

Setelah lolos penyeleksian, semua calon transmigran, terutama Kepala Keluarga (KK) nya, harus mengikuti pelatihan sampai selesai. Pelatihan teorinya dilakukan di Transito Tegalrejo tersebut, pelatihan prakteknya di Balai Latihan Transmigrasi (BALATRANS) di daerah kompleks perkantoran Pemerintahan Kabupaten Sleman, DIY. Tetapi ada 2 calon transmigran yang sama sekali tidak ikut pelatihan pun, tetap diikutkan dalam penempatan transmigrasi ke daerah tujuan.

Masa Pemberangkatan dan Penempatan :

Semua calon transmigran, 25 KK beserta keluarganya asal DIY yang ditempatkan ke daerah tujuan UPT. Lubuk Talang (Trans Lapindo) Kecamatan Malin Deman Kabupaten Mukomuko Propinsi Bengkulu, diberangkatkan menggunakan bus pariwisata sampai tiba di kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Bengkulu. Barang-barang bekalan milik transmigran diangkut menggunakan truk. Setelah menginap beberapa hari, dilakukan pengundian untuk mendapatkan nomor rumah yang akan ditempatinya di lokasi daerah transmigrasi.

Selanjutnya untuk meneruskan perjalanan, diangkut menggunakan colt diesel, langsung masuk ke daerah lokasi transmigrasi. Jadi, tidak ditempatkan dahulu di kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Mukomuko. Hal tersebut terjadi,mungkin disebabkan karena situasi dan kondisi di lapangan yang tidak memungkinkan atau kurang adanya koordinasi. Kendaraan angkutan tersebut hanya mampu sampai di pertengahan perjalanan, karena hanya bergardan satu.

Selanjutnya dilansir dengan menggunakan kendaraan bergardan ganda, karena kondisi jalan masih jalan tanah dan jalan diperkeras dengan pasir dan batu (sirtu), naik-turun, berbelok-belok, keluar-masuk hutan karet dan hutan sawit. Daerah transmigrasi ini berketinggian sekitar 270 meter di atas permukaan air laut dengan topografi berbukit-bukit (berdasarkan peta topografi Bengkulu).

Jadi, dari jalan beraspal, jalan kabupaten di kota Kecamatan Ipuh, yang berketinggian hanya beberapa meter di atas permukaan air laut, untuk sampai ke lokasi daerah transmigrasi, apabila menggunakan kendaraan bermotor, dapat ditempuh selama 1,5 – 2 jam apabila tak hujan atau jalan dalam keadaan kering. Tetapi bisa membutuhkan waktu lebih lama lagi apabila hujan atau jalan dalam keadaan basah.

Lahan yang Dijanjikan untuk Transmigran :

Lahan yang dijanjikan untuk transmigran adalah seluas 2 hektar yang terdiri dari lahan pekarangan rumah seluas 0,25 hektar, lahan usaha I (LU I) seluas 0,75 hektar dan lahan usaha II (LU II) seluas 1 hektar. Transmigran berhak mendapatkan sertifikat lahan secara gratis apabila kewajibannya sebagai transmigran telah dipenuhi setelah masa pembinaan 5 tahun selesai.

Masa Pembinaan :

Setelah sampai di lokasi transmigrasi, pada umumnya, transmigran yang asli dari Jawa, apalagi yang dari kota Yogyakarta, yang benar-benar terbiasa hidup di kota, hampir semuanya terkejut dan sempat mengalamai stress pada awal-awal bulan sehingga memerlukan masa adaptasi yang cukup lama. Bahkan ada seorang transmigran, yang anak istrinya masih di Jawa (Sleman) karena anaknya masih bayi dan belum bisa dibawa, setelah 1 minggu di lokasi transmigrasi, selalu ingin pulang, karena stress.

Setelah selalu dinasehati dan diberikan semangat oleh para tetangga sesama transmigran, akhirnya mampu bertahan untuk tetap menetap di lokasi transmigrasi. Sebagian besar transmigran yang tidak terkejut, bahkan seperti sudah terbiasa dengan kehidupan daerah transmigrasi, adalah transmigran yang bukan asli dari Jawa.

Dari 25 KK tersebut di atas, perinciannya sebagai berikut :

5 KK asal Kota Yogyakarta : 4 KK diantaranya asli dari Kota Yogyakarta, bahkan belum pernah ikut program transmigrasi sama sekali (termasuk penulis). 1 KK dioperkan dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah, walaupun juga belum pernah ikut transmigrasi sebelumnya.

5 KK asal Kabupaten Sleman : 3 KK diantaranya benar-benar asli dari Sleman dan juga belum pernah ikut transmigrasi sebelumnya. 2 KK lainnya bukan asli dari Sleman, tetapi semuanya berasal dari Sumatera, dengan cara tertentu yang disepakati, bekerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sleman atau DIY.

5 KK asal Kulonprogo : 4 KK asli dari Kulonprogo, 1 KK asal berasal dari Sumatera.

10 KK asal Gunung Kidul : 1 KK asli Gunung Kidul, 9 KK berasal dari Sumatera, bahkan ada yang sudah berkali-kali ikut program transmigrasi. Terbukti, mereka yang pernah atau sudah berkali-kali pernah ikut program transmigrasi, bahwa aktivitas tersebut mereka gunakan sebagai bisnis, ada yang kalau desanya sudah definitif dan menerima sertifikat lahan, sebagaian atau semua lahan mereka dijual (bagi yang sudah berkali-kali) atau dijadikan investasi (bagi yang pernah ikut transmigrasi).

Bahkan, sewaktu tulisan ini dibuat, dimana daerah transmigrasi ini belum definitif, ada sebagian lahan usaha I (seluas 0,75 hektar) yang sudah diperjual-belikan secara sembunyi-sembunyi. Bahkan setelah perjanjian program plasma sawit ditanda-tangani pada tanggal 20 Mei 2014, dan bagi hasilnya (sebesar 30 %) mulai diberikan pada bulan Pebruari 2015 dimana warga transmigran (petani plasma sawit) hanya mendapatkan nominal sebesar rp 40.000,- sampai rp 70.000,- per hektar, berhubung tanaman sawit yang sudah menghasilkan (TM) baru seluas 40 % sampai 50 % dari luas total lahan plasma sawit 249 hektar, maka semakin banyak lahan plasma sawit yang diperjual-belikan secara sembunyi-sembunyi, bahkan 2 hektar semuanya (istilahnya disebut dengan 1 paket).

Para transmigran yang berasal dari Sumatera itu, yang bukan asli dari Jawa, mereka dapat ikut  transmigrasi demikian, ada yang harus mengeluarkan biaya Rp 5 jt sampai dengan Rp 7 jt, bahkan ada yang lebih dari itu, karena disamping harus membayar biaya administrasi mulai dari proses perpindahan penduduk secara administrasinya sampai dengan diluluskan dalam proses penyeleksian dan harus memboyong anggota keluarganya ke Jawa, ada yang harus kost atau mengontrak dahulu di Jawa sebelum ditempatkan di Transito Tegalrejo.

Tetapi, terlepas dari itu semua, ada manfaatnya praktek bertransmigrasi ala yang demikian itu. Pengaruh positif yang dirasakan bagi transmigran yang benar-benar asli dari Jawa (transmigran murni) adalah semangat dan kemampuan mereka mengolah lahan dan kemampuan hidup di daerah transmigrasi, mampu men-support / menyemangati para transmigran murni. Mereka ini lebih lihai, lebih piawai, lebih berpengalaman, dalam menghadapi kehidupan di daerah transmigrasi yang belum ada listrik, jalan tanah, sering mendengar suara-suara sekumpulan kera, dan masih berdekatan dengan hutan.

Fenomena tersebut boleh dilestarikan atau perlu diperbaiki oleh Dinas / Instansi yang terkait, semua itu diserahkan kembali kepada kebijaksanaan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (PEMDA), Dinas / Instansi Pemerintah yang berwenang, dan stake holder yang terlibat dalam program transmigrasi.

Masalah pembinaan yang perlu mendapat perhatian dalam proses pembinaan di daerah UPT. Lubuk Talang ini adalah :

  • Penentuan atau penunjukan Kepala UPT (KUPT)
  • Seyogiyanya KUPT yang ditugaskan oleh Dinas yang berwenang kalau bisa yang sudah berpengalaman.
  • Juga perlu diperhatikan bahwa jangan sampai ada saudara atau famili dari KUPT atau justru pegawai dinas setempat menjadi warga transmigrasi di daerah lokasi transmigrasi karena seperti yang terjadi di daerah UPT. Lubuk Talang ini, KUPT dalam proses pembinaannya menjadi tidak netral, ada indikasi bernada nepotisme, bahkan dalam membina tidak mampu mendidik warga transmigran dengan kepemimpinan yang baik. Disamping itu ada indikasi bahwa KUPT meng-claim memiliki lahan ± 4,5 hektar di daerah lokasi transmigrasi atau di lahan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di sekitar daerah lokasi transmigrasi yang sebelumnya melarang warga transmigrasi menebangi hutan HPT untuk memperluas lahannya. Lokasinya dapat dilihat di
  • http://wikimapia.org/29828240/id/UPT-Lubuk-Talang-Trans-Lapindo-Calon-SP-9-Permukiman-Lahan-Pekarangan-Titik2-diplot-berdasarkan-GPS-Android-HPL-seluas-611-hektar
  • Selain itu juga, ada indikasi menjual lahan transmigrasi atau lahan HPT kepada seorang mantan camat, orang-orang PT. DDP, dan lain-lain, seperti yang diberitakan di
  • http://www.kompasiana.com/hartopo_pn/program-plasma-sawit-bermasalah-di-upt-lubuk-talang-malin-deman-mukomuko-bengkulu_54f84698a3331169638b511c
  • http://bengkulutoday.com/144-hektar-lahan-upt-lubuk-talang-di-duga-plasma-siluman/
  • http://wargabengkulu.blogspot.my/2015/03/kronologi-pemberitaan-kasus-konflik.html
  • Program-program pembinaan, yang dijadikan proyek oleh Dinas setempat, seyogiyanya dilakukan lebih transparan dan lebih berpihak kepada kepentingan warga transmigran karena hampir semua anggarannya dari Pusat. Konon Pemerintah Pusat memberikan anggaran Rp 1 M per tahun selama 5 tahun untuk pembinaan setiap UPT di seluruh Indonesia. Contoh : program bantuan kambing peranakan Etawa (PE) dan bantuan listrik Pusat Listrik Tenaga Surya (PLTS). Seyogiyanya semua warga transmigrasi (semuanya 200 KK) mendapat haknya. Waktu itu yang diberikan kepada warga transmigrasi hanya 100 ekor kambing PE betina dan 40an jantan (hal ini sempat menjadi kasus) dan hanya 100 unit PLTS (3 unit diantaranya untuk fasilitas umum). Adanya kasus bantuan kambing PE yang bermasalah itu menyebabkan warga transmigrasi menjadi saling curiga dan tidak kompak lagi dalam menanggapi program-program pembinaan dari Dinas setempat. Mulai adanya kasus bantuan kambing PE itulah, warga transmigrasi mulai terpecah-belah persatuannya.
  • Masalah terbesar yang sampai saat tulisan ini dibuat ( Desember 2013) belum diselesaikan oleh Dinas adalah masalah sertifikat lahan dan program kebun plasma sawit. Padahal warga transmigrasi yang ditempatkan tahun 2008 sebanyak 80 KK sudah berjalan 5 tahun dimana masa pembinaannya sudah selesai. Sementara itu lahan usaha II (dan sebagian lahan usaha I) seluas 249 hektar yang dimasukkan dalam program kebun plasma itu sebagiannya sudah dikelola oleh PT. DDP (lahan yang sudah ditanami tanaman sawit sudah sekitar 40 % sampai 50% dari luas 249 hektar) dan sudah dipanen oleh PT. DDP dengan hasil produksi 100 ton Tandan Buah Segar (TBS) per bulannya yang apabila dihargai minimal senilai Rp 1000,- per kg TBS maka sudah mencercah senilai Rp 100 juta per bulannya, sedangkan warga transmigran belum dapat apa-apa, padahal lahan tersebut milik warga transmigran. Lahan milik PEMDA setempat yang dibebaskan oleh Pemerintah Pusat untuk program transmigrasi di daerah ini sebenarnya berdasarkan informasi dari Pemerintahan Desa Lubuk Talang Kecamatan Malin Deman Kabupaten Mukomuko semuanya seluas lebih dari 1000 hektar, tetapi faktanya hanya tinggal 600an hektar saja. Ada indikasi lahan-lahan tersebut diperjual-belikan oleh sebagian warga setempat kepada PT. DDP secara tidak sah.

Tulisan ini dibuat dengan tujuan supaya bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua dan bisa menjadikan periksa bagi penyempurnaan program-program transmigrasi di masa-masa mendatang.

Tulisan ini dibuat tanggal 28 – 29 Desember 2013

Sumber Data :

5 transmigran orang asal Kota Yogyakarta (termasuk penulis)

5 transmigran orang asal Kabupaten Sleman

5 transmigran orang asal Kabupaten Kulonprogo

10 transmigran orang asal Kabupaten Gunung Kidul

Tulisan ini diperiksa kembali dan dipublikasikan hari ini setelah 200 KK warga Transmigrasi UPT.  Lubuk Talang menerima sertifikat tanah pada tanggal 2 Agustus 2016 agar penulis tidak dituduh sebagai pengkhianat oleh sesama warga transmigrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun