Mohon tunggu...
Hartono
Hartono Mohon Tunggu... Penulis - Seorang yang suka sekali menulis

"Kurang Cerdas Dapat Diperbaiki Dengan Belajar. Kurang Cakap Dapat Dihilangkan Dengan Pengalaman. Namun Tidak Jujur Itu Sulit Diperbaiki." (Moh. Hatta)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ada Apa dengan Program Profesi Advokat

13 Mei 2019   08:14 Diperbarui: 13 Mei 2019   08:24 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari pinterest.com

Dengan melihat aturan yang termuat dalam Permenristekdikti Nomor 5 Tahun 2019 tentang Program Profesi Advokat, sehingga perlu waktu kurang lebih sekitar 8 (delapan) tahun untuk menjadi seorang advokat, faktor biaya yang diperlukan seorang menjadi advokat menjadi cukup tinggi dan juga jangka waktu yang panjang akan dirasakan akan semakin mempersulit seseorang untuk menjadi advokat. Belum lagi apabila ditambah dengan masa waktu magang yang diberlakukan dalam organisasi advokat sebagai persyaratan seseorang dapat menjadi advokat.

Permenristekdikti tentang Program Profesi Advokat tersebut didasarkan atas pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan yang terdapat pada Peraturan pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi yang menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai Program Studi dan Program Pendidikan Tinggi pada jenis pendidikan profesi dan spesialis diatur dalam peraturan menteri setelah berkoordinasi dengan kementerian lain, LPNK, dan/atau organisasi profesi terkait. 

Secara formil, pemberian kewenangan dalam Permenristekdikti tersebut telah bertentangan dengan prinsip umum hierarki peraturan perundang-undangan, dimana peraturan pelaksanaan tidak boleh melampaui kewenangan undang-undang yang mendasarinya.

Sehingga tidak relevan apabila kita membandingkan antara Undang-Undang Advokat dengan Peraturan Mentri Ristekdikti yang merupakan peraturan pelaksanaan dari peraturan pemerintah terkait penyelenggaraan pendidikan tinggi dan pengelolaan perguruan tinggi tersebut. 

Hal yang keliru diperlihatkan dalam Permenristekdikti pada kosideran mengingat yang merupakan sebagai suatu landasan yang bersifat yuridis pada bagian pertama memasukkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat sebagai dasar hukum, karena apa kita melihat di dalam Undang-Undang Advokat tidak ada satupun pasal atau alinea yang menjelaskan bahwa pelaksanaan pendidikan khusus profesi advokat akan diatur lebih lanjut dalam sebuah peraturan menteri yang berwenang untuk melaksanakan pendidikan tersebut, dalam hal ini adalah Kementerian Riset, teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).

Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Advokat menyebutkan bahwa yang dapat diangkat sebagai advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi advokat yang dilaksanakan oleh organisasi advokat. 

Terhadap pasal tersebut, telah diajukan uji materiil pada Tahun 2013 dan Tahun 2016 dengan pertimbangan bahwa yang berhak menyelenggarakan pendidikan khusus profesi advokat (PKPA) adalah organisasi advokat (putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 103/PUU-XI/2013), dan untuk menjaga peran dan fungsi advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab sebagaimana diamanatkan Undang---Undang Advokat, maka penyelenggaraan pendidikan khusus profesi advokat (PKPA) memang seharusnya diselenggarakan oleh organisasi atau wadah profesi advokat dengan keharusan bekerja sama dengan perguruan tinggi hukum (putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 95/PUU-XIV/2016).

Undang-Undang Advokat secara jelas menyebutkan bahwa Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan. 

Apabila kita melihat lebih lanjut pada bagian penjelasannya maka yang dimaksud dengan advokat berstatus sebagai penegak hukum adalah advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. 

Sedangkan yang dimaksud dengan bebas adalah tanpa tekanan, ancaman, hambatan, tanpa rasa takut atau perlakuan yang merendahkan harkat martabat profesi. Kebebasan tersebut dilaksanakan sesuai dengan kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.

Apabila kita melihat dari penjelasan di atas tersebut maka jelas bahwa advokat memiliki status sebagai penegak hukum sama dengan halnya polisi, jaksa dan hakim yang kita kenal dengan istilah Catur Wangsa Penegak Hukum. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun