Mohon tunggu...
Suharti
Suharti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pedagang Pasar/Ibu Rumah Tangga

Menulis apapun selama kau mampu

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Lewat Hobi, Harga Sembako Bisa "Suka-suka Gue"

3 April 2018   19:55 Diperbarui: 24 April 2018   21:51 2089
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selada Yang Siap Dipasarkan I Dokumentasi Pribadi

Harus diakui produktivitas komoditas pertanian yang belum stabil. Hal tersebut bisa dikarenakan produksi beras di Indonesia didominasi oleh para petani kecil, bukan oleh perusahaan besar yang dimiliki swasta atau negara.

Para petani kecil itu malah berkontribusi sekitar 90% dari produksi total beras di Indonesia. Dan setiap petani itu memiliki lahan rata-rata kurang dari 0,8 hektar.

Artinya apa? Hal sewa tanah itulah yang menjadi faktor terbesar dalam membengkakan biaya produksi padi khususnya, dan pertanian pada umumnya, yang akhirnya menyebabkan produk akhirnya bernilai tinggi, dibanding negara lain. Akibatnya lagi, harganya sulit terjangkau oleh para konsumen, karena pasokan kurang atau harganya memang mahal. Itu bisa dilihat dari sisi konsumen, merasakan dampak kenaikan sembako.

Biaya Produksi Padi Di Indonesia I katadata.co.id
Biaya Produksi Padi Di Indonesia I katadata.co.id
Di sisi petani sendiri. Daya beli petani yang cenderung menurun, hal itu terindikasi dari nilai tukar petani (NTP). Dimana BPS juga mencatat nilai NTP turun sebesar 1.1% dalam tiga bulan terakhir, hingga maret 2018. Hal itu disebabkan dengan turunnya harga gabah kering giling (GKG) 8.65% menjadi Rp 4757. Itu Artinya, petani memang mengalami pedapatan surplus, namun cenderung mengecil.

Kedua sisi tadi tentu sama-sama tidak mengenakan petani dan juga konsumen-kan?

Masalah rantai distribusi yang panjang. Dengan letak geografis Indonesia yang luas nan rumit tentu memaksa harga barang kebutuhan tersebut melonjak di daerah pedalaman kapan saja, akibat biaya akomodasi. Apalagi jika adanya modus oknum yang mengambil untung dalam upaya penimbunan, dan menyebabkan kelangkaan sejumlah barang pokok di masyarakat, dan melejitkan harganya.

Nah dari dua fakta ini, tentu telah menjadi tantangan pemerintah untuk menanggulanginya. Pastilah ada berbagai kebijakan, sebagai obatnya. Terutama hal menggenjot hasil produktivitas pertanian kita, dengan memberikan insentive anggaran bagi industri pertanian. Selain pemilahan kebijakan impornya yang kontroversi itu.

Dan tak kalah penting, menurut saya pemerintah harus memaksimalkan SDM, terutama sarjana di bidang pertanian kita yang telah lama tertidur, dan pernah disinggung Pak Jokowi akan kontribusinya. Dengan cara apa, ya membuat pertanian sebagi industri yang membuat profesi petani/produsen komoditas pertanian bisa menjanjikan.

Selain  itu, pembangunan infratruktur akses jalan yang tentu akan melancarkan kegiatan distribusi barang dan memangkas alur distribusi yang panjang. Terutama kebijakan Tol Laut itu. Dan pastilah ada beribu cara pemerintah yang sedang dilakukan saat ini, yang bisa jadi sebelas-duabelas dengan apa kita wacanakan bersama.

Muaranya saat ini, lihat saja hadirnya produk kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) beberapa sembako semisal beras, gula pasir, minyak goreng, dan daging sapi beku. Semenjak 2017, regulasi telah menstabilkan harga gula pasir yang berada di kisaran Rp 12.500/kg, minyak goreng Rp 11.000/ liter, dan daging beku Rp 80.000/kg. Nah apa masih kurang? Jika kurang, ayo kita bergerak sekarang!

Apa yang bisa kita lakukan, dalam skala kecil saja?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun