Mohon tunggu...
Rian Harta
Rian Harta Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Konstruksi Bisnis Islami

30 Agustus 2017   10:46 Diperbarui: 30 Agustus 2017   11:50 1663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sejarah telah mencatat bahwa Rasulullah merupakan seorang pedagang yang melakukan perniagaan. Hal ini mengindikasikan bahwa praktek jual beli atau yang disebut dengan bisnis ini merupakan hal yang wajar dan bahkan di anjurkan. Dimana Rasulullah pada masa itu bekerjasama dengan siti khadijah yang dikemudian hari akan menjadi istri Rasulullah. Khadijah sebagai penyedia barang sedangkan rasulullah yang menjualkan barang tersebut. Dan hasil yang didapat akan dibagikan diantara mereka

Dalam beberapa kisah diceritakan rasulullah adalah pedangang yang jujur dan ramah. Maka dari itu orang orang qurais sengat senang melakukan transaksi perniagaan dengan beliau. Rasulullah selalu meneritakan kebaikan dan kekurangan barang yang dijualnya sesuai dengan kondisi yang ada tanpa ada yang ditambah atau dikurangi. Sehingga timbul kepercayaan yang besar pada diri pembeli terhadap rasulullah. Kepercayaan inilah yang nantinya aka sangat mempengaruhi permintaan.

Rasulullah sendiri pernah berkata bahwa sembilan dari 10 pintu rejeki adalah berbisnis. Dari perkataan raasululah ini dapat dipahami dengan jelas bahwa dengan berbisnis kita akan dapat lebih mudah mendapatkan rejeki. Dan rejeki yang kita dapat juga akan lebih banyak pula. Karena bisnis memiliki 9 pintu rejeki. Hal ini mengindikasikan bahwa islam sangat menganjurkan bisnis.

Akan tetapi perilaku bisnis membutuhkan keimanan yang tinggi dan kokoh. Karena dalam prilaku bisnis sangat berpotensi untuk melakukan hal hal yang dibenci oleh allah, seperti yang dikatakan oleh Rasulullah "Sebaik-baik tempat adalah masjid dan seburuk-buruk tempat adalah pasar"[1]. Prilaku bisnis ini bila tampa didasari iman yang kuat maka akan membawa pelakunya kelembah neraka. Sementara prilaku bisnis yang diiringi dengan iman yang kokoh akan membawa pelakunya kepada surganya allah.

Iman yang kokoh ini akan mendorong pelaku bisnis untuk selalu melakukan kegiatan bisnis yang dibenarkan oleh Allah, sehingga akan mendatangkan keberkahan. Baik dalam proses pelaksanaannya maupun hasil yang akan didapatkan nanti (keuntungan). Karena harta yang berlebihan akan meninggikan ketamakan dan rasa tamak adalah benih dari prilaku prilaku buruk. Dapat kita pahami bahwa dalam berbisnis seyogyanya harus terdapat etika didalamnya. Sehingga ha hal yang dilakukan sesuai dengan koridor yang ada. Demi menghindari hal hal buruk yang aka terjadi dikemudian hari. Etika inilah yang nantinya akan menjadi kemudi dalam menjalankan bisnis.

 

Maka dari itu perlu dirumuskan prilaku prilaku bisnis yang tidak bertentangan dengan syariat islam. Dimana dalam melakukan kegiatan bisnis seseorang hanya akan melakukan hal hal yang dibenarkan oleh syariat islam saja. Sehingga bisnis islami dapat terwujudkan dalam prilaku bisnis. Tentunya perumusan ini berasal dari Alquran dan As Sunnah. Yang mana kedua ini merupakan sumber hukum islam. kemudia ditambah ole pendapat para ulama dan fatwa fatwa yang dikeluarkan MUI.

Secara umum bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan atau rizki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien (Muslik : Etika Bisnis Islami). Skinner mendefinisikan bisnis sebagai pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat. Menurut Anoraga dan Soegiastuti, bisnis memiliki makna dasar sebagai "the buying and selling of goods and services". Adapun dalam pandangan Straub dan Attner, bisnis taka lain adalah suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang-barang dan jasa-jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit.

Adapun dalam Islam bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya, ada aturan halal dan haram Muhammad Ismail: menggagas Bisnis Islam). Pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa Islam mewajibkan setiap muslim, khususnya yang memiliki tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakan salah satu sebab pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan. Untuk memungkinkan manusia berusaha mencari nafkah, Allah Swt melapangkan bumi serta menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk mencari rizki. "Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki Nya...". "Sesungguhnya kami telah menempatkan kamu sekalian di bumi dan kami adakan bagimu di muka bumi itu (sumber-sumber) penghidupan..."

Merujuk pada kamus al-munnawir terdapat beberapa terma dalam al-Qur'an yang berkaitan dengan konsep bisnis. Diantaranya adalah kata : al Tijarah, al-bai'u, tadayantum, dan isytara. Terma tijarah, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara, tajran wa tijaratan, yang bermakna berdagang, berniaga. At-tijaratun walmutjar; perdagangan atau perniagaan, attijariyyu wal mutjariyyu; yang berarti mengenai perdagangan atau perniagaan.

Dalam penggunaan kata tijarah pada ayat-ayat di atas terdapat dua macam pemahaman. Pertama, dipahami dengan perdagangan yaitu pada surat al-Baqarah (2): 282. Kedua, dipahami dengan perniagaan dalam pengertian umum. Hal ini menarik dalam pengertian-pengertian ini, dihubungkan dengan konteksnya masing-masing adalah pengertian perniagaan tidak hanya berhubungan dengan hal-hal yang bersifat material atau kuantitas, tetapi perniagaan juga ditujukan kepada hal yang bersifat immaterial kualitatif. Al-Qur'an menjelaskan:

"Katakanlah jika Bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan Allah maka tungguhlah sampai Allah mendatangkan keputusannya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orangorang fasiq.

Wahai orang-orang yang beriman sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? Yaitu kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang labih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya."

Ayat-ayat di atas menjelaskan tentang petunjuk transaksi yang menguntungkan dan perniagaan yang bermanfaat, sehingga pelakunya akan mendapatkan keuntungan besar dan keberhasilan yang kekal. Perniagaan dimaksud adalah tetap dalam keimanan, keikhlasan amal kepada Allah dan berjihad dengan jiwa dan harta dengan menyebarkan agama dan meninggikan kalimat-Nya (tafsir al-Maraghi).

Dari pemahaman di atas dapat diambil pemaknaan bahwa prilaku bisnis bukan semata-mata perbuatan dalam hubungan kemanusiaan semata tetapi mempunyai sifat Ilahiyah. Adanya sikap kerelaan diantara yang berkepentingan, dan dilakukan dengan keterbukaan merupakan ciriciri dan sifat-sifat keharusan dalam bisnis. Jika ciri-ciri dan sifat-sifat di atas tidak ada, maka bisnis yang dilakukan tidak akan mendapat keuntungan dan manfaat. Ayat-ayat di atas jelas memperlihatkan hakikat bisnis yang bukan semata-mata material, tetapi juga immaterial.

Adapun terma bai' dari kata ba'a, terdapat dalam al-Qur'an dalam berbagai variasinya. Baya'tum, yubayi'naka, yubayi'una, yubayi'unaka, fabayi'hunna, tabaya'tum, bai/, bibai'ikum, biya'un. Dari kata-kata tersebut yang paling banyak digunakan adalah kata bai', yaitu sebanyak enam kali dan yubayi'unaka sebanyak dua kali. Adapun kata-kata lainnya masing-masing disebutkan satu kali(Fa'ud Abdul Baqi dalam Al-Mu'jam Mufahrasy).

Al-bai'u berarti menjual, lawan dari isytara(kamus al-Munawir: 134) atau memberikan sesuatu yang berharga dan mengambil dari padanya suatu harga dan keuntungannya. Terma bai'un dalam al-Qur'an digunakan dalam dua pengertian: Pertama, jual beli dalam konteks tidak ada jual beli pada hari qiamat, karena itu al-Qur'an menyeru agar membelanjakan, mendayagunakan dan mengembangkan harta benda berada dalam proses yang tidak bertentangan dengan keimanan dan bertujuan untuk mencari keuntungan yang dapat menjadi bekal pada hari kiamat. Kedua, al-bai'u dalam pengertian jual beli yang halal, dan larangan untuk memperoleh atau mengembangkan harta benda dengan jalan riba.

Kemudian menurut Fuad Abdul Baqi al-Qur'an menggunakan terma Isytara. Kata isytara dengan berbagai ragamnya sebanyak dua puluh lima kali. Dalam bentuk isytara disebut satu kali, isytaru tujuh kali, yasytarun lima kali, tasytaru dua kali, dan syarau, syarauhu, yasyruna, yasyri, yasytari,yasytaru masing-masing satu kali.

Dalam melakukan kegiatan bisnis tentu dapat dibedakan antara bisnis yang islami dengan bisnis konvensional. Perbedaan ini terletak pada prilaku yang dilakukan para perbisnis. Perilaku ini merupakan ciri atau karakteristik. Sebagaimana telah diketahui segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang bermula dari niat. Dimana niat ini akan mempengaruhi karakteristik orang tersebut dalam mencapai tujuannya. Terdapat beberapa landasan yang nantinya akan bisa dijadikan formula awal atas karakteristik bisnis islami.

Pertama,tauhid (kesatuan). Menurut Swed Nawab Naqi yang telah diterjemahkan oleh Husin Anis tauhid merupakan konsep serba eksklusif dan serba inklusif. Pada tingkat absolut ia membedakan khalik dengan makhluk, memerlukan penyerahan tanpa syarat kepada kehendak-Nya, tetapi pada eksistensi manusia memberikan suatu prinsip perpaduan yang kuat sebab seluruh umat manusia dipersatukan dalam ketaatan kepada Allah semata. Konsep tauhid merupakan dimensi vertikal Islam sekaligus hirizontal yang memadukan segi politik, sosial ekonomi kehidupan manusia menjadi kebulatan yang homogen yang konsisten dari dalam dan luas sekaligus terpadu dengan alam luas.

Dari konsepsi ini, maka Islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini maka pengusaha muslim dalam melakukan aktivitas bisnis harus memperhatikan tiga hal: (1),tidak diskriminasi terhadap pekerja, penjual, pembeli, mitra kerja atas dasar pertimbangan ras, warna kulit, jenis kelamin atau agama. (2),Allah yang paling ditakuti dan dicintai. (3), tidak menimbun kekayaan atau serakah, karena hakikatnya kekayaan merupakan amanah Allah (Rafiq Issa Beekun: Islamic Business Ethict).

Kedua,keseimbangan (Keadilan). Ajaran Islam berorientasi pada terciptanya karakter manusia yang memiliki sikap dan prilaku yang seimbang dan adil dalam konteks hubungan antara manusia dengan diri sendiri, dengan orang lain (masyarakat) dan dengan lingkungan.

Keseimbangan ini sangat ditekankan oleh Allah dengan menyebut umat Islam sebagai ummatan wasathan. Ummatan wasathanadalah umat yang memiliki kebersamaan, kedinamisan dalam gerak, arah dan tujuannya serta memiliki aturan-aturan kolektif yang berfungsi sebagai penengah atau pembenar. Dengan demikian keseimbangan, kebersamaan, kemoderenan merupakan prinsip etis mendasar yang harus diterapkan dalam aktivitas maupun entitas bisnis(Muhammad: 2002).

Dalam al-Qur'an dijelaskan bahwa pembelanjaan harta benda harus dilakukan dalam kebaikan atau jalan Allah dan tidak pada sesuatu yang dapat membinasakan diri. Harus menyempurnakan takaran dan timbangan dengan neraca yang benar. Dijelaskan juga bahwa ciri-ciri orang yang mendapat kemuliaan dalam pandangan Allah adalah mereka yang membelanjakan harta bendanya tidak secara berlebihan dan tidak pula kikir, tidak melakukan kemusyrikan, tidak membunuh jiwa yang diharamkan, tidak berzina, tidak memberikan kesaksian palsu, tidak tuli dan tidak buta terhadap ayat-ayat Allah.

Agar keseimbangan ekonomi dapat terwujud maka harus terpenuhi syarat-syarat berikut: (1), produksi, konsumsi dan distribusi harus berhenti pada titik keseimbangan tertentu demi menghindari pemusatan kekuasaan ekonomi dan bisnis dalam genggaman segelintir orang. (2), setiap kebahagiaan individu harus mempunyai nilai yang sama dipandang dari sudut sosial, karena manusia adalah makhluk teomorfisyang harus memenuhi ketentuan keseimbangan nilai yang sama antara nilai sosial marginal dan individual dalam masyarakat. (3), tidak mengakui hak milik yang tak terbatas dan pasar bebas yang tak terkendali.

Ketiga,Kehendak Bebas. Manusia sebagai khalifah di muka bumi sampai batas-batas tertentu mempunyai kehendak bebas untuk mengarahkan kehidupannya kepada tujuan yang akan dicapainya. Manusia dianugerahi kehendak bebas (free will) untuk membimbing kehidupannya sebagai khalifah. Berdasarkan aksioma kehendak bebas ini, dalam bisnis manusia mempunyai kebebasan untuk membuat suatu perjanjian atau tidak, melaksanakan bentuk aktivitas bisnis tertentu, berkreasi mengembangkan potensi bisnis yang ada.

Dalam mengembangkan kreasi terhadap pilihan-pilihan, ada dua konsekuensi yang melekat. Di satu sisi ada niat dan konsekuensi buruk yang dapat dilakukan dan diraih, tetapi di sisi lain ada niat dan konsekuensi baik yang dapat dilakukan dan diraih. Konsekuensi baik dan buruk sebagai bentuk risiko dan manfaat yang bakal diterimanya yang dalam Islam berdampak pada pahala dan dosa.

Keempat,Pertanggungjawaban. Segala kebebasan dalam melakukan bisnis oleh manusi tidak lepas dari pertanggungjawaban yang harus diberikan atas aktivitas yang dilakukan sesuai dengan apa yang ada dalam al-Qur'an "Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya".Kebebasan yang dimiliki manusia dalam menggunakan potensi sumber daya mesti memiliki batas-batas tertentu, dan tidak digunakan sebebas-bebasnya, melainkan dibatasi oleh koridor hukum, norma dan etika yang tertuang dalam al-Qur'an dan Sunnah rasul yang harus dipatuhi dan dijadikan referensi atau acuan dan landasan dalam menggunakan potensi sumber daya yang dikuasai. Tidak kemudian digunakan untuk melakukan kegiatan bisnis yang terlarang atau yang diharamkan, seperti judi, riba dan lain sebagainya. Apabila digunakan untuk melakukan kegiatan bisnis yang jelas-jelas halal, maka cara pengelolaan yang dilakukan harus juga dilakukan dengan cara-cara yang benar, adil dan mendatangkan manfaat optimal bagi semua komponen masyarakat yang secara kontributif ikut mendukung dan terlibat dalam kegiatan bisnis yang dilakukan.

Pertanggunjawaban ini secara mendasar akan mengubah perhitungan ekonomi dan bisnis karena segala sesuatunya harus mengacu pada keadilan. Hal ini diimplementasikan minimal pada tiga hal, yaitu: (1),dalam menghitung margin, keuntungan nilai upah harus dikaitkan dengan upah minimum yang secara sosial dapat diterima oleh masyarakat. (2), economic returnbagi pemberi pinjaman modal harus dihitung berdasarkan pengertian yang tegas bahwa besarnya tidak dapat diramalkan dengan probabilitas nol dan tak dapat lebih dahulu ditetapkan (seperti sistem bunga). (3),Islam melarang semua transaksi alegotorisyang dicontohkan dengan istilah gharar.

Dalam prilaku bisnis dipengaruhi oleh etika. Jika ingin membentuk sebuah bisnis yang islami maka etika yang harus digunakan adalah etika islam. Kata etika berasal dari kata ethos dalam bahasa Yunani yang berarti kebiasaan  (custom). Dalam kamus Webster etika adalah the distinguishingcharacter, sentiment, moral nature, or guiding beliefs of a person, group, or institution (karakter istimewa, sentimen, tabiat moral, atau keyakinan yang membimbing seseorang, kelompok atau institusi). Pengertian yang lebih tegas mengenai makna etika di kemukakan oleh Achmad Charris Zubair the systematic study of the nature of value concepts, good, bad, ought, right, wrong, etc. And of the general principles which justify us in applying them to anything; also called moral philosophy (etika merupakan studi sistematis tentang tabiat konsep nilai, baik, buruk, harus, benar, salah, dan lain sebagainya dan prinsip-prinsip umum yang membenarkan kita untuk mengaplikasikannya atas apa saja).

Pengertian di atas semakna dengan kata moral. Kata ini berasal dari bahasa Latin mos, (jamaknya: mores) yang artinya adat istiadat atau kebiasaan. Yang dimaksud adat istiadat ini adalah kebiasaan yang dilakukan oleh individu maupun masyarakat. Dengan demikian maka secara terminologi istilah antara etika dan moralitas memiliki pengertian yang sama. Dalam studi islam istilah di atas senada dengan al-khuluq. Dalam al- Qur'an kata ini hanya ditemukan dalam bentuk tunggal (al-khuluq) dalam surat al-Qalam ayat 4 sebagai nilai konsiderans atas pengangkatan Muhammad sebagai Rasul. (Sesungguhnya engkau Muhammad berada di atas budi pekerti yang agung). Al-khuluq artinya innate peculiarity, natural disposition, character, temper, nature(Hans Wehr: 1980).

Dengan demikian maka akhlak adalah perilaku seseorang yangberkaitan dengan baik dan buruk, dan setiap manusia memiliki dua potensi di atas. Hanya saja dalam Islam potensi baik lebih dulu menghiasi diri manusia daripada potensi untuk berbuat kejahatan. Dengan demikian maka etika bisnis yang dimaksud dalam tulisan ini adalah seperangkat prinsip-prinsip etika yang membedakan yang baik dan yang buruk, harus, benar, salah, dan lain sebagainya dan prinsip-prinsip umum yang membenarkan seseorang untuk mengaplikasikannya atas apa saja dalam dunia bisnis.

 Oleh : Hartato Rianto

          Mahasiswa MSI UII

   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun