Lekas kuambil, kumasukan dalam ranselku, agar bisa mengisinya di sungai. Senter milik Ucok terang melawan gelap, menuntun kami ke arah sungai itu. Sesampai di sana, kami tak menemukan Fred.
Pluit itu terdengar lagi berjarak 100 meter dari sungai.
"Itu Fred,"Ujar Lukman.
Kami menemukan Fred terkepung gerombolan kera liar di rimbunya hutan. Di tasku, masih tersisa dua-pax nasi sisa konsumsi. Lekas kulemparkan ke dekat sungai. Gerombolan kera akhirnya  lari mengejar makanan itu.
Fred berkisah, ketika hendak BAB, ia bertemu dengan dua-orang yang tinggal di dusun terpencil di atas sungai, untuk mengambil air. Air sungai itu begitu penting, menurutnya. Fred tidak tega membuang hajatnya di sana.
Beruntung, seorang dari mereka bisa berbahasa Indonesia, meski terbata. Dan menawarkan toilet ala mereka di pinggiran selokan dekat dusun. Fred berbincang lama di sana, dan pulang dalam gelap. Lalu bertemulah dengan segerombolan kera.
Dia meniup Puit, agar warga tadi mendengar dan menolongnya. Namun, mereka tidak mengenali tanda itu.
"O begitu, Ya sudahlah ayo kita kembali,"ajakku
Sesampai di mobil. Lekas saja, air itu dimasukkan Her ke dalam wadah radiator, berharap mesinnya segera dingin.
"Kondisi jalan yang rusak- longsor tidak memugkinkan, meski mobil ready," ujarku ke Fred.
Fred, bercerita untuk mencapai dusun terpencil itu hanya berjarak 400 meter dari sini. Dan ada jalan dari Dusun menuju dekat pintu hutan yang bisa memotong jarak sekitar 15 Km. Jalan itu melalui ladang Jagung,ada jalan setapak memungkinkan untuk dilalui mobil. Dia sudah menjelajahinya sembari mencari tempat BAB