Dia menggeleng, pelan. Lalu tersenyum. Dan mengecupku bibirku lembut.
Ini stasiun cinta. Barang kali itulah yang diucapkannya. Karena samar kudengar. Kereta lewat, suara berdesing-desing. Dadaku berdegup kencang. Seirama dengan pagutan dari bibirnya. Saat itulah aku merasa, kita benar-benar bahagia.
Tapi ternyata tidak.
1000 hari yang lalu, bahkan lebih. Kita berpisah. Juga di tempat ini.
ALBUM PERTAMA
Yogyakarta, Juli 2007.
Bulan ini adalah bulannya lautan mahasiswa. Yogyakarta sebagai salah satu kota tujuan pendidikan menjadi penuh oleh mahasiswa-mahasiswa baru. Muka bingung, tak mengerti arah. Peduli apa mereka dengan arah utara-selatan-timur-barat. Mereka hanya mengenal kanan-kiri. Dan di akhir album ini, kita akan tahu mereka tetap bingung dengan arah di sini. Tak percaya? Tanya saja pada mereka. Tugu Jogja terletak di utara, selatan, barat, atau timur Malioboro?
Stasiun adalah salah satu hilir mereka di sini, juga muara mereka nanti. Mereka mungkin sudah pernah ke sini, saat pendaftaran ujian masuk atau registrasi di universitas. Tapi entah mengapa, aku merasa mereka masih bingung. Ah, hidup memang selalu di awali denga kebingungan. Dengan kebingungan itulah, kita akan belajar bukan.
Sore ini, aku juga diserang sindrom itu. Bingung, seperti mereka. Aku harus menjemput seorang sanak dari Tangerang yang akan kuliah di sini. Dia diterima di universitas yang sama denganku. Dia adalah anak dari bu lik yang kini tinggal di Tangerang. Sore ini dia datang. Dia akan tinggal di rumahku selama kuliah di kota ini. Dia adalah Aziz.
Aziz berperawakan tinggi dan berambut ikal. Dulu hitam, entah kini. Waktu kecil kami sempat sekolah bersama hingga kelas 4 SD. Dia kemudian pindah ikut orang tuanya ke Tangerang saat kenaikan kelas. Saat itu aku sangat sedih, tak terlebih dia. Kami adalah sodara yang kompak. Dan dia selalu melindungiku.
Dia masih sering ke Jogja. Waktu lebaran. Terakhir dia pulang saat kelas 1 SMA. Dia masih seperti Aziz yang dulu. Berperawakan tinggi, dan hitam. Dia masih suka menggodaku dengan sebutan sumi (karena menurut dia, mukaku lebih mirip seperti pembantu).