Isu pemindahan ibu kota menjadi topik pembicaraan yang menarik di bahas beberapa akhir ini. Banyak opini-opini yang bertebaran di dunia maya dengan membandingkan pemindahan ibu kota di berbagai negara.Â
Saya membaca artikel yang dilangsir oleh Situs Kompas yang bertajuk "Jokowi Sebut 3 Daerah Sudah Siapkan Lahan Untuk Ibu Kota Baru," Bappenas sudah mengundang 4 (empat) gubernur yang daerahnya potensial sebagai ibu kota baru. Diantaranya yakni Gubernur Kalimantan Tengah, Gubernur Kalimantan Barat, Gubernur Sulawesi Barat, dan Gubernur Kalimantan Timur diwakili oleh Bappeda setempat karena berhalangan hadir.
Rumor Kalimantan Timur menjadi salah satu kandidat ibu kota tentunya merupakan berita yang menggembirakan bagi saya, karena dengan demikian pemerintah pusat dapat secara langsung melihat dan dapat menangani berbagai problematika yang terjadi di daerah saya.Â
Saya tidak pungkiri bahwa sumber daya alam di Kalimantan Timur sangat besar, mulai dari batubara, minyak, gas bumi, dan masih banyak lagi, semua ada disini. Tentunya semua ini yang banyak membantu pertumbuhan ekonomi masyarakat selain memberikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi pemerintah.
Seperti yang disampaikan pada situs Kaltimprov.go.id yang bertajuk "PAD Kaltim Terus Tumbuh, Gubernur Berterima Kasih Pada Pengusaha Penyedia BBM" pada tanggal 30 April 2019. Lonjakan positif PAD terlihat mulai 2016. Dimana realisasi capai Rp.4,02 Triliun dari target Rp.3,92 triliun. Dan selanjutnya, tembus di angka Rp.4,58 triliun dari Rp. 4,16 triliun. Kemudian pada Tahun 2018 meningkat lagi sebesar Rp.5,75 triliun dari target Rp. 5,12 triliun.
Dari hal tersebut tidak mungkin jika Kalimantan Timur tidak menjadi kandidat sebagai calon ibu kota Indonesia ke depannya. Selain luas wilayah yang dimilikinya begitu besar dan dapat dikelola sesuai dengan yang pemerintah inginkan. Kalimantan Timur menyimpan problem-problem berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat yang seharusnya dapat diselesaikan terlebih dahulu.
Contoh kecil Ketersediaan air bersih yang belum merata di wilayah kota tempat tinggal saya. Sampai saat ini saya masih membeli air bersih melalui tangki yang disimpan dalam 3 (tiga) buah tandon berukuran 1,2 liter yang hanya bertahan untuk satu sampai dua minggu.Â
Dan ini sudah berlangsung selama 5 (lima) tahun sejak saya mendiami rumah ini. Hal ini juga akan dirasakan masyarakat di wilayah kota tempat saya tinggal pada saat musim kemarau.Â
Seperti yang di tulis pada situs merdeka.com bertajuk "Sungai & Waduk di Samarinda Surut, 30 ribu Warga Terancam Krisis Air bersih." Pada tanggal 7 Maret 2019. Surutnya permukaan Sungai Mahakam karena memasuki musim kemarau, dapat berakibat pada terganggunya distribusi air bersih oleh PDAM.
Belum lagi dengan semakinnya berkurang lahan bercocok tanam akibat dari penambangan batu bara yang sampai saat ini hanya menyisakan permasalahan seperti kubangan besar yang pada saat hujan akhirnya menjadi sebuah danau dan akhirnya menimbulkan korban meninggal dunia yang rata-rata adalah anak-anak.Â