Mohon tunggu...
Hartono
Hartono Mohon Tunggu... Penulis - Seorang yang suka sekali menulis

"Kurang Cerdas Dapat Diperbaiki Dengan Belajar. Kurang Cakap Dapat Dihilangkan Dengan Pengalaman. Namun Tidak Jujur Itu Sulit Diperbaiki." (Moh. Hatta)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ada Apa dengan Program Profesi Advokat

13 Mei 2019   08:14 Diperbarui: 13 Mei 2019   08:24 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari pinterest.com

Jika demikian halnya menjadi pertanyaan bagi kita semua dengan diberlakukannya Permenristekdikti mengenai Program Profesi Advokat, apakah ini menjadi terobosan awal pemerintah mengambil alih pendidikan non formal yang dilaksanakan oleh Catur Wangsa Penegak Hukum menjadi pendidikan formal agar kualitas dan kemampuan para penegak hukum tersebut lebih baik pada masa depan dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat Indonesia. 

Tentunya langkah awal yang harus dilakukan pemerintah dalam hal ini di wakili oleh Kementerian Riset, teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) adalah duduk bersama dengan pihak terkait baik perguruan tinggi dan organisasi advokat yang ada di Indonesia untuk meminta masukan dan pendapat terkait Program Profesi Advokat sehingga dapat merumuskan suatu kebijakan yang dapat diterima oleh semua pihak.

Perlu dilakukan sinkronisasi dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Advokat dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, hal ini dirasakan sangat penting mengingat peran dan fungsi advokat dalam memberikan jasa pelayanan bantuan hukum secara cuma-cuma (pro bono) bagi masyarakat tidak mampu. 

Contohnya dengan melakukan revisi terhadap Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Advokat yang mana menjelaskan "yang dapat diangkat sebagai advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi advokat yang dilaksanakan oleh organisasi advokat", dapat dirubah dengan memasukan klausul "atau telah mengikuti pendidikan program profesi advokat yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi sesuai ketentuan yang diatur didalam Peraturan Menteri Ristekdikti." Dalam artian mereka yang ingin menjadi seorang advokat dapat memilih 2 (dua) opsi apakah itu melewati jalur non formal ataupun jalur formal.

Melakukan revisi terhadap Pasal 3 ayat (2) Permenristekdikti Nomor 5 Tahun 2019 tentang Program Profesi Advokat yang menyebutkan "masa studi program profesi advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempuh paling lama 3 (tiga) tahun akademik setelah menyelesaikan program sarjana." Ketentuan ini dapat dibuat pengecualian bagi mereka yang memiliki pengalaman minimal 5 (lima) tahun pada bidang hukum dalam menangani perkara atau pernah ikut peran serta sebagai paralegal dalam sebuah lembaga bantuan hukum. 

Hal ini dapat memberikan peluang bagi mereka yang ingin menjadi seorang advokat namun telah melewati masa selama 3 (tiga) tahun setelah menyelesaikan program sarjana. Bagi mereka yang masih dalam masa waktu 3 (tiga) tahun akademik dapat melanjutkan program profesi advokat yang dikehendaki, bagi mereka yang lewat masa 3 (tiga) tahun akademik dapat menempuh jalur Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA).

Merevisi Pasal 5 ayat (1) Permenristekdikti Nomor 5 Tahun 2019 tentang Program Profesi Advokat dimana menyebutkan "mahasiswa program profesi advokat yang dinyatakan lulus berhak memperoleh gelar advokat dan sertifikat profesi advokat". Dalam prakteknya apabila beracara di depan pengadilan, yang diperlukan selain Kartu Tanda Anggota sebagai seorang Advokat adalah Berita Acara Sumpah yang dimana pada Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Advokat menjelaskan bahwa "sebelum menjalankan profesinya, advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya." 

Dari hal tersebut menjadi pertanyaan bagaimana fungsi dari "sertifikat profesi advokat" yang dikeluarkan oleh salah satu perguruan tinggi yang berakreditas minimal B. Apakah sertifikat profesi advokat itu nanti akan menggantikan sertifikat kelulusan ujian pendidikan advokat yang dikeluarkan oleh organisasi advokat sebagai persyaratan untuk dilakukan penyumpahan nantinya di Pengadilan Tinggi;

Polemik mengenai pendidikan profesi advokat hendaknya dapat disikapi secara positif yakni berguna untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan advokat dalam memberikan pelayanan bantuan hukum kepada masyarakat yang membutuhkannya, namun kiranya pemerintah dalam hal ini jangan diskriminatif hanya mengeluarkan peraturan untuk pendidikan Program Profesi Advokat saja. 

pPerlu dipertimbangkan pendidikan bagi program profesi hukum lainnya seperti yang telah diatur oleh pemerintah pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dengan perubahan yang dilakukan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun